Chereads / Pernikahan Kedua Sisi / Chapter 22 - Membesarkannya Menjadi Sampah

Chapter 22 - Membesarkannya Menjadi Sampah

Vanda berdehem kemudian berkata   pada Sisi, "Yelah lalu kamu hanya diam saja? Gurumu memperlakukanmu seperti itu? Apa kamu tidak merasakan sakit, huh? Atau kamu ini dah mati rasa rupanya?" Vanda memukul pundak Sisi geram.

Tentu Vanda dibuat  sangat penasaran. Apakah Sisi ini memang orang yang tahan sakit atau memang sangat bodoh? Setidaknya menurut Vanda Sisi tidak akan lebih baik dari dirinya.

Sisi berkata dengan nada takut-takut. "Guru akan memukul telapak tangan, jika aku gagal dalam ujian atau melakukan banyak kesalahan pada hal-hal yang dia minta. Seperti soalan yang perlu untuk aku hafal. Namun, guru hanya akan memukul tangan kiri saja. Karena guruku  paham, kalau aku akan menggunakan tangan kanan untuk menulis. Makanya aku tetap bisa mengerjakan banyak hal."

Sisi tersenyum penuh arti, demi melihat reaksi dari Maria sang ibu tiri dan Vanda sang kakak tiri. Namun, mereka memandang Sisi dengan tatapan yang mencurigakan.

Bagaimana bisa Sisi bertahan dengan semua itu? Kemudian Vanda menghela nafas dan berkata, "Oke ternyata Raka benar-benar cukup kreatif untuk membuat seorang yang bodoh sepertimu, menjadi lebih baik."

"Aku setuju pada perkataanmu, Vanda!" komentar Maria pada sang anak tersayang.

"Harus diakui kalau paman ketujuh dari keluarga harta Yudana memang memiliki reputasi yang sangat bagus. Dia sangat disiplin dan benar-benar tanpa ampun, tidak pilih kasih?" Maria menambahkan.

"Memang betul apa yang Mama katakan," jawab Sisi dengan nada yang ramah.

Terlihat wajah Maria berseri-seri karena bahagia. "Seperti yang dikatakan oleh banyak orang, lepaskan tongkat dan manjakan anak itu. Aku perlu berterima kasih kepada Tuan Raka Harta Yudana, karena telah mendidik kamu untukku."

Vanda kemudian bertanya, "Apakah hanya kamu satu-satunya muridnya yang kena pukul atau apakah Vita juga terkena pukulan dari Raka?"

Nampak Sisi menggelengkan kepalanya. "Nona kelima dari keluarga Harta Yudana sangat pintar. Dia selalu saja berhasil menyelesaikan segala soal dan pekerjaan rumah yang diperintahkan oleh Raka. Jadi ya, begitulah dia tidak pernah kena pukul."

"Hahaha itu sangat bagus. Ternyata kamu benar-benar mengakui kebodohanmu! Vita ternyata lebih kompeten daripada kamu tahu," komentar Vanda dengan nada yang mengejek.

"Apakah itu berarti nilai Vita telah meningkat drastis?" tanya Maria dengan nada yang penasaran.

Sisi hanya mengangguk dengan wajah hormatnya pada sang ibu tiri.

"Kalau begitu berarti kamu tidak punya waktu lagi untuk bermain game? Apa benar begitu Sisi? Lalu apakah masih ada orang yang datang untuk memintamu membantu mereka bermain game?" Sisi tergelak dan kedua wanita itu tertawa terbahak-bahak.

Sisi mengangguk dengan muka yang pasrah. "Sebenarnya ada, tapi guru terus saja mengawasiku dan ponselku. Ditambah tipe ponselku yang ternyata juga semakin usang. Sehingga aku tidak dapat menerima terlalu banyak tawaran game akhir-akhir ini. Aku harus fokus belajar."

Sisi memutar matanya dengan mengubah mukanya menjadi murung dan berkata dengan nada yang sendu. "Ditambah ternyata ponselku sudah ketinggalan zaman dan tidak cukup memori untuk bermain game yang lebih canggih."

Sementara Vanda menyudutkan Sisi dengan wajahnya yang semakin cerah. "Beruntung Ayah baru saja memberikan ku ponsel baru. Aku tidak banyak menggunakannya. Sehingga kamu bisa memilikinya? Mungkin kamu dapat membantu orang lain untuk melihat karakter mereka dalam game. Kenapa tidak?"

"Dan kamu bisa menjadi gamer profesional di masa depan. Maka tidak masalah jika kamu masuk Universitas atau tidak. Aku akan meminta Ayah untuk berdiskusi dengan paman ketujuh, untuk memberi kamu lebih banyak waktu untuk bermain game. Bagaimanapun juga kita harus menyeimbangkan pekerjaan dan istirahat bukan?" imbuh Vanda dengan nada provokator.

Maka tentu saja apa yang dikatakan Vanda itu sebenarnya ada niat terselubung, yaitu agar Sisi tidak bisa memiliki dan meraih impiannya. Untuk bisa masuk ke universitas terbaik di kota ini.

Sisi menampakkan wajah bahagia kepada Vanda mendengarnya membuat saya sangat senang kakak perempuanku yang cantik Betulkah Kakak akan memberikan ponsel terbaru Kakak padaku Terima kasih Wanda tersenyum puas di sana Maria dan Vanda terlihat lebih profesional daripada kebanyakan Ibu tiri yang sehat dan saudara perempuan yang digambarkan dalam film dan cerita kebanyakan bentuk pelecehan tertinggi bukanlah melakukan kekerasan fisik kepada seorang anak tapi mendidiknya menjadi sampah setidaknya itu yang dipikir oleh Vanda dan Maria mereka tidak ingin Kalau Sisi itu meraih cita-citanya.

***

Beralih ke kediaman Raka Harta Yudana. Di sana Sisi sedang belajar dengan sangat tekun. Dia memperhatikan kertas bahasa Inggris dan mulai mengerjakan esai. Hingga tak sadar jam alarm telah berbunyi saat dia telah menyelesaikan seluruh soal yang berjumlah 15 lembar itu.

Sisi mengerutkan kening, rasanya itu tidak cukup cepat. Dia merasa sangat kepayahan menyelesaikan semua soal itu, yang ternyata cukup sulit. Sisi sadar bahwa dia harus belajar dengan lebih keras lagi, agar bisa menguasai pelajaran bahasa Inggris.

"Ah, lelah sekali!" Sisi merenggangkan tubuhnya, lalu memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri. "Sudah jam dua pagi. Eh, berapa lama aku sudah belajar?" gumam Sisi sambil memijit pelipisnya.

"Rasanya aku sangat haus. Lebih baik aku ke bawah untuk mengambil minum dan beberapa cemilan, sebelum memutuskan untuk tidur. Aku tidak mau tidur dalam keadaan kelaparan!" Sisi lalu beranjak dari ruang belajar dan menuju ke dapur di rumah Raka.

Namun, saat Sisi menjejakkan kakinya di tangga, terdengar suara langkah kaki dari arah pintu depan. "Apa itu Raka? Kenapa Raka pulang selarut ini?"

Sisi sejenak mematung, kemudian dia mengingatkan diri. Untuk harus segera mengucapkan selamat malam, sebagai rasa hormat kepada Raka. 

"Aduh, senangnya sebelum tidur bisa melihat wajah tampan Raka!" kata sisi girang. Dia dengan sabar menunggu Raka untuk berjalan dari arah pintu depan.

Namun, alangkah terkejutnya Sisi saat melihat Raka. Ternyata tubuh

lelaki berlumuran darah. Sisi lalu bergerak dengan cepat menuju ke arah Raka. "Astaga Raka apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu mendapatkan luka semua ini? Siapa yang melakukan ini padamu?" cerocos Sisi.

Sisi lalu mengulurkan tangan, untuk memeriksa luka di sekitar tubuh Rak. Di bahkan tidak memperdulikan, akan keterkejutan Raka. Bahkan tangan Sisi dengan terburu-buru meraih ke bawah kemeja Raka. Ada banyak darah di sana.

Namun,  saat Sisi ingin memeriksa lebih, Raka mencegah tangan kecil itu. "Aku baik-baik saja, tolong tinggalkan aku!" kata Raka dengan ada dingin dan lemah.

Sisi terperangah, tapi buru-buru menguasai dirinya. Dia harus bersikap tenang. Lalu Sisi dengan sigap membantu Raka untuk berjalan menuju sofa di ruang tamu.

"Aishhh, biar aku membantumu untuk duduk, Raka! Tolong beritahu aku dimana saja lukamu berada. Atau lebih baik aku harus membawamu ke rumah sakit? Hmmm, kita memanggil dokter untuk ke sini saja?" tawar Sisi, yang terlihat sangat khawatir pada keadaan Raka.

"Ya Tuhan apa yang terjadi dengan Raka? Dengan siapa dia berkelahi, hingga mendapatkan luka sebanyak ini? Kalau dulu dia selalu membela ku dan mendapatkan banyak luka. Tapi sekarang ... siapa musuh Raka? Ya Tuhan tolong lindungi Raka!" kata Sisi di dalam hati.

Lalu dengan hati-hati Sisi membantu melepas jaket hitam itu, yang sudah setengah basah oleh darah. Sisi dengan cekatan bisa mengetahui di mana luka-luka Raka berada, dari noda darah itu. Sisi terperangah saat melihat perut Raka, darah di sekitarnya sangat gelap dan Raka mengaduh.

"Arggggh ...."

Sisi gemetar saat meletakkan tangan kecilnya di perut sixpack itu. Sisi bertanya dengan nada yang sangat gemetar. "Apakah itu sakit?"

Hingga Sisi pun tak sadar, bahwa air matanya sudah jatuh bercucuran. Mata sayu Raka melihat dengan menunduk ke wajah Sisi, lalu pemuda itu menghela nafas. "Aku baik-baik saja dan tolong jangan khawatirkan aku. Kevin akan segera datang ke sini?"

Namun, dari sorot mata itu Sisi bisa tahu, bahwa Raka tidak sekedar memintanya untuk tidak khawatir, tetapi memerintahkan Sisi untuk jangan khawatir.

Sisi masih berlutut di depan Raka. Dia bingung harus melakukan apa. 

"Sementara menunggu Kevin datang, tolong katakan Raka apa ada sesuatu yang bisa kulakukan sekarang? Tolong sebutkan itu? Apa saja, aku akan melakukannya!"

"Kalau begitu ambilkan aku segelas air putih?" gumam Raka dengan nada yang lemah.

Dengan cepat Sisi berdiri, lalu bergegas ke arah dapur. Kemudian Sisi menuangkan segelas air hangat di dalam gelas bening yang tinggi. Lalu menyerahkannya kepada Raka.

"Ini airnya?" Sisi ingin membantu Raka meminum dari gelas itu. Namun, Raka menolak. Raka menerima gelas itu dan meminumnya secara perlahan.

"Aduh kenapa Kevin belum datang juga ke sini? Kenapa dia lama sekali? Apa terjadi sesuatu padanya?" kata sisi sambil mondar-mandir dengan rasa cemas yang bergelayut di benaknya, di ruang tamu besar rumah Raka.

Raka masih terus mengaduh dan menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa, serta sesekali matanya melirik pada kekhawatiran Sisi.