"Untuk apa kita menyerah? Ayo, kita lakukan bersama! Jangan menyerah begitu saja!"
Aku mengibaskan tanganku dengan kasar, ketika tangannya mulai menyentuhnya. "Apa kau tidak sadar? Dari awal kita yang salah, Ndra! Apakah pantas kita berlari seperti ini?" protesku berusaha menyadarkannya.
"Memangnya kamu ingin dihukum, padahal hanya terlambat beberapa menit saja?" tegasnya, namun 'tak membuat keyakinanku luntur begitu saja.
Dengan hela napas panjang, aku mulai memberanikan diri untuk membenarkan ucapannya. "Meskipun telat sedetik, peraturan tetaplah peraturan, Ndra! Apa kau tidak tahu itu?"
"Baiklah, kita menyerah!" Dia langsung memalingkan wajahnya, lalu berteriak, "Kami ada di sini! Jika, kalian ingin menangkap kami, tangkaplah kami di sini!"
Tak lama kemudian, beberapa guru pun datang untuk membawa kami ke ruang guru. Baru saja keluar dari kelas, beberapa siswa dan siswi berkerumun hanya ingin melihatku dan Andra yang berjalan di tengah-tengah guru.
Beberapa dari kerumunan itu, aku sering mendengar kalimat yang hampir sama di setiap bibir yang berbeda.
katanya, "Hei, cowok ganteng itu dari sekolah mana? Kenapa bisa bareng Serena?"
Katanya lagi, "Bisa-bisanya cowok itu dekat sama Serenaku!"
Dan masih banyak lagi kalimat yang memiliki inti yang sama.
Tetapi, aku di sini tidak terlalu fokus dengan ucapan mereka. Aku hanya takut, jika kedua orang tuaku dipanggil ke sekolah karena masalah ini. Seumur-umur, aku tidak pernah mendapatkan masalah di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.
Setibanya di ruang guru, beberapa guru mulai kembali ke tempat duduknya, sedangkan aku dan Andra pergi mengikuti kepala sekolah yang ruangannya ada di paling ujung.
"Duduklah! Jangan terlalu panik!" ucap kepala sekolah yang kelihatannya sangat senang ketika mendapat mangsa.
Setelah kami berdua duduk, tiba-tiba kepala sekolah beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah belakang kami.
'Sebenarnya, apa yang beliau lakukan? Jangan sampai ada kejadian-kejadian aneh!' Aku berkata dalam batinku.
Tak lama kemudian, dia muncul kembali sembari membawa tiga botol kecil air minum yang sekali pakai. Lalu, meletakkan di atas meja, tepat di depan kami.
"Minumlah terlebih dahulu! Baru nanti kita akan berbincang santai. Tak perlu takut masalah hukum di sekolah ini," ujarnya dengan santai.
Meski demikian, pikiran dan perasaanku tetap tak tenang.
"Terima kasih, Pak. Tolong, beri tahu kami sekarang!" sahutku tegas.
"Baiklah! E'hem ...." Pria dengan perut buncit sekaligus berbadan gemuk, memiliki wajah bersih tanpa brewok itu, dan yang memiliki jabatan tinggi di sekolahan ini pun mulai duduk di singgasananya.
"Bapak tidak ingin kamu dihukum begitu saja, jadi tolong, ikuti perkataan bapak! Bapak tidak akan memanggil kedua orang tuamu ke sini. Lalu, untuk kamu, anak baru ...."
Sontak Andra terlihat sangat kaget. "Saya, Pak? Ada apa?" sahutnya yang langsung meluruskan punggungnya.
"Karena kamu masih baru, jadi aman. Tolong, jangan ulangi hal yang sama," protes kepala sekolah dengan duduk bersandar.
Sebentar ... Jadi, Andra ini anak baru di sekolahanku? Sejak kapan? Apa sejak hari ini? Sungguh sulit dipercaya.
Disela diriku yang sedang melamun, beliau mengejutkanku dengan mengakhiri pertemuan yang tidak terlalu penting ini. "Baiklah, kalian boleh keluar sekarang! Sisanya, biar bapak saja yang membereskannya."
Benar-benar sulit kupercaya. Apakah hanya seperti ini? Mengapa tidak jadi menghukumku?
Lalu, Andra kembali menggandeng tanganku dan membawaku keluar dari ruangan yang membosankan ini. Benar saja dugaanku, beberapa guru yang masih ada di ruang guru pun mulai memperhatikan langkahku. Seakan-akan aku mendengar suara bisikan dari mereka.
"Hei, anak baru ... Ke sini dulu!" panggil seseorang yang membuatku ikut menoleh ke arah suaranya.
"Iya, ada apa, Bu?" tanya Andra setelah menghampiri pemilik suara.
Aku hanya diam mematung — tak tahu apa yang harus kulakukan. Sampai akhirnya, dia menegurku.
"Maaf, untuk Serena, bisa kembali ke kelasnya ya, Nak."
Seketika tubuhku langsung membungkuk dan menyahuti kalimat guru yang memanggil Andra tadi, "Baik, Bu. Sampai jumpa lagi ya, Ndra."
"Baiklah, Serena."
Setiap langkah yang kuambil, aku hanya memikirkan tentang Andra. Tubuhnya yang tinggi, wangi, wajah bersih tanpa jerawat, memiliki lesung pipi saat tersenyum, rambutnya sangat harum ketika tanpa sengaja berdekatan dengan hidungku dan memiliki gaya poni ke samping kiri dengan bagian sisi sampingnya sangat tipis. Uhhh ... Sungguh membuat hatiku meleleh saat melihatnya. Ditambah kumis tipis yang ada pada wajahnya. Dan yang paling membuatku tergila-gila adalah, ketika tangannya menggenggam erat tanganku dan membawaku berlari bersamanya.
"WOI, SERENA!!! APA KAU AKAN TERUS MELEWATI KELASMU SAJA?"
Mendengar pekikan itu, membuat tubuhku sedikit meloncat dan jantungku langsung berdegup kencang. Untung saja tidak lepas dari tempatnya nih jantung.
"HEI!!! APA-APAAN KAMU INI!? UNTUNG SAJA JANTUNGKU MEMILIKI GEMBOK YANG KUAT, JADI ENGGAK BAKAL COPOT!" bentakku seraya masuk ke kelas.
Beberapa kelas ada yang belum kedatangan guru pengajar, termasuk kelasku. Alhasil, beberapa teman cewekku ada yang bergosip dan ada yang dandan, sedangkan teman cowokku kebanyakan sedang melakukan konser dadakan di kelas, sembari menunggu guru pengajar datang. Dan aku, hanya duduk mematung di tempat dudukku sambil menatap papan tulis yang kemungkinan tergores oleh benda tajam.
Selang beberapa menit, aku melihat guru pengajar wanita sedang masuk ke kelas. Sontak seluruh temanku langsung kembali ke tempat duduknya dan menutup mulutnya rapat-rapat.
"Baik! Beri salam ya!" seru ketua kelas yang duduk di bangku paling depan.
"SELAMAT PAGI, BU EVI!" ucap seluruh murid yang ada di kelas dengan sangat nyaring.
"Pagi juga anak-anak. Baik. Sebelum melakukan pembelajaran hari ini, ibu akan memperkenalkan kalian pada teman baru kalian. Tolong jaga sikapnya ya!" kata Bu Evi yang berdiri di depan bangkunya.
"Iya, Bu!" jawab teman-teman serentak, termasuk aku.
Kemudian, Bu Evi menyatap ke arah pintu kelas yang terbuka lebar. "Silakan masuk, Nak!"
Dan benar saja dugaanku. Murid baru itu adalah Andra, pria yang sempat mengajakku kabur dalam situasi genting. Tatapannya terus ke arahku dengan dihiasi senyum manisnya. Dan dia langsung berdiri di samping Bu Evi, mengahadap ke arah murid-murid yang sedang duduk damai.
"Perkenalkan dirimu ya, Nak!" titah Bu Evi, lalu menghampiri tempat duduknya dan langsung mendaratkan pantatnya di sana.
Yang buatku semakin heran, tatapan Andra seakan-akan tidak ingin lepas dari wajahku. Dia terus saja menatapku dan wajahnya penuh dengan wajah-wajah seperti orang jatuh cinta.
"Baiklah. Sebelum saya memperkenalkan diri saya. Saya ingin menyapa pada seseorang yang membuat pikiranku tak tenang." Seketika wajahnya langsung menunduk. Sepertinya dia sedang tersipu malu.
"Hayoo, siapa tuh???" sorak-sorai penuh tanda tanya dari beberapa murid yang penasaran.
Dia begitu lama menundukkan wajahnya, hingga Bu Evi pun tak sabar untuk menunggu lagi. Sudah tiga menit berlalu yang dibuang dengan percuma. Namun, saat Bu Evi hendak berdiri untuk menegurnya, tiba-tiba Andra mengangkat kembali wajahnya hingga langsung berhadapan denganku.
"Hai, Serena ... Nama dan wajahmu sangat cantik. Senang bisa bertemu denganmu," celetuknya tanpa memberiku persiapan.
Benar-benar membuat pipiku merona seketika.
Bagaimana ini?
Bersambung ...