"Memangnya apa lagi selain aku harus fokus pada pelajaran, sehingga aku bisa masuk ke universitas terbaik di kota ini? Selain itu aku juga tidak ingin mengecewakan pamanmu yang ketujuh itu," kata Sisi memutar pensil di tangan kanannya.
"Kamu benar-benar tidak memikirkan kakak laki-lakiku lagi? Aku kira Thomas sungguhan mencintaimu?" desak Vita tak mau menyerah.
"Astaga Vita apa kamu melihatku, bahwa aku mencintai Thomas? Bahkan kamu sudah melihat saat kakak laki-lakimu itu tidak benar-benar menyukaiku. Aku didorong olehnya hingga kakiku patah, Vita! Aku sadar bahwa Thomas menyukai kakak perempuanku kak Vanda. Dia cantik dan cocok dengan Thomas. Aku berpikir bahwa Thomas mengira, bahwa aku adalah fotocopy kakak perempuanku semasa masih muda. Hahhahhah," tawa Sisi sumbang.
"Untuk saat ini, aku telah memutuskan mari kita belajar untuk bisa masuk ke universitas terbaik di kota ini. Setelah ini kita memiliki banyak waktu luang. Kita bisa melihat lebih jauh ke tentang masalah ini," imbuhnya tersenyum penuh arti.
Vita seperti masih bingung dengan apa yang dipikirkan oleh Sisi, tapi kemudian dia mengangguk tegas, sebagai bentuk kesetiaan kepada sahabatnya itu.
Selanjutnya karena Vita dan Sisi mengambil jurusan yang berbeda, maka lokasi ujian mereka pun juga berjauhan. Vita tidak bisa mengawasi Sisi, yang masih berjalan terbincang-bincang. Jadi karena kesadaran itu, Sisi akan mengandalkan dirinya sendiri.
Sisi sangat fokus mengerjakan lembar soal yang dibagikan oleh guru. "Sepertinya ini cukup mudah," gumam Sisi merasa puas dengan hasil coretan yang dia lakukan di atas kertas ujian. Sisi merasa bahwa apa yang dia pelajari selama ini cukup membantunya.
Sisi tersenyum puaas, karena dirinya kini tidak sebodoh dia di kehidupan yang sebelumnya. Di mana Sisi sampai tidak punya waktu untuk belajar. vanda dan ibu Maria selalu saja menyuruhnya ini dan itu.
Tiba-tiba Sisi tersenyum pahit, kala dia mengingat pada kehidupan sebelumnya. Pendidikannya yang terbengkalai dan tidak bisa meneruskan kuliah, karena semua berpendapat bahwa Sisi adalah otak udang. Parahnya Sisi sendiri pun mengingatkan semua perkataan orang-orang yang berkata bahwa dia itu bodoh. Bahkan dirinya terbuai, saat terlalu percaya dan tergila-gila pada Thomas. Lelaki yang sejak kecil berkata mencintainya.
"Betapa bodohnya aku di masa lalu!" gumam Sisi. Sisi mendesah, lalu menarik dan melepaskan napas panjang.
"Betapa beruntungnya aku saat ini. Raka adalah guru yang baik. Begitu juga dengan Kevin. Ah, aku cukup optimis bisa melanjutkan kuliah setelah ini," gumam Sisi yang masih membaca lembaran soal di tangannya. Meski dia setelah selesai mengerjakan. Dia mengoreksi, apakah ada yang salah mengenai jawaban-jawabannya.
"Hai Sisi kamu masih di kelas?" ucap Vita datang mengunjungi Sisi, yang masih duduk di bangkunya. Padahal ujian telah selesai dan semua orang keluar untuk makan di kantin atau belajar di perpustakaan.
Sisi hanya tersenyum dan mengarahkan pandangannya ke kakinya. Dengan riang, Vita berjalan dan langsung duduk di samping Sisi. "Apakah kamu cukup bisa mengerjakan soal-soal itu?" tanya Vita. Hal itu membuat Sisi tersenyum dan mengangguk.
Setelah bercakap-cakap hampir satu jam, Vita harus kembali ke ruang kelasnya untuk melakukan ujian. Karena jam istirahat yang hampir selesai.
Sesaat telah Vita pergi, ada seseorang yang memanggil Sisi. "Sisi guru ingin kamu pergi ke ruang fotokopi, untuk mengambil beberapa kertas!" teriak sebuah suara di pintu kelas.
Samar-samar Sisi melihat bayangan orang itu, tapi dia tidak mengetahui siapakah yang memanggilnya tadi. Sisi mendesah melihat ke arah kakinya yang masih digips. "Apakah guru itu tidak mengerti bahwa kakiku sakit?" gumam Sisi.
Namun Sisi sadar bahwa guru kelasnya sangat fokus kepada nilai ujian. Jika nilaimu bagus, maka dia akan memperlakukanmu seperti Dewa. Namun, jika nilaimu buruk, maka tidak ada yang perlu dikatakan. Kamu akan diberi tugas-tugas sepele di kelas. Tidak ada yang berani melawan atau keberatan akan perintah guru. Karena daripada mendengarkan ceramahnya selama 3 jam tentang ideologinya sebagai guru, semua akan dengan sukarela menjalankan hal-hal sepele itu.
Sisi menggeleng. "Aku lebih baik diberi tugas sepele, daripada mendengarkan ceramah guru!" gumamnya mulai ingin berjalan meninggalkan kelas.
"Benar-benar guru yang profesional. Bahkan cederaku tidak dapat menghentikannya untuk memintaku melakukan pekerjaan kasar!" gumam Sisi lalu mengambil kruk miliknya.
Sisi masih beruntung karena cederanya telah lumayan sembuh selama beberapa hari beristirahat. Bahkan mungkin beberapa hari lagi gipsnya bisa dilepas. Sisi tersenyum, dia harus tetap optimis seperti yang dikatakan oleh Raka.
Raka ingin melihat Sisi tidak dipandang bodoh. Di samping itu, Sisi tersenyum, juka karena jika dia berhasil nanti. Maka Kevin akan memberitahukan semuanya. Tentang masa kecil Raka dan Sisi. Sisi pikir itu cukup yang impas, untuk membuatnya belajar dengan bersungguh-sungguh.
Ruang fotokopi di sekolah Sisi, berada di sudut terpencil sekolah. Terdapat sebuah dinding di atasnya. Kamu bisa mencapai sekolah dari sana dengan berpijak atau melompati dinding itu. Banyak siswa yang bolos dengan memanjat dinding itu.
Kadang-kadang preman atau anak geng dari luar akan menyinap ke dalam sekolah, dari titik masuk ini. Intinya ini adalah lokasi, di mana para siswa yang baik tidak akan pernah mengunjunginya. Namun, karena hasil ulangan Sisi sering buruk, Sisi jadi sering datang ke tempat ini. Yaitu untuk menyesuaikan tugas-tugas dari guru. Sisi sangat hafal betul dengan tempat dan koridor di dekat ruang fotocopy.
Tiba-tiba saat Sisi berjalan, dia merasakan ada seseorang yang membutuhkannya. "Ada sesuatu," gumam Sisi, cukup paham ada sesuatu yang tak beres.
Sisi membuka pintu ruangan fotocopy. Lalu meletakkan kruknya di samping pintu. Dia berjalan tertatih menuju mesin fotocopy. Tiba-tiba pintu di belakangnya tertutup. "Siapa yang menutupnya?" batin Sisi.
Sisi mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Tiba-tiba di sana sudah ada tiga anak geng yang muncul. Mereka berambut warna-warni, menggunakan pakaian hitam dan celana jeans yang robek di sana-sini. Ketiga orang itu bergerak maju ke arah Sisi. Kemudian berhenti sekitar setengah meter di depan Sisi.
Mereka tersenyum. "Oh, baru kali ini aku melihat target kita tidak seburuk yang mereka katakan. Dia sangat cantik. Apa jadinya jika kami memberikan kamu sebagai hadiah kepada bos kami? Tentu kami akan sangat dipuji oleh bos. Ternyata para gadis itu tidak membohongi kami. Kamu sungguh sangat cantik!"
Salah satu dari mereka bergerak maju, menoel dagu Sisi. Refrek Sisi lalu menyentaknya, dengan menoleh ke arah lain. Sisi merasa risih diberlakukan seperti wanita murahan oleh mereka.
Mereka terus saja berbicara dan sibuk berkomentar tentang targetnya kali ini. Membicarakan alngkah senang bosnya, jika berhasil membawa Sisi. Diam-diam Sisi bergerak ke sudut ruangan, sambil matanya masih terus mengawasi ketiga orang yang berpakaian hitam itu.
Namun, tangan kanan Sisi sudah menemukan sesuatu yang dia cari. Sebuah pemberat kertas yang terbuat dari batu. Itu sangat berat. Sisi beruntung karena telah mengetahui seluk beluk dan hafal setiap benda di ruangan fotokopi ini. Bahkan eperti bagian dari dirinya sendiri. Karena seringnya Sisi dihukum oleh guru, untuk mengerjakan hal-hal remeh, sebab nilainya yang selalu jelek.
"Hai Gadis, ikutlah dengan kami! Kami berjanji akan memperlakukanmu dengan baik." Pemimpin mereka yang berdiri di tengah dengan rambut coklat berjalan ke arah Sisi.
Sementara Sisi telah menghitung cepat, menghitung jarak dalam pikirannya. "Jangan takut Gadis Kecil! Kami berjanji akan membawamu pada bos kami dengan selamat. Bekerja samalah dengan kami dan kami tidak akan melakukan hal-hal yang kasar tawarnya."
Setelah dirasa jarak yang telah semakin dekat dan pas, Sisi lalu mengayunkan pemberat kertas itu. Membuat lelaki di depannya mengerang dan langsung ambruk. Kedua sosok lelaki lainnya sangat terkejut dan melompat mundur pada saat yang sama.
"Sisi ternyata kamu cukup hebat dan terlatih!" gumam Sisi memuji pada diri sendiri. Sisi benar-benar berterima kasih kepada Raka, atas hukuman selama liburan musim panas kemarin. Karena semua hukumam itu, ternyata telah meningkatkan staminanya.
Setelahnya Sisi melompat ke depan dengan mengayunkan pemberat kertasnya kepada pria berambut merah. Kemudian pria itu pun langsung jatuh ke lantai. Pria yang ketiga menangkupkan kedua tangan dan dengan nada bergetar berkata, "Jangan ... jangan mendekat padaku!"
Sisi lalu tersenyum dan melangkahi kedua pria yang pingsan. Pria ketiga sudah terpojok di sudut ruangan. "Jangan aku ... kamu!" katanya memohon.
Namun, Sisi menampilkan raut tidak peduli. Sisi memegang pemberat kertas di satu tangan dan membawa truk jangan yang lain. Bersiap untuk menghajar pria ketiga itu. Terdapat jeda, Sisi berpikir sejenak.
Sisi melemparkan pemberat kertas baja ke samping pra ketiga itu dan menimbulkan bunyi yang bergemuruh. Pria itu berteriak ketakutan sambil memeluk kepalanya dan dalam posisi berjongkok.
Ternyata Sisi tidak melemparkan pemberat ke arah pria ketiga tersebut, melainkan ke rak buku di sampinhnya. "Apakah kamu ingin aku memanggil polisi? Atau kamu sendiri yang akan membawa mereka keluar?" tanya Sisi dengan nada diplomasi.
Lalu pria itu menjawab dengan ketakutan. "Aku ... aku akan membereskan semuanya. Aku akan membawa mereka keluar."
"Bagus, ingatlah untuk membersihkan ruangan ini, sebelum kamu pergi!" kata Sisi sambil matanya melihat ke arah dua pria yang telah terjatuh di lantai serta kertas-kertas yang berserakan di lantai.
"Tentu saja aku akan melakukannya," kata pria itu berjanji dengan penuh semangat. Dia bersyukur karena Sisi tidak membenturkan pemberat kertas itu ke kepalanya. Sisi lalu berbalik dan berjalan ke arah pintu. Sisi sudah bersiap mengambil kruknya.
Namun kemudian Sisi berbalik untuk melihat pria ketiga itu. Sisi bertanya, "Apakah gadis-gadis yang telah mengirimmu kesini tidak memberitahumu, bahwa aku adalah gadis yang cenderung melakukan kekerasan? Aku melepaskan kalian bertiga hari ini, karena aku sedang dalam suasana hati yang baik. Tapi ingat untuk mengirim salamku kepada gadis-gadis yang mempekerjakanmu! Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan."
Sisi lalu berjalan dengan kruknya dengan terpincang-bincang, keluar dari ruangan fotokopi. Sisi harus segera menuju ruangan kelas, karena ujian mata pelajaran kedua akan segera dilangsungkan.