Di lantai bawah, tepatnya di halaman Villa milik Raka. Sesosok pemuda bertubuh tegap sudah mengenakan pakaian olahraga. Beberapa butiran keringat muncul di wajahnya yang halus, menandakan bahwa dia sudah menyelesaikan sesi latihan.
Namun, di tangan liatnya terdapat kertas-kertas yang telah dikerjakan oleh Sisi dan Vita dalam 2 hari terakhir. Saat mendengar derap langkah kaki yang mendekatinya, Raka menoleh.
"Oke. Mari kita pemanasan dulu. Untuk sesi pemanasan, kalian harus lari 800 meter!" seru Raka dengan nada menggumumkan.
Sementara tanpa ba-bi-bu lagi, kedua gadis itu lalu berlari dengan patuh. Kemudian Raka memilih mengawasinya, berjalan ke sebuah paviliun kecil, yang berada di samping rumah besar, untuk beristirahat.
Di dalam hati, Sisi dan Vita mengaduh, mereka merasakan latihan yang keras. Bahkan keduanya menduga kalau hari ini adalah dimulainya mode neraka untuk mengajari mereka!
Sisi dan Vita menyelesaikan sesi latihan– pemanasan selama setengah jam yang menyiksa. Mereka berdua terlihat sangat kelelahan, karena tidak terbiasa berlari. Bahkan pada putaran terakhir, keduanya berjalan, karena kakinya sudah terasa sangat letih.
Namun, saat Sisi dan Vita berjalan, Raka memandang kepada keduanya dengan berkata, "Sampai saya dengar kalian berdua berani begadang, hingga tengah malam lagi, tanpa bisa menjaga stamina untuk belajar. Saya tidak segan memberikan hukuman yang lebih berat. Earr ... bukankah kalian takut mati muda, dan sudah paham mengenai kebiasaan begadang yang sangat buruk untuk kesehatan?"
"Lah kan kamu menyiksa ku seperti di neraka, Raka. Ini kan semua karena pekerjaan latihan yang kamu berikan, kertas-kertas yang saat ini ada di tanganmu itu. Jadi kami berdua harus begadang sepanjang malam. Lalu di mana kesalahan kami, huh?" protes Sisi di dalam hati, karena dia tidak berani melontarkan kata-kata itu di depan Raka.
Raka membolak-balikkan kertas di tangannya. Sejurus kemudian, Raka berkata, "Vita saya sudah melingkari poin-poin penting di dalam kertasmu. Pergilah ke ayunan yang berada di sana dan hafalkan, ya? Karena tidak ada sarapan untukmu sampai kamu menyelesaikan menghafal semuanya!"
Tanpa membantah, Vita dengan cepat mengambil kertas dari tangan Raka dan bergegas menuju ayunan. Untuk memulai latihan daya ingat tentu saja. Dia tahu seperti apa watak dari pada Raka Harta Yudana. Terlebih dia juga diajari oleh sang ibu, untuk berusaha keras, agar tidak menjadi rantai terlemah di keluarga Yudana.
"Sisi!" panggil Raka.
"Hmmm, ya!" jawab Sisi lalu bergegas menuju Raka.
Raka melihat kepada Sisi, kemudian secara bergantian, melihat pada kertas yang ada di tangannya. Raka berkata, "Mulai sekarang, jika kamu mendapatkan satu pertanyaan yang salah di kertas ujian. Entah itu karena salah perhitungan atau karena kecerobohanmu, kamu harus melakukan 10 kali lompatan!"
Sisi melihat dengan pandangan tak percaya dan menunggu perkataan Raka selanjutnya.
"Melakukan lompat katak!" jelasnya, "hmmm, untuk hari ini, kamu harus melakukan 50 kali lompatan katak. Sisi sebaiknya mulailah dari sekarang?" saran Raka.
Seperti waktu yang terjalin begitu lama, Sisi merasa linglung. Apakah dia masih sanggup untuk melakukan 50 kali lompatan katak, setelah lari? Bahkan tubuhnya terasa sangat lemah. Terutama kakinya.
Namun, saat Raka melihat ke arahnya, Sisi akhirnya memutuskan untuk memohon. "Tuan bisakah saya mengajukan hukuman yang lain?"
Raka tidak menatap Sisi ataupun menoleh kepada gadis itu. "Di rumahku adalah aturanku!" kata Raka dingin.
Perkataan Raka itu membuat Sisi membeku di tempatnya. Karena Raka memang tidak suka ditawar-tawar. Apa yang menjadi keputusannya adalah harus ditaati oleh semua. Terutama oleh orang yang sudah bersedia untuk menjadi muridnya bukan?
Sisi menggigit bibirnya. Kemudian menatap ke arah Raka. Dia ingin mengetahui sinar mata lelaki itu. Apakah Raka memiliki empati terhadapnya atau tidak. Namun, sayang Raka mengabaikan Sisi. Bahkan tidak menoleh sama sekali kepadanya.
"Raka aku akan mengingat ini. Camkan, itu Raka!" seru Sisi di dalam hatinya. Dia merasa sangat kesal terhadap Raka.
Raka mengamati Sisi yang mulai melompat katak. Namun, pada lompatan kelima, terdengar suara deru mesin mobil dari luar gerbang. Sosok di dalam mobil itu adalah sekelompok pria dan wanita muda dan kontan Sisi berhenti dari melompat– untuk melihat siapa saja mereka. Namun, akhirnya Sisi tersadar karena bentakan dari Raka.
"Sisi siapa yang menyuruhmu berhenti!" tantang Raka dengan nada suara yang memperingatkan.
Selanjutnya Sisi dengan cepat meletakkan tangannya di belakang kepala, lalu melompat dan melompat sambil menghitung.
"Hahaha ... sepertinya seseorang sedang dihukum!" Sebuah suara terdengar sangat mengejek. Itu adalah Ivana, adik dari Thomas, putri tertua Tuan Jerry.
"Ah, Ivana! Kamu adalah daftar orang ke-10 yang tidak ingin aku lihat dalam kehidupanku kali ini," gumam Sisi sambil terus melompat katak.
"Sisi!" panggil Thomas, sosok lelaki yang yang masih suka sekali membuntuti Sisi kemana-mana. Namun, Sisi tidak peduli dan malah melanjutkan lompat kataknya. Karena Sisi tidak menyukai Thomas.
"Saudara Thomas jangan ganggu Sisi. Saya yakin Paman ke-7 punya alasan untuk melakukan ini!" seru Vanda menghentikan Thomas yang akan menuju Sisi.
Hal itu membuat Sisi bertanya-tanya. Apakah Raka tahu bahwa sekelompok orang ini akan datang dan dia sengaja menghukum Sisi dihadapan mereka? Ah, Sisi bahkan tidak keberatan kehilangan muka. Lagipula Sisi tidak peduli, bagaimana orang-orang berpikir tentang dirinya.
Selanjutnya Ivana bergerak untuk berada di depan Sisi. Mata lebarnya melihat ke arah Sisi yang sedang melompat-lompat. Gadis itu pun tidak bisa berhenti tertawa. "Ya, Tuhan! Sisi kamu terlihat sangat bodoh!" ledeknya.
Sisi mengatur nafasnya yang memburu. Bahkan dia mengeratkan gigi kelincinya, sambil bersikap acuh tak acuh, dengan terus menyelesaikan hukuman dari Raka.
"Sisi berapa kali Paman ke-7 menghukummu untuk melakukan semua ini?" tanya Thomas berada di samping Sisi. Lelaki itu terus memperhatikan gadis cantiknya. Namun, Sisi mengabaikannya.
"Apakah kalian lupa siapa tuan rumah di sini?" tegur Raka Harta Yudana dengan nada dingin, datar, dan tegas. Tetapi dari wajahnya, siapa pun bisa melihat raut tidak senang yang kentara.
Thomas dan Ivana pun mulai menjauhi Sisi dan bergerak ke arah Raka.
"Paman ke-7 kami kesini untuk mengunjungi Anda!" kata mereka berdua serempak.
Ivana merupakan putri kesayangan di keluarga Yudana. Bahkan ketika dia melewati ayunan tempat di mana Vita belajar, Ivana bersikap acuh. Seolah Ivana tidak mengenali Vita. Karena di mata Ivana, Vita tidak lebih berharga daripada para pelayan di rumah besarnya.
"Sisi kurang berapa kali kamu melompat?" tanya Raka memanggil dari tempatnya duduk di pavilion.
"3 ... 2 ... 1 ... selesai!" jawab Sisi dengan suara yang lantang.
Thomas lalu segera membantu Sisi untuk bangun dari lantai.
"Sisi ingat, lebih banyak kesalahan yang kamu lakukan dalam mengerjakan tugas, akan semakin lebih banyak hukuman yang akan kamu dapatkan!" kata Raka.
Sisi menundukkan kepala dan menjawab dengan nada yang lemah, "Iya!"
Ivana memegang lengan Sisi. Kemudian gadis itu berkata dengan nada yang mengejek, "Paman ke-7 benar-benar jenius. Adik perempuan saya ini sangat keras kepala. Tanpa sedikit penderitaan, pasti dia tidak akan berusaha untuk bekerja keras. Orang tua kami telah mencoba, untuk membuatnya belajar, bahkan dengan begitu banyak metode. Terapi tidak ada satupun yang berhasil. Papan ke-7 Anda benar-benar luar biasa. Ini adalah pertama kalinya saya melihat adik perempuan saya bertingkah begitu penurut dan bekerja keras!" seru Ivana.
"Sisi kamu harus menuruti kata kata gurumu. Jangan kecewakan dia, oke?" imbuh Ivana kemudian mengayunkan lengan Sisi dengan ringan.
Seolah sikap Ivana itu adalah serupa kakak perempuan terbaik penuh perhatian di dunia ini. Padahal Sisi menganggap bahwa sikap Ivana itu sangat menjijikkan! Secara diam-diam Sisi lalu mengambil tangannya yang diapit oleh Ivana.
Ivana berkata dengan penuh semangat, "Paman ke-7 orang tua kami telah membawakan beberapa buah segar dan makanan ringan untuk Anda. Ini adalah bentuk terima kasih, karena telah membantu kami mendisiplinkan adik perempuan saya yang putus asa saat ini!"
Ivana benar-benar merupakan orang yang pandai dalam bercakap-cakap. Karena hanya dalam satu kalimat saja, dia bisa menyampaikan harapan terbaik orang tuanya, berterima kasih kepada Raka, dan membuat Sisi merasa sama sekali tidak berharga.
Mata Sisi berkilat memandang Ivana. Bibir delimanya pun bergetar hebat. Dan lagi-lagi Sisi menggertakkan giginya.