"Thomas itu dilahirkan dengan sendok perak di mulutnya dan dunia berputar di sekelilingnya. Dia punya orang-orang yang akan selalu mendukungnya. Saya adalah orang yang bisa menunjukkan sikap kedermawanan Thomas kepada dunia. Dengan dia menikahi saya, semua akan melihat betapa Thomas memiliki kebaikan yang besar," kata Sisi tertawa ringan, "tapi saya menolak untuk menjadi tumbalnya Thomas."
Raka tidak mengatakan apa-apa. Sementara Sisi tersenyum. "Anda berkata bahwa Thomas telah menyukai saya sejak kecil, huh? Sayangnya, saya tidak ingat sama sekali tentang hal itu. Jadi karena Tuan Muda Thomas mengatakan dia menyukai saya, saya harus balik menyukainya? Lalu di mana letak andil saya atas diri saya sendiri?"
Sisi menatap wajah Raka, ada perasaan yang melegakan setelah mengatakan apa yang mengganjal di dalam hatinya. "Raka apa kamu tidak paham, aku melakukan semua ini karena aku mencintaimu!" jerit Sisi dalam hati.
Sisi memutar mata sambil berpikir. Kemudian dia berkata lagi, "Guru jika Anda adalah Thomas, apakah Anda akan mendorong saya dari menurun, hingga saya terjatuh?"
Raka masih tetap diam. Kemudian Sisi mulai menertawakan dirinya sendiri, karena lancang sekali menanyakan hal tersebut kepada Raka. Setelah puas tertawa perih, Sisi berkata lagi, "Astaga, Thomas bilang menyukai saya, tapi dia mendorong saya. Hahhahah ... karena saya sudah bisa membaca pikiran Thomas. Rasa malu dan egonya telah mendorongnya untuk menyakiti saya, Guru. Jika dia benar-benar menyukai saya, dia tidak akan pernah mendorong saya." Sisi benar-benar berceloteh panjang lebar dan Raka masih diam.
"Hahaha .... Padahal tangga itu sangat tinggi. Orang tidak sekolah pun akan tahu, jika didorong dari sana pasti akan beresiko cedera!" kata Sisi.
"Kenapa kamu tidak ingat sama sekali tentang masa kecilmu?" potong Raka bertanya kepada Sisi.
Sesaat Sisi terdiam. "Kenapa Raka malah menanyakan tentang ingatan masa kecilnya. Bukankah kebenaran bahwa Thomas tidak benar-benar menyukai dirinya lebih asyik untuk dibahas?" pikir Sisi.
"Kamu benar-benar tidak ingat apapun? Bahkan kenangan dari masa kecilmu, Sisi?" ulang Raka, karena Sisi belum juga menjawab pertanyaannya.
Sisi mengangguk. Kemudian Sisi membuang pandangannya, melihat keluar jendela kaca mobil yang bening. Setelahnya Sisi berkata, "Mereka bilang karena saya mengalami trauma, Guru. Katanya sebab itulah, saya menjadi sangat bodoh."
Tiba-tiba Raka mengulurkan tangannya untuk membelai rambut Sisi. "Kamu sebenarnya tidak bodoh, Sisi. Kamu hanya berpura-pura bodoh."
Hal itu membuat Sisi menoleh ke arah Raka dengan cepat. Namun, Raka malah membuang pandangan ke jendela, lalu menutup matanya dengan kedua tangan, dan menyandarkan bahunya di kursi belakang mobil.
Merasakan sesuatu yang menyenangkan sekaligus membuatnya bingung, Sisi menyentuh rambutnya sendiri, yang baru saja dipegang oleh Raka. "Apa aku baru saja membayangkannya?" pikir Sisi.
Lalu saat mobil berhenti, seorang perawat sudah menunggu dengan sebuah kursi roda. Sisi dibuat tercengang dengan perlakuan istimewa semacam itu. Sisi menduga, bahwa Raka telah menelepon pihak rumah sakit sebelumnya.
Dengan sangat hati-hati, Raka turun lebih dulu dari mobil. Kemudian membuka pintu mobil di samping Sisi. Selanjutnya menggendong Sisi seumpama benda ringkih yang mudah hancur. Lalu menempatkan Sisi dengan hati-hati di atas kursi roda. Dengan canggung, Sisi mengucapkan terima kasih kepada perawat atas tawaran untuk mendorongnya, ke ruang ke ruangan dokter.
Sisi harus melakukan pemeriksaan. Sisi tersenyum mengetahui Raka mendorong kursi roda untuknya. Sisi juga tersenyum, karena Raka selalu saja bersikap dingin kepada orang lain, dan itu malah membuat Sisi senang.
Ruangan bercat putih dengan dengan bunga janda bolong, yang ditanam di dalam sebuah pot besar berwarna putih berada di ruangan pojok dokter tempat konsultasi. Sang dokter lalu bertanya kepada Raka, "Di mana kamu mendapatkan gadis secantik ini dan kenapa dia terluka?"
Samar-samar Sisi dapat melihat ujung bibir Raka yang tersenyum. Namun, seperti aktor yang baik, Raka memang ahli untuk bersikap. Dia menciptakan kekhasan pada dirinya sendiri.
Sisi membaca name tag di dada kanan sang dokter, yaitu Kevin Dharma. Sisi ingat bahwa dalam kehidupan sebelumnya, dokter inilah yang telah merawat luka-lukanya, yaitu saat Raka menyelamatkannya. Setelah Sisi tercebur ke laut. Hati Sisi menjadi terharu akibat mengingatnya.
Sisi mengingat perlakuan Kevin dan Raka. Selanjutnya Sisi mengamati wajah Kevin dengan sangat lama. "Anda adalah dokter paling tampan, yang pernah saya lihat!" komentar Sisi sambil mengerling genit.
Kevin sangat terkejut. Setelahnya sang dokter tertawa terbahak-bahak. "Sekarang kamu resmi menjadi pasien favorit!" komentar Kevin. Hingga membuat Raka sesaat memicingkan mata, kemudian mengalihkan pandangannya.
Sisi tersenyum karena mengetahui sikap Raka itu. Sisi tahu dari kehidupan sebelumnya, bahwa Kevin sangat suka ketika orang lain memuji penampilannya. Dia adalah dokter yang narsis, tapi baik.
Raka lalu menunjuk ke pergelangan kaki kanan Sisi. Selanjutnya Kevin berlutut dan menarik kerutan di ujung celana olahraga Sisi, untuk memeriksa pergelangan gadis itu. Kevin kemudian bertanya, "Hi, Gadis cantik, di antara aku dan laki-laki yang berdiri di belakangmu, siapa yang lebih tampan?"
Sisi menarik nafas dalam-dalam untuk mengurangi rasa sakitnya. "Anda tentu saja lebih tampan, Dokter! Karena Guruku bukanlah seorang dokter."
Kevin memegang pergelangan kaki Sisi dan memutarnya sedikit. Kemudian Sisi berteriak kesakitan, "Tapi jika Anda bisa lebih lembut memperlakukan saya, Anda akan jauh lebih tampan lagi!" seru Sisi sambil meringis kesakitan.
Kemudian Sisi mendengar suara retakan dari pergelangan kakinya. Sesaat air mata pun luruh di wajah cantiknya. Sisi berteriak, "Aku meralat ucapanku! Anda tidak lebih tampan dari guruku!"
Kevin berdiri dan menunjuk ke arah Raka. "Apakah kamu sudah memiliki seorang murid, Raka?"
Raka mengabaikan candaan Kevin dan bertanya, "Apakah dia baik-baik saja?"
Kevin bertepuk tangan. "Pergelangan kaki telah diperbaiki. Tetapi lebih baik untuk melakukan rontgen kepadanya, jika ada patah tulang, dia akan membutuhkan suntikan kortikosteroid. Karena biar bagaimanapun, dia harus berada di kursi roda dulu untuk sementara waktu. Gadis ini membutuhkan waktu untuk pemulihan. Hmmm, ngomong-ngomong apa yang terjadi padanya?"
Raka terdiam sesaat, kemudian menjawab, "Dia jatuh dari tangga."
Kevin terlihat cemberut sebentar dan tidak memberikan komentar. Kevin menoleh kepada perawat dan berkata, "Antar gadis ini untuk melakukan rontgen."
"Hmmm, Guru ... Anda harus tinggal di sini!" kata Kevin mengalihkan atensinya kepada Raka.
Raka mengambil tisu dari atas meja Kevin dan menyerahkannya kepada Sisi. "Gunakan ini untuk menyeka air matamu. Apakah masih sakit?" tanya Raka.
Sisi memelototi Raka. "Guru lain kali, izinkan saya mendorong Anda dari tangga dan Anda akan mengetahuinya."
Raka menarik bibirnya serupa garis lurus. Namun, Sisi dapat melihat kekhawatiran dari sudut bibir Raka. Selanjutnya Raka berkata kepada perawat, "Saya serahkan pada Anda!"
Sayup-sayup Sisi masih dapat mendengar perkataan Kevin kepada Raka, saat dirinya didorong untuk keluar dari ruangan Kevin oleh perawat. "Apakah gadis ini adalah gadis yang menyelamatkan kamu, ketika kamu diculik saat kecil, Raka?"
Kontan Sisi memutar kepalanya. Namun, perawat menghalangi pandangan Sisi. Terlebih saat Sisi sudah didorong untuk menuju ruangan rontgen. Kata-kata Kevin masih menggema di dalam pikirannya. "Apakah gadis ini adalah gadis yang menyelamatkan kamu, ketika kamu diculik saat kecil, Raka?"
Sisi berpikir, apakah yang dikatakan Kevin itu benar? Apakah dia pernah menyelamatkan Raka waktu masih kecil? Kepada dia tidak bisa mengingat hal itu sama sekali? Perkataan Kevin masih berputar di kepala Sisi.
Selepas keluar dari ruangan, untuk melakukan rontgen, Sisi bertemu dengan Raka lagi. Kaki Sisi sudah diplester dan digips. Sisi menatap Raka dengan cemberut dan wajah yang sedih.
Sementara Raka mengerutkan kening, lalu menoleh ke arah Kevin. "Apakah dia benar-benar membutuhkan gips? Bukankah ini terlalu berlebihan?" komentar Raka.
Kevin mengangkat bahunya. "Ini adalah cara terbaik untuk menyembuhkan patah pergelangan kaki. Kecuali tentu saja, jika dia ingin minum obat dan semua efek samping yang menyertainya."
Selanjutnya Kevin mencondongkan tubuhnya kepada Sisi dan bertanya, "Sekarang katakan padaku, siapa yang lebih tampan antara aku dan dia?" Kevin menoleh pada Raka.
Sisi berdehem sebentar, kemudian menjawab, "Anda tahu dokter. Tadi saya sudah memutuskan, bahwa guru saya adalah lelaki paling tampan."
Kevin lalu terkekeh dan menepuk bahu Raka. "Kamu benar-benar telah menemukan murid yang sangat menarik, Raka!"
Sisi mengamati wajah Raka. Dia ingin melihat semburat warna merah, ataupun merah jambu di wajah lelaki tampan itu.