Chereads / Pernikahan Kedua Sisi / Chapter 16 - Kejutan Dari Thomas

Chapter 16 - Kejutan Dari Thomas

Vita terlihat begitu khawatir karena memperhatikan wajah Sisi yang memerah. "Sisi kenapa wajahmu sangat merah? Apakah kamu merasakan sakit?" tanya Vita.

"Hmm, tidak, Vita. A-aku baik-baik saja." Padahal di dalam hati, Sisi ingin tertawa terbahak-bahak. Namun, dia tidak ingin Vita mengetahuinya. Karena tentu saja, Sisi tidak percaya kalau Raka adalah seorang gay. Sementara dalam kehidupannya yang kemarin, dia bahkan melakukan hubungan ranjang dengan Raka!

"Baiklah kalau kamu tidak sakit, Sisi. Wajahmu yang memerah, membuatku sangat khawatir. Hmmm, kembali lagi pada topik, okay?" tawar Vita terlihat ragu-ragu.

Sisi mengangguk sebagai tanda persetujuan. Sisi paham kalau Vita sedang ingin didengarkan.

"Kamu tahu Sisi, bahwa aku sebagai salah satu anggota keluarga Yudana ... mengetahui bahwa paman ke-7, yaitu paman Raka, tidak pernah memiliki wanita di dalam hidupnya. Yang kutahu, bahkan paman Raka tidak pernah memiliki pacar. Bahkan tak hanya aku, orang lain di keluarga kami juga menyebutkan demikian. Makanya mereka menganggap, adalah sebuah keajaiban, ketika paman Raka mengizinkan kita berdua tinggal di sini. Karena selama ini, paman Raka selalu dikelilingi oleh para lelaki. Oh ya,  kamu kan baru dari rumah sakit. Kamu ingat dokter yang sangat tampan itu, bukan?" tanya Vita dengan nada yang menuduh sekaligus mendesak Sisi.

'Apa yang dimaksud Vita adalah dokter Kevin?' pikir Sisi, yang kemudian teringat pada kata-kata yang diucapkan oleh dokter Kevin. Sejurus kemudian, Sisi membalikkan badannya untuk menghadap ke arah Vita. "Vita apakah paman muda ke-7 bersama seseorang, ketika dia diculik semasa kecil?"

Vita mengerutkan keningnya. Dia bingung, kenapa Sisi malah membelokkan pertanyaan ke masalah penculikan? Sementara yang ingin dibicarakan Vita kepada Sisi adalah mengenai rumor, bahwa Raka adalah seorang gay.

"Maafkan aku, Sisi. Aku tidak tahu kejadian yang telah dialami oleh paman muda ke-7. Karena keluarga kami sudah paham,  membicarakan penculikan paman Raka adalah hal yang tabu. Di keluarga Yudana, tidak ada yang berani mengungkitnya. Karena hal itu, konon akan membuat kakek tua Yudana marah."

Selanjutnya Sisi menjadi bingung. Kenapa Kakek Tua Yudana menjadi marah, ketika membahas penculikan Raka semasa kecil?

.

Malam harinya Sisi memutuskan untuk menunggu Raka pulang. Sisi sengaja mematikan lampu untuk menghemat listrik. Jadi Raka tidak mengetahui keberadaan Sisi, ketika dia berjalan ke ruang tamu. Tubuh mungil Sisi seperti bantalan sofa, padahal sebenarnya Sisi sedang tidur meringkuk di sana.

Namun, Raka kemudian menyadarinya. "Kenapa kamu tidur di sini?" tanya Raka ketika tersentak kaget melihat penampakan Sisi, dan itu jelas bukan bantal!

Selanjutnya Sisi tidak bisa menahan perasaannya lagi. Seperti ada dorongan untuk mengeluarkan keresahannya. Sesaat setelah Sisi menggosok matanya, kemudian Sisu dengan refleks melebarkan tangannya. "Tolong peluklah aku!" kata Sisi.

Tanpa kata-kata, Raka menyambut uluran tangan Sisi. Dengan kelembutan, Raka menggendong Sisi menuju kamar gadis itu. Sisi pun meringkuk seperti anak kucing, ke dalam pada tubuh Raka yang besar. Hidung mancung mungilnya menghidu aroma citrus, wangi tubuh Raka. Sisi lalu menghirup dalam-dalam bau yang selalu dirinduninya tersebut.

Karena di dalam kehidupan kemarin, Sisi berkali-kali digendong olah Raka dengan cara seperti itu. Jadi Sisi sangat merindukan momen ini  membuatnya merasa dejavu atau digendong oleh Raka berkali-kali? Selanjutnya kenyataan dan ingatan tentang kemarin, yang sangat lekat di benak Sisi saling tumpang tindih.

Kali ini, kenyataan membuat Sisi sangat ketakutan. Karena pada detik berikutnya, saat setelah sampai di kamar, Raka menjatuhkan Sisi di udara. Sisi pun jatuh ke tempat tidurnya.

"Arghhhhh!" kata Sisi dengan suara serak. Sisi yang tidak ingin lepas dari Raka mencengkram kemeja putih lelaki itu, di mana dua kancing di bawah lehernya terbuka dan menampilkan jejak pesona roti sobek nan maskulin.

Tentu Raka sangat terkejut dengan keberanian Sisi– yang berani mencengkram kemejanya. "Apa masalahmu, Sisi?" tanya Raka sambil melihat raut wajah Sisi.

"Apakah kita diculik bersama saat masih kecil?" tanya Sisi secara frontal. Hal inilah yang membuatnya menunggu Raka dan tidur di sofa ruang tamu.

Meski pencahayaan yang tidak terang, samar-samar Sisi bisa melihat mata Raka yang bersinar. "Hmmmm, Sisi apa kamu ingat semuanya? Akhirnya kamu mengingatnya, kan?"

Sisi menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, aku hanya menebaknya. Raka dapatkah kamu memberitahuku lebih banyak lagi, tentang ingatanku masa kecil?" tanya Sisi hati-hati.

Raka lalu berdiri disamping tempat tidur, untuk mengamati ekspresi Sisi, dengan sikap yang sangat tenang. Semebtara dalam keremangan cahaya, Sisi tidak bisa melihat wajah dan ekspresi Raka secara jelas. Hal ini adalah pertama kalinya bagi Sisi, memanggil nama Raka dalam kehidupan yang sekarang. Yaitu setelah kembali  pada kehidupan 10 tahun yang lalu.

Sisi menatap Raka yang tidak mengatakan apa-apa. Sisi masih sabar menunggu reaksi histeria macam apa, yang akan ditunjukkan oleh Raka.

Setelah beberapa waktu yang terasa sangat lama, Raka menepuk puncak kepala Sisi. "Kamu salah, Sisi! Aku adalah pamanmu yang ke-7 dan  bukan Raka!" Kemudian Raka berbalik dan berjalan keluar meninggalkan kamar Sisi.

"Hmmm, apa yang sebenarnya terjadi saat itu? Apa kamu bisa menceritakannya? Aku ingin memiliki ingatan dari masa kecilku!" teriak Sisi.

Sisi berharap mereka menyelesaikan percakapan ini. Raka berhenti di pintu kamar Sisi. "Kita akan membahas ini lebih lanjut, ketika kamu sendiri sudah mengingat semuanya!" jelas Raka dengan suara yang terdengar sedih.

"Kenapa kamu tidak memberitahuku saja? Itu akan lebih mudah, bukan?"goda Sisi sambil mengayunkan kakinya yang masih sakit. Kemudian Sisi jatuh dari tempat tidur dan menimbulkan bunyi gedebuk.

Raka berbalik dan berjalan perlahan menuju Sisi. "Ingatlah saja bahwa tugasmu di sini adalah untuk bisa masuk ke universitas terbaik di kota ini. Fokus saja pada itu dan lupakan yang lainnya untuk saat ini!" kata Raka dingin.

Kemudian Raka berbalik, untuk meninggalkan kamar Sisi, tanpa membantu Sisi untuk naik ke ranjangnya. "Hai!" teriak Sisi sambil meraih bantal dan melemparkannya ke arah pintu, yang telah ditutup oleh Raka.

Keesokan paginya, setiap orang dari keluarga Yudana dan keluarga Latuconsina datang untuk mengunjungi Sisi. Di sana juga ada Thomas. Melihat sosok lelaki itu,  Sisi hanya tersenyum palsu. Biar bagaimanapun Sisi tetap merasa bahwa kesakitan yang dialaminya dan 10 tahun kemarin semua berasal dari Thomas. Sehingga dia tidak mau jatuh dalam bujuk rayu Thomas lagi! Sisi  ingin merajut masa depannya bersama Raka.

Pagi ini, Raka baru selesai berolahraga. Lelaki bertubuh tinggi dan kekar itu mengenakan baju olahraga, dengan handuk kecil yang diletakkan di lehernya. Tetapan Raka masih sama, wajahnya sedingin es dan membuat siapa pun enggan untuk mendekatinya.

Di sisi lain, Vita mengajak Sisi ke ruang tamu, dengan cara setengah memaksa. Disana ada  ibu Sisi, Maria. Maria mengamati kaki Sisi yang digips. "Setahuku hanya pergelangan kakimu yang terkilir. Apakah kamu benar-benar membutuhkan gips ini? Sepertinya ini sungguh berlebihan."

Sisi menarik kakinya dari sentuhan wanita umur empat puluhan itu. Lalu Sisi menjawab dengan sopan. "Saya menggunakan ini atas saran dokter. Kata dokter, agar tidak ada efek samping yang berkepanjangan dari luka di kaki saya."

Vita yang berdiri di belakang Sisi merasa terkejut melihat interaksi antara ibu dan anak itu. Tangannya yang sedari tadi mencengkram kunci roda mengencang. Sungguh tidak ada kehangatan ataupun simpati dari ibu tiri Sisi untuk anak gadisnya. 

Setiap kali Maria berada di sekitar Sisi, bibirnya selalu membentuk seringaian, melengkung tanda meremehkan anak tirinya itu. Selanjutnya ibu dari Thomas, yang bernama Pamela berkata sambil tersenyum. "Benar  yang dikatakan dokter. Kami tidak ingin Sisi hidup dengan efek samping apapun. Memang kakakmu Thomas yang telah melewati batas, kami sudah menasehatinya panjang dan lebar. Hari ini, kami membawanya ke sini untuk meminta maaf secara pribadi kepadamu, Sisi."

Namun, Sisi dapat melihat ekspresi gelap Thomas. Dia seperti tidak biasa, sebuah sikap yang mencerminkan kemarahan. Sisi juga melihat Vanda yang memperhatikan sekitar dengan panik. Sisi tahu bahwa Vanda ingin melindungi Thomas.

Vanda pun berkata dengan lembut. "Tante Anda tidak seharusnya menyalahkan kakak Thomas. Ini bukan sepenuhnya salah kak Thomas. Hal ini terjadi karena adik perempuanku ini, tidak cukup baik untuk Kak Thomas. Sehingga kakak Thomas kehilangan kesabaran dan sedikit menyentuhnya. Kak Thomas tentu tidak menyadari, bahwa Sisi berada begitu dekat dengan tangga. Ini semua adalah kecelakaan, Tante. Aku yakin Kak Thomas tidak bermaksud untuk menyakiti adik perempuanku."

Ekspresi Pamela pun menjadi cerah. Dia lalu berkata dengan nada yang sangat sopan. "Biar bagaimanapun, ini semua adalah kesalahan Thomas. Thomas kamu harus meminta maaf kepada Sisi!"

Thomas akhirnya berbalik untuk menatap Sisi. "Sisi kamu benar atas apa yang kamu katakan kemarin.  Kamu benar-benar tidak berguna. Maka tentu saja, saya tidak akan memiliki rasa kasih sayang terhadap orang sepertimu. Saya hanya kasihan padamu saja. Saya kasihan padamu, karena orang tuamu sudah meninggal sejak kamu masih kecil dan tidak ada orang yang mencintaimu, selain ... aku. Maka jika ini adalah keinginanmu, maka baiklah, pernikahan kita batal. Aku tidak akan menikahimu!"

Mata Sisi membeliak, melihat ke arah Thomas dengan sangat terkejut. Tentu saja Sisi tidak berani menunjukkan reaksi histeria di wajahnya. Dia benar-benar terkejut, ternyata Thomas memiliki muka yang sangat tebal untuk mengatakan ini di depan kedua keluarga, yaitu keluarga Yudana dan keluarga Latuconsina.

'Astaga kamu benar-benar hebat, Thomas! Kamu telah membuatku terkesan kali ini!' pikir Sisi sembari menyembunyikan lengkungan senyum di bibirnya.