Tangan kanannya yang sejak tadi memegang selang air berwarna biru itu pun mulai dilepas ke bawah. "Sebentar ya, Kak. Biar saya panggilkan dulu," ucapnya seraya mengusapkan kedua tangannya pada kaosnya itu.
Setelah kepergian wanita itu, tiba-tiba tanganku dicakar kucing yang sedang kubopong itu. Spontan membuatku langsung melepaskan tubuhnya yang mungil itu dan dia pun berlari jauh dariku.
***
Lalu, untuk apa aku datang jauh-jauh dari rumah ke rumahnya Andra kalau kucing itu sudah menghilang?
"Hai, ada apa, Sayang?"
Kalimat yang keluar dari mulut seseorang membuatku sedikit terkejut, mengakibatkan pandanganku langsung ke arah suara itu.
"Sayang? Sejak kapan kita pacaran?" tanyaku kesal.
Kemudian, dia langsung menertawakanku. Uh, rasanya ingin kutonjok muka sialan itu! Tapi, ganteng. Enggak jadi, ah ...
"Hei! Ada apa, Serena?" serunya membuatku terkejut untuk kali kedua.
"Hmmm ... Ayo kita jalan-jalan!" jawabku klasik.
Dari pada pulang lagi ke rumah, mending ngajak jalan saja. Lagian kalau di rumah, rasanya sangat bosan dan suntuk sekali.
Di sini, keadaanku belum mandi sama sekali dan bahkan belum dandan. Mungkin terlihat sangat kucel di hadapannya. Ah, masa bodoh! Aku ke sini tidak mempunyai niat untuk jalan-jalan dengannya, tapi karena capek di rumah, sekalian saja deh.
"Ya sudah, ayo masuk dulu! Kita siap-siap ya," titahnya seraya membuka pintu gerbang rumahnya yang ternyata sudah tidak dikunci.
Aku hanya mengangguk, lalu menginjakkan kakiku pada halaman depan rumahnya setelah pintu gerbang terbuka. Dan aku pun membuntutinya sembari memandangi kedua kakinya yang terlihat sangat gemas.
"Eh ... Kenapa aku pakai ini?" seruku, lalu langsung kututup dengan kedua tanganku.
Seruanku membuatnya menoleh ke arahku. "Ada apa?" tanyanya terlihat panik.
Kedua kakiku pun langsung mengambil dua langkah ke belakang secara hati-hati, sembari menggeleng-geleng. "Tidak apa-apa."
Kemudian, dia melanjutkan langkahnya lagi.
Begitu masuk, aku langsung disambut hangat oleh mamanya. Bahkan beliau sempat memeluk tubuhku dan berulang kali mencium kedua pipiku. Sampai aku merasa tidak enak, karena dari awal tidak pernah menyangka kalau kejadiannya bakalan seperti ini.
"Hei, masuk-masuk! Jangan sungkan ya!" kata mama Andra di sela pelukannya.
Kemudian, beliau menggandeng lenganku dan langsung membawaku masuk ke ruang tamunya. Dia pun menyuruhku duduk di sofa panjang yang ada di depan dinding. Dan satu hal yang bikin aku tak percaya, adalah ketika mamanya duduk di sampingku. Ya, pas di sebelahku. Bahkan jaraknya mungkin hanya satu sentimeter saja.
"Mbak, minta tolong bikinkan minuman dingin dan camilan untuk temannya Andra ya!" perintah beliau dengan kalimat yang terdengar sangat sopan. Jarang-jarang ada yang seperti ini.
"Ah, tidak usah repot-repot, Tante," celetukku sembari melambaikan tangan dalam keadaan punggung sedikit membungkuk.
Beliau langsung tertawa kecil saat melihatku yang merasa tidak enakan ini. Tanpa kusangka lagi, tangannya mulai membelai rambutku bagian belakang.
"Ternyata kamu lebih cantik dari yang mama duga," dia memujiku, membuat kedua pipiku terasa hangat dan mungkin sedikit memerah.
"Terima kasih, Tante." Senyumku pun mengembang di hadapannya.
"Oh ya ...." —Beliau tiba-tiba mendekatkan wajahnya pada telingaku— "Andra sering menceritakan tentangmu padaku. Saat bercerita, dia selalu tersenyum saat menyebutkan namamu," bisiknya. Spontan membuatku langsung menutup mulut.
Dari balik pintu kamar yang berhadapan dengan ruang tengah, muncul Andra yang sudah memakai celana jeans panjang berwarna hitam dan kaos hitam polos dengan dihiasi kalung rantai silver pada lehernya.
"Mama jangan bongkar rahasia ya!" sambung Andra seraya memakai jaket kulit berwarna hitam juga.
"Siap, aman!" kata mama, lalu menoleh padaku dan memberiku sebuah kode yang memintaku untuk tutup mulut.
Aku hanya tersenyum melihat keharmonisan mereka berdua. Andai, aku bisa seperti mereka, pasti rasa bahagiaku melebihi segalanya. Tapi, tidak masalah! Aku wanita kuat! Ke mana-mana sudah kulewati sendirian, meskipun sering dibantu dengan finansial kedua orang tuaku.
Dari pintu kamar yang telah kukatakan tadi, Andra mulai berjalan mendekatiku. Lalu, menggandeng lenganku sembari berkata, "Ayo, kita berangkat sekarang!"
"Issshhh ... Biarkan dia makan camilan dulu, Ndra! Pasti dia capek, jalan dari rumahnya hingga sampai di sini." Mama menahanku dengan cara menarik lenganku yang satunya.
"Nanti kubelikan di luar, Mah. Takutnya nggk cocok sama Serena. Sudah ah, kami pergi dulu ya, Ma."
Benar dugaanku, Andra sangat bandel! Padahal aku sudah merasa nyaman saat bareng mamanya. Di sini, aku tidak berani memihak pada salah satu dari mereka. Yang bisa kulakukan hanya pasrah dan mengikuti alur.
Untung saja, saat aku mulai beranjak dan membenahi pakaianku, wanita yang sempat kutemui pertama kalinya tadi itu datang dengan membawa nampan di tangannya. Nampan itu berisi sesuai dengan pesanan mama Andra.
"Maaf, Nyonya ... Aku telat menyajikannya," seru wanita yang tak kukenali namanya dengan tubuh dan pandangannya yang menunduk.
"Iya, enggak apa-apa. Tolong jemur tikar yang ada di lantai dua ya, Mbak! Sudah lama belum dijemur juga," mama Andra kembali memerintah.
Sedangkan aku berusaha mempertahankan diri untuk tinggal sementara di sini, menikmati camilan buatan orang yang dipercaya oleh keluarga ini. Beberapa kali juga aku menolak dengan alasan yang sama.
"Ayo! Keburu siang loh ...," kata Andra dengan posisi sama, yaitu berdiri di depanku sambil menggenggam pergelangan tanganku.
"Sebentar lagi ya, aku mau makan ini dulu," tolakku secara halus.
Mungkin, mama Andra mendengar perdebatan kami, hingga beliau ikut berbicara untuk mendukungku tetap di sini.
"Biarkan saja dia di sini lebih lama, Nak. Mungkin dia benar-benar lagi capek."
"Baiklah," sahut Andra pasrah, lalu duduk di sofa tunggal yang ada di sebelah kiri agak depan.
Dan akhirnya, kami berdua baru pergi jam sebelas siang setelah berbincang dengan mamanya. Untung saja aku selalu memakai parfum setiap saat, jadi tidak bau ketek dan tetap terlihat segar, meskipun penampilan masih kucel.
Tapi, sebelum benar-benar keluar dari kompleks perumahan, Andra sempat mengantarku pulang untuk pergi mandi dandan senatural mungkin. Karena katanya, dia tidak ingin aku mempermalukan diriku sendiri. Soalnya di luar sana masih banyak cowok-cowok yang memandang penampilan. Katanya lagi, walaupun tidak mandi, minimal saat dipandang itu terlihat segar dan tidak kucel.
Dan semua perkataannya itu benar-benar berguna buatku. Bukannya sakit hati, aku malah senang bisa mengenalnya, meskipun perkenalan kami itu bisa dibilang tidak sengaja.
...
Sesampainya di sebuah kafe yang terkenal di kota kelahiranku ini, Andra langsung menanyakan menu yang paling aku suka, sebelum dia memesannya. Dan aku, hanya menyebutkan beberapa saja dari banyaknya makanan yang kusukai. Setelah itu, dia langsung pergi ke meja kasir untuk memesan makanan sekaligus membayar, karena sistem kafe ini bayar dulu sebelum menikmati.
Bersambung ...