Sisi diantar pulang oleh Raka. Di dalam perjalanan, Sisi tertidur lelap. Dia sangat kelelahan dengan banyaknya tugas pelajaran, yang selama ini diberikan oleh Raka. Terlebih sebelum jatuh dari tangga, Sisi telah melakukan olahraga berat. Seperti pagi itu, saat Sisi melakukan lompat katak, untuk hukuman saat dirinya salah menjawab. Tentu hal itu sangat melelahkan bagi Sisi.
Sisi pun dibopong oleh Raka menuju tempat tidur. Lalu saat terbangun, di sana Vita sedang duduk di bangku samping tempat tidur, dengan sebuah meja di depannya untuk mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh Raka.
Sisi masih memperhatikan apa yang dilakukan oleh Vita Yudana. Namun, perlahan-lahan Sisi mampu mengingat dengan apa yang baru saja dialaminya. Setelahnya, Sisi pun menginginkan sesuatu.
"Vita!" panggil Sisi dengan nada yang lemah, karena dia merasa badannya sangat lelah.
"Astaga, Sisi kamu akhirnya bangun juga!" komentar Vita yang terkejut melihat Sisi. Vita lalu membalikkan badannya ke arah tempat tidur dan bertanya lagi. "Sisi apakah kakimu masih sakit? Apakah kamu membutuhkan sesuatu? Mulai sekarang, izinkan aku untuk membantumu, Sisi!"
Sisi memutar matanya sebelum akhirnya berkata, "Aku sangat lapar, Vita!" pintanya sambil tersenyum manis.
Vita tertawa, lalu menegakkan tubuhnya dan berdiri. "Jangan khawatir aku akan segera mengambilkan sesuatu, agar kamu bisa makan."
Sisi kemudian memaksakan tubuhnya untuk duduk dan menarik selimut untuk melihat kakinya yang digips. Sisi mencoba memegang kakinya dan menggerakkannya ke di atas. Namun, kakinya menolak sama sekali untuk digerakkan. Sisi lalu menghela nafas tak berdaya. "Astaga, setelah ini aku akan banyak merepotkan orang lain," gumamnya.
"Andai pergelangan kakiku yang patah ini, bisa memutuskan hubunganku dengan Thomasz aku rasa tidak masalah, karena itu cukup sepadan!" pikir Sisi kemudian mendesah panjang.
Bibi Jumi kemudian masuk dengan membawa nampan berisi makanan. Perempuan setengah baya itu tersenyum ramah. " Nona Sisi apakah kakimu masih sakit?" tanyanya.
Sisi menggelengkan kepalanya. "Saya bahkan hampir tidak bisa merasakan apapun, Bibi Jumi. Sepertinya mulai sekarang saya akan banyak membutuhkan bantuan Anda. Apakah Anda keberatan untuk membantuku? Seperti kelihatannya, aku akan kesulitan untuk bergerak. Namun, aku berjanji akan berlatih berjalan dengan satu kaki! Aku tidak akan mampu hanya duduk-duduk sepanjang hari."
Kemudian raut ramah bibi Jumi berganti dengan kekhawatiran. "Tidak ... tidak Nona Sisi. Anda tidak akan pernah melakukan itu semua! Saya khawatir jika Anda akan jatuh lagi. Lebih baik Anda beristirahat dengan baik, karena jika tidak, akan ada efek samping yang bertahan lama. Tuan Muda Raka telah menyiapkan kruk dan kursi roda untuk Anda. Kursi roda dan kruk sudah ada di luar pintu. Jadi Nona Sisi, Anda harus menggunakan itu untuk sementara waktu."
Vita lalu membawa kruk itu ke dalam kamar. "Apa yang dikatakan oleh bibi Jumi itu benar, Sisi. Kruk inilah yang inilah yang akan membantumu berjalan.
Sisi mengangguk dan menerima kruk yang dibawakan oleh Vita. "Terima kasih atas bantuan kalian. Bibi Jumi, Vita. Aku akan mencoba berlatih berjalan di sekitar kamar ini dengan kruk."
Bagi Sisi sangatlah mudah menggunakan kruk. Karena alat itu sudah pernah Susi gunakan dalam kehidupan sebelumnya, yaitu saat kakinya patah dan harus bergantung pada kruk selama setengah tahun. "Sepertinya aku masih mengingat tentang cara melatih kekuatan otot menggunakan kruk!" pikir Sisi kemudian tersenyum tipis.
Sisi lalu makan dengan sendok perak di tangannya. Sementara bibi Jumi meminta izin untuk meninggalkan kamar dan Vita belajar lagi di meja kecil samping tempat tidur.
"Vita aku ingin berlatih berjalan!" kata Sisi setelah menghabiskan makanannya.
"Baiklah aku akan membantumu!" sambut Vita.
Setelah beberapa menit latihan, Sisi duduk kembali. Dia lalu mengambil buah apel yang tadi yang masih berada di atas nampan, di samping meja tempat tidur. Setelah berbahan gigitan, Sisi bertanya kepada Vita. "Vita dimana anak-anak dan para gadis tadi?"
"Hmmm, maksudmu para tamu?" tanya Vita menegaskan.
Entah mengapa Sisi dapat menangkap raut tidak nyaman di wajah Vita. "Mereka semua telah diusir oleh paman ke-7 Raka Yudana." Ada jeda sejenak. Apa kamu masih marah kepada kakakku Thomas?"
Sisi mengangkat sebelah alisnya lalu berkata, "Apa maksud kamu masih marah? Apakah kamu berpikir bahwa aku akan benar-benar menikah dengan kakakmu yang bernama Thomas itu?" tanya Sisi dengan nada yang meninggi.
Sekilas terlihat wajah ragu Vita. Namun, kemudian Vita mengangguk. Lalu Sisi menghela nafas dan meletakkan apelnya. "Oke, aku ingin memberikan jawaban kepadamu dengan jujur, bahwa antara aku dan kakak laki-lakimu yang bernama Thomas itu, tidak akan terjalin yang namanya pernikahan! Hal ini karena aku berpikir, bahwa kakak perempuanku,,yaitu Vanda lebih cocok dengan kakakmu yang bernama Thomas itu. Hmmm, bagaimana menurutmu jika Thomas bersanding dengan Vanda? Bukankah mereka terlihat sangat cocok?"
Vita menggigit bibirnya kemudian berkata, "Memang sih kakakmu lebih cocok dengan Thomas. Karena mereka sama-sama terlihat sempurna."
"Ya kamu benar!" jawab Sisi, "lalu mengapa kamu masih saja berpikir, bahwa masih ada harapan antara aku dan kakakmu yang bernama Thomas itu? Tidakkah menurutmu bahwa Thomas dan aku adalah dua orang yang berasal dari dunia yang berbeda?"
Kemudian Sisi mengambil apelnya lagi, menggigitnya dengan gemas.
"Tapi semua orang berkata, bahwa kamulah yang akan menikah dengan kakak laki-lakiku yang bernama Thomas?" kata Vita menatap kepada Sisi.
Kemudian Sisi meletakkan apelnya dan menatap serius ke arah Vita. "Jangan khawatir, aku akan menggunakan berbagai cara untuk membuktikan kepada semua orang, bahwa aku tidak akan pernah menikah dengan Thomas."
Vita menatap Sisi dengan prihatin. Namun, hati Sisi sangat tersentuh dengan kekhawatiran yang ditunjukkan oleh Vita. "Tidak perlu khawatirkan aku, Vita. Karena bahkan jika aku tidak menikah dengan kakakmu yang bernama Thomas itu, aku juga tidak akan mati. Percayalah ketika aku mengatakan, bahwa Thomas bukanlah orang yang tepat untukku."
Vita menggelengkan kepalanya. "Bukan itu maksudku, Sisi! Hanya saja, aku merasa bahwa akan sangat rugi, jika seseorang yang secantik kamu, tidak menikah dengan keluargaku."
Sisi berhenti mengunyah, kemudian menatap Vita dengan takjub. "Vita di mana kamu belajar mengucapkan kata-kata manis seperti itu? Siapa yang telah mempengaruhimu?"
Vita lalu mengikik geli atas perkataan Sisi. Setelah beberapa saat, Sisi berkata lagi, "Vita aku mendengar bahwa paman ke-7 keluargamu pernah diculik saat dia masih muda? Bagaimana pendapatmu tentang itu?" Ya bagaimanapun juga, Raka atau paman ke-7 keluarga Yudana adalah bagian daripada keluarga Vita juga.
Vita mengangguk. "Bahkan saat itu, paman ke 7 hampir saja hampir kehilangan nyawanya. Vita lalu bercerita tentang kronologi, di mana Raka Yudana pernah diculik saat kecil.
Selanjutnya dengan tak sabar, Sisi dorong bahu Vita. "Dan?"
Vita menatap Sisi dengan tatapan kosong. "Maafkan aku, Sisi. Hanya itu yang aku tahu!"
Sisi menghela nafas kecewa. Karena dia ingin tahu lebih banyak mengenai Raka, ingin sekali. Mengetahui apa yang pernah dilakukannya saat kecil untuk Raka Yudana. Kemudian Sisi berkata, "Aku mendengar bahwa sejak kejadian itu, kakek selalu menjaga paman ketujuh kalian. Entah mengapa, aku yakin kakek yang selalu berkata untuk mendisiplinkan paman ke-7 kalian. Itu artinya adalah untuk melindunginya, karena kakek kalian sangat menyayangi Tuan Muda ke-7 Raka Yudana."
Padahal Raka Yudana adalah putra bungsu dari Tuan Tua Qausar Harta Yudana. Meski kadang rasanya tidak masuk akal bagi Sisi, kenapa kakek lebih peduli kepada Raka, daripada saudara-saudaranya yang lain.
Vita tiba-tiba membungkuk dan berbisik kepada Sisi. "Aku juga mendengar hal lain. Bahwa alasan paman ke-7 tetap melajang sampai sekarang, adalah dia sudah memiliki seseorang di dalam hatinya."
Mata Sisi membesar, karena terkejut. Terdapat perasaan yang tak terlukiskan dan begitu mempengaruhi dirinya. Entah mengapa hal itu membuat Sisi tidak nyaman. "Apakah Raka sudah memiliki seseorang dalam hatinya? Siapakah itu?" pikir Sisi.
Sisi ingat bahwa dalam kehidupannya yang sebelumnya, Raka Yudana masih tetap melajang hingga berusia 35 tahun. Apakah Raka akan menunggu Sisi selama 7 tahun, jika Raka sendiri sudah memiliki seseorang di dalam hatinya?
Sementara di dalam kehidupan yang sekarang, Raka baru berusia 26 tahun dan masih lajang. Namun, orang sudah mengetahui bahwa Raka telah memiliki seseorang di dalam hatinya. Siapakah itu? Hingga Sisi kemudian merasa takut dan tak mau mempercayainya.
Lalu Vita berkata lagi, "Hal itu benar, Sisi. Aku tidak berbohong kepadamu. Bahkan kakek terus saja mendesak paman ke-7 untuk menikah. Kakek telah mengatur beberapa kencan untuk paman muda ke-7, namun dia selalu menolaknya. Kemudian paman ke-7 memberitahu kakek, bahwa dia sudah memiliki seseorang di dalam hatinya. Kakek terus meminta kepada paman muda ke-7 untuk membawa pulang gadis itu. Namun, paman ke-7 selalu berkata, tidak bisa."
Vita melihat ke arah sekeliling, dengan hati-hati kemudian berbisik kepada Sisi. "Tapi aku mendengar, saat kakak laki-laki dan perempuanku yang ngegosip. Bahwa mereka mengetahui alasan paman muda ketujuh tidak membawa orang itu pulang, karena seseorang yang di dalam hati paman muda ke-7, adalah seorang laki-laki!"
Mata Sisi membesar. Seorang Raka Yudana mencintai perempuan?Kemudian Sisi tertawa, hingga perutnya terasa keras dan air mata mengalir di wajahnya yang cantik. Tentu saja, Sisi tidak percaya dengan gosip, bahwa Raka adalah gay. Karena Sisi akan lebih percaya, bahwa yang berada di hati seorang Raka Yudana adalah dirinya. Tidak ada gadis lain, apalagi keterangan yang menyebut bahwa Raka adalah seorang gay.
Sambil tersenyum, Sisi membayangkan tentang adegan ranjang yang dilakukannya dengan Raka di kehidupan yang sebelumnya. Tiba-tiba tubuh Sisi terasa panas dan terbakar. Dia merindukan sensasi itu, lalu sesuatu yang ada di bawah sana berdenyut, merindukan sentuhan seorang Raka Harta Yudana.
"Sisi kenapa wajahmu merah?" tanya Vita khawatir.