Sisi mengamati gestur tubuh Raka Harta Yudana. Dia ingin menanyakan kepada pemuda di depannya itu, "Apakah Raka juga mengalami reinkarnasi, kembali ke masa 10 tahun yang lalu dan bisa mengingat semua hal yang mereka lakukan semalam– tentang mereka yang bahkan sudah menikah?"
Sisi mengangkat wajahnya, menatap dengan bingung pada wajah Raka. Sisi masih bertanya-tanya, "Apa Raka juga mengingat, apa yang aku ingat?"
Beralih ke pada masa sekarang. Raka saat ini, seharusnya adalah orang yang tidak bisa didekati oleh siapa pun. Karena dia terkenal berhati dingin. Raka bahkan tidak suka untuk mematuhi aturan kakeknya. Jadi mengapa Raka begitu mudah menerima permintaan Sisi, untuk menjadi guru privatnya?
Sayangnya Sisi hanya bisa menyimpan pertanyaannya itu di dalam hati. Karena dia tidak berani, bertanya secara langsung kepada Raka. Sisi tidak ingin ada hal buruk, jika dia menanyakan hal tersebut. Sementara dirinya juga tidak yakin, apakah Raka juga bereinkarnasi sepertinya atau tidak.
Sisi terlihat bengong melihat Raka, yang mengeluarkan ponselnya. Raka kemudian meletakkan ponsel itu di genggaman tangan Sisi. Tepatnya setelah mengambil tangan mungil Sisi.
"Mana tanganmu? Catat nomor teleponmu di sana. Jangan lupa untuk kirimkan semua materi pelajaran milikmu nanti. Saya akan mempelajarinya lebih dulu, baru kemudian mencarikan metode belajar terbaik untuk kamu?" kata Raka diplomatis.
Sisi tersenyum samar dan dia tidak akan bertanya lagi tentang Dewi Fortuna menghampirinya, tentang banyaknya keberuntungan yang dia miliki hari itu. Dia tidak tahu mengapa Rala memperlakukannya begitu baik, tapi kejelasan dalam situasi ini adalah Raka memberikan kesempatan kepadanya untuk menjadi dekat!
Bukankah dengan saling menyimpan nomor telepon, akan membuat Sisi lebih dekat dengan Raka?
Lalu Raka menerima ponselnya dari Sisi. Setelah Raka juga menyimpan nomor telepon gadis itu. Kemudian Raka memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, dan memasukkan kedua tangannya di saku kanan dan kiri. Raka terlihat acuh, membalikkan badan, kemudian meninggalkan rumah kaca.
Tiba-tiba Sisi diserang kepanikan. "Kenapa sikap Raka menjadi dingin?"
Selanjutnya Sisi kembali ke rumah besar keluarga Latuconsina. Dia mendapatkan beberapa orang pelayan, yang menatapnya dengan tatapan menghina. Kemudian Sisi menuju ke aula depan atau ballroom, sebuah ruangan yang sangat ramai dengan lampu pesta yang semarak, menggantung berwarna putih, juga gelas yang disusun bertingkat dengan cairan berwarna.
"Apa Sisi di sini?" Thomas melambaikan tangannya pada Sisi. Namun, Sisi malah pura-pura tidak melihatnya dan memilih bersembunyi dengan berjalan ke sudut ruangan. Karena biar bagaimana pun Sisi masih sangat emosional– jika melihat mantan suaminya itu– dia ingin membunuh Thomas!
Lalu keberadaan Sisi ditemukan oleh sekretaris Ayah Roy. "Nona muda kedua, ayah Anda ingin berbicara dengan Anda!" katanya. Kemudian Sisi mengangguk dan mengikuti langkah besar sekretaris ayahnya tersebut.
"Ah, Sisi. Ayo ke sini!" kata ayah Roy, melambaikan tangan besarnya kepada Sisi, dengan senyum yang terpancar di wajahnya. Roy Latuconsina berada di samping Tuan Tua Yudana, ayah Thomas, kakek Thomas, dan Raka.
Raka berdiri di samping Tuan Tua Yudana, dengan tangan diletakkan di belakang punggungnya. Ekspresi wajah Raka terlihat cemberut, seperti tidak sabar untuk mendapatkan sesuatu. Melihat itu membuat Sisi menahan senyumnya. Dia merasa geli, mendapati ekspresi daripada Raka.
"Sisi kakek Thomas baru saja bertanya tentangmu. Kemana saja kamu?" tanya Roy dengan senyum mengembang. Hal yang sangat jarang dia lakukan. Tetapi mungkin, ayah Roy tidak menyadari hal itu.
Dengan sopan, Sisi lalu membungkuk kepada Tuan Tua Yudana, "Selamat Malam, Tuan Tua Yudana!" kata Sisi.
Kali ini Sisi tidak ingin menyebut lelaki itu, sebagai kakek Yudana lagi. Karena tujuannya adalah menjadi menantu perempuannya. Dia harus berlaku sopan kepada ayah Raka, bukan?
Namun kakek Raka tidak memperhatikan perubahan dalam sikap dan panggilan yang baru saja dilontarkan oleh Sisi. Hanya satu orang menyadari hal itu. Karena tatapan bertanya pada Sisi, dipancarkan oleh Thomas!
"Sisi ini adalah tuan muda ke-7, namanya Raka Harta Yudana. Kamu bisa memanggilnya paman kecil. Apa kamu masih mengingatnya?" suara ayah Roy terdengar berlebihan saat mengatakannya.
Sisi sendiri bahkan tidak tahu, mengapa dirinya bertingkah seperti itu. Dia ingin menjadi pusat perhatian bagi keluarga Yudana. Dia ingin mengambil hati mereka, karena ingin menjadi istri Raka.
"Aku tidak akan memanggil Raka dengan sebutan paman kecil. Aku tidak menyukainya!" batin Sisi berteriak sambil menatap kepada Raka.
Karena Sisi tidak segera berbicara, Roy lalu berkata lagi, "Kamu tidak ingat? Ah, tentu saja kamu tidak ingat, Sisi. Maafkan karena Sisi kami memiliki ingatan yang buruk. Ingatannya hanya bertahan selama 7 detik. Hahaha, Tuan muda ke-7, Tolong jangan pedulikan dia?" kata ayah Roy yang bernada seperti seorang penjilat. Bahkan Sisi mengira bahwa ayahnya itu, akan bersujud kepada keluarga Yudana!
Raka tidak terhibur oleh perkataan daripada Ayah Roy. Sebaliknya dia malah menatap dalam kepada Sisi.
Selanjutnya Tuan Tua Yudana melihat kepada ayah Sisi, dengan wajah yang tersenyum sambil berkata, "Sisi sudah sangat dewasa sekarang. Dia tumbuh menjadi gadis cantik. Apakah kamu masih ingat penculikan ketika kita pergi jalan-jalan saat kamu masih kecil, Sisi? Jika bukan karena kamu, Raka tidak akan hidup sampai hari ini. Apakah kamu masih mengingat hal itu?"
Sisi melihat ke arah Raka, kemudian beralih kepada ayah Roy yang terlihat sangat bersemangat. Sisi menggelengkan kepalanya perlahan.
Tuan Tua Yudana tersenyum, lalu menghela nafas. "Baguslah kalau kamu tidak bisa mengingatnya, Sisi. Setidaknya itu akan mengurangi trauma mu."
"Yang lalu biarlah berlalu. Yang penting adalah sekarang. Lihatlah kesuksesan yang dicapai oleh Raka!" seru Ayah Roy berbalik dan tersenyum manis kepada Tuan Tua Yudana, "kakek Yudana, Anda pasti sangat senang memiliki Raka di sisi anda!" imbuhnya.
Tuan Tua Yudana tersenyum dan berbalik untuk melihat putranya, dengan wajah yang bangga. Namun, Raka malah berkata, "Apa benar Sisi sekarang sedang berada di kelas 3 SMA?"
Ayah Roy terkejut. Namun, sejurus kemudian dia mengangguk. "Ya dia sekarang berada di tahun ketiga SMA dan dia akan mengikuti ujian masuk universitas tahun depan."
"Bagaimana nilai pelajaran Sisi?" tanya Raka mengejar.
Kemudian dalam sepersekian detik, sebuah pikiran setelah melintas di benak Sisi. Sisi menatap heran kepada Raka. Namun, Raka tidak melihatnya, karena wajahnya fokus kepada ayah Roy.
Terlihat Ayah Roy yang dilema. Sepertinya Sisi dianggap sebagai anak yang memalukan, jika disandingkan dengan keluarga Latuconsina!
"Ah, nilai saya tidak begitu bagus dalam pelajaran," aku Sisi mengambil kendali. Sisi berkata dengan nada yang lembut dan Sisi juga dapat merasakan, wajahnya yang memerah karena malu.
"Hmm, kalau begitu biarkan saya menjadi guru untuk Sisi. Saya akan menjadi asisten dosen universitas terbaik di kota ini, mulai semester depan. Saya ingin mencari siswa untuk persiapan, sebelum saya mulai bekerja di sana. Dan biaya bimbingan belajar ini adalah gratis. Saya menyarankan, agar sebaiknya Anda tidak menolak tawaran saya? kata Raka dengan suara yang lembut dan tidak ingin dibantah.
Hingga membuat semua orang yang berada di ruangan itu tercengang. Mereka semua kaget dan seperti tidak percaya, dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Raka. Berbeda dengan Sisi yang kini merasa, seperti terbang ke awan, karena bahagia. Ini seperti sebuah kejutan yang sangat menggembirakan hatinya. Raka ternyata meminta persetujuan dari ayah Roy dan keluarga Yudana.
Namun, alih-alih menolak, Ayah Roy terlihat sangat gembira. Dia menggosok kedua tangannya dan berkata, "Astaga, itu bagus sekali. Oh, ini adalah kesempatan bagus bagi Sisi. Sisi tahukah kamu jika Tuan Muda Raka Harta Yudana ini adalah lulusan camlaude terbaik di kota kami? Ayah menyarankan padamu untuk tidak menolak tawaran dari Tuan Muda Master ke-7 keluarga Yudana ini, Sisi!"