Ketika Pysche telah kembali ke istana dan masuk ke dalam kamarnya, Pysche tak mampu berhenti untuk menangis. Hatinya hancur. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat itu. Dia merasa dalam dilema yang begitu besar antara menerima ketulusan Woon dengan sepenuh hati atau menepati janjinya kepada sang ayah angkat. Pysche tidak ingin mengkhianati keduanya. Tapi bagaimana caranya?
Saat itu Binju muncul dan menemukan bahwa Pysche nampak begitu berantakan dengan mata merah yang bengkak. Seketika dia mengernyitkan dahinya. Binju berjalan perlahan dan duduk di samping anak angkatnya.
"apa yang membuat mu nampak begitu berantakan seperti ini Pysche?" tanya Binju dengan nada datar. Dengan terbata-bata gadis itu bercerita bahwa hari itu Woon baru saja mengungkapkan perasaannya kepada Pysche. Hal ini membuat Binju seketika mengembangkan senyumannya. Prediksinya tentang Woon ternyata memang benar. Pangeran itu memang telah jatuh hati kepada anak angkatnya.
"itu berita bagus. Lalu kenapa kau menangis?" tanya Binju tak paham. Pysche terdiam sejenak untuk mengatur nafasnya sebelum mampu menjawab pertanyaan Binju.
"aku rasa... Aku tidak mampu menyakitinya ayah... Maafkan aku, tapi sungguh aku tidak mampu mengkhianati pangeran Woon...." jawab Pysche dengan suara pelan. Gadis itu menundukkan wajahnya tak mampu melihat ke arah ayah angkatnya. Dia terlalu malu dan merasa bersalah.
" maksudmu kau tidak akan bisa mengambil kristal merah dari Woon? " Binju menanyai Pysche dengan nada suara yang dingin dan mengancam. Respon sang ayah membuat gadis itu ketakutan dan menahan nafasnya. Dia seolah tidak berani untuk bergerak sedikit saja ataupun menghirup udara di sekitarnya.
" ma... Maafkan aku ayah...." ucap gadis itu dengan pelan.
Tiba-tiba saja semua udara di tenggorokannya terasa tercekat. Binju telah mencekik leher gadis itu dengan kuat. Matanya dipenuhi amarah yang menyala-nyala. Binju mengangkat tubuh mungil Pysche ke udara dan membuat gadis itu kesulitan untuk bergerak. Pysche dengan sekuat tenaga mencoba menahan tangan Binju yang kekar agar dia mampu bertahan untuk bernafas. Semua udara di sekitarnya terasa telah benar-benar menghilang.
"Gadis tidak berguna!" Binju melemparkan tubuh Pysche ke tembok dengan keras.
"Aku menyuruhmu memikatnya dan membuat bocah itu jatuh cinta kepadamu! Aku tidak pernah menyuruhmu untuk jatuh hati kepadanya!" suara Binju menggelegar di udara. Dia segera berjongkok di depan Pysche dan mengangkat dagu gadis itu dengan paksa.
" hanya ada satu hal yang ku suruh kepadamu, hanya ada satu!! Merebut kristal merah darinya!! Dan kau tidak mampu melakukannya! Dasar gadis bodoh dan naif!!" Binju mendorong keras gadis itu hingga dia membentur lantai.
Binju melemparkan segala sesuatu yang dilihatnya dan menghancurkan semua benda di kamar itu. Pysche hanya mampu memandanginya diam dari sudut ruangan sambil memeluk kedua lututnya. Dia tidak pernah tahu bahwa ayah angkatnya adalah orang yang sangat menakutkan. Seluruh badan Pysche gemetar karena rasa takutnya. Binju menatap tajam ke arah gadis yang meringkuk ketakutan itu, tatapannya seolah ingin membunuh Pysche saat itu juga. Namun dia segera pergi keluar meninggalkan Pysche sendirian. Jika dia tinggal lebih lama, Pysche merasa bahwa ayah angkatnya akan benar-benar membunuhnya seketika.
Sejak kejadian itu Pysche nampak murung dan lemas. Dia berjalan bagaikan mayat hidup yang tidak memiliki sorot mata kehidupan. Sikap ini membuat Woon merasa sangat cemas dan khawatir. Dia mengajak Pysche untuk berbicara di tempat sepi dan menanyakan hal apa yang tengah memganggu pikirannya dan membuatnya begitu sedih. Pysche tidak menjawab dan hanya menggelengkan kepalanya.
Meskipun hati Pysche telah hancur berkeping-keping melihat amarah yang dinampakkan oleh Binju kepadanya. Pysche tidak ingin menceritakan semua itu kepada siapapun, terutama Woon. Gadis itu tidak mau jika Woon menganggap ayahnya sebagai orang jahat. Gadis itu tidak mau Woon membenci ayahnya, karena bagaimana pun juga Pysche begitu menyayangi ayah angkatnya.
Woon menghela nafas panjang, dia tahu Pysche tidak akan pernah mengungkapkan hal yang membuatnya nampak begitu kacau sekarang. Namun Woon tidak ingin membiarkan gadis itu terpuruk sendirian saja.
"Pysche.... Adakah tempat yang ingin kau kunjungi yang mungkin bisa membuatmu merasa bahagia?" tanya Woon dengan lembut. Pysche memandang diam pangeran itu dengan mata bulat hijaunya. Dia nampak berfikir selama beberapa saat sebelum memberikan jawaban kepada Woon.
" aku ingin mengunjungi rumahku... " jawab Pysche pada akhirnya.
"Rumah di hutan tempat kita bertemu?" tanya Woon penasaran. Pysche menggelengkan kepalanya pelan.
"Rumah tempat kelahiranku" ucap gadis itu kemudian.
Mereka berdua menghabiskan dua hari perjalanan untuk mencapai hutan biru. Ketika mereka sampai di hutan itu, tidak ada banyak hal yang berubah. Semuanya masih sama. Pysche segera di sambut oleh makhluk-makhluk kecil yang menjadi sahabatnya selama dia tinggal di hutan itu. Pysche juga mengajak Woon ke bukit hutan dan menunjukkan bunga induknya. Di situlah Woon paham, Pysche bukanlah manusia biasa. Dia adalah pemilik sihir putih yang istimewa. Namun Woon tidak peduli, siapapun Pysche, darimanapun asalnya, Woon akan selalu menerima gadis ini dengan sepenuh hatinya.
"Aku akan selalu bersamamu Pysche" ucap Woon pelan sambil mengambil kedua tangan Pysche dan menggenggamnya dengan erat.
Suatu ketika Binju datang kembali mengunjungi kamar Pysche di siang hari. Meskipun ada sedikit rasa takut yang tersisa di hati Pysche namun gadis itu te tetap menyambut sang ayah dengan senyuman cerianya. Dia menyajikan makanan dan minuman untuk Binju dan mempersilahkan lelaki itu untuk duduk di kursi.
"Pysche.... Maafkan ayah atas perilaku ayah saat itu. Ayah tahu permintaan maaf saja tidak akan cukup untuk mengobati lukamu.. Tapi masihkah kau menerima permintaan maaf ku?" tanya Binju dengan wajah memelas. Pysche hanya tersenyum dan mengangguk mantap.
" ini adalah bentuk dari permintaan maaf ku untukmu Pysche.... " Binju mengeluarkan sebuah kalung kristal putih yang begitu indah untuk Pysche.
Gadis itu merasa begitu bahagia karena menerima hadiah yang sangat berharga dari ayahnya. Itu adalah kali pertama Binju pernah memberikan hadiah kepadanya. Pysche merasa bahwa Binju mungkin memang sungguh menyayanginya. Dia sangat berterima kasih kepada Binju dan meminta ijin kepadanya untuk segera menemui Woon dan menunjukkan kalung ini kepadanya.
"mulai sekarang lakukanlah hal yang kau sukai Pysche...." ucap Binju dengan lembut. Pysche mengembangkan senyuman terbaiknya dan kembali berterima kasih kepada Binju sebelum pergi untuk menemui sang pangeran.
Ketika Woon memasangkan kalung itu kepada Pysche, Binju tengah mengamati keduanya dari kejauhan. Dia mengamati wajah Pysche yang dipenuhi oleh kebahagiaan. Pria paruh baya itu menyeringai dengan wajah yang mengerikan.
"betapa bodohnya ..." ucap Binju kemudian berlalu pergi.
Datanglah hari dimana Binju akhirnya memulai serangannya ke kerajaan Hwon. Dia membawa pasukannya bangsa Cheol yang berjumlah ribuan untuk menakhlukan istana kerajaan Hwon. Dalam penyerangannya itu Pysche berada di barisan yang melawan pasukan bangsa Cheol.
"Pysche... Bergabunglah dengan ayah, maka kau akan selamat" ucap Binju mengajak Pysche untuk meninggalkan anggota kerajaan dan bergabung dalam pasukan monsternya. Pysche memandang ayahnya dengan wajah sedih.
"Maafkan aku ayah..." Pysche segera berlari meninggalkan ayahnya dan bergabung dengan Woon untuk melawan monster Cheol. Binju tidak mencoba menahan gadis itu, apapun pilihan yang dibuatnya, entah dia bergabung dalam pasukannya dan menghancurkan kerajaan atau memilih di pihak Woon, hanya ada satu akhir yang menanti Pysche.... Kematian.
Saat itu ada beberapa monster Cheol yang menghampiri Binju dan menantikan perintahnya. Mereka berlutut di hadapan Binju sambil menundukkan kepalanya.
"Bawalah kristal merah dan kalung kristal putih mereka. Bunuh mereka semua. Jika kalian belum bisa mendapatkan kristal merah, tinggalkanlah... Kalung kristal putih itu yang lebih utama. Lukai gadis itu sampai dia tidak lagi mampu menyembuhkan lukanya. Dan ketika kalung kristal putih telah menyerap semua kekuatan sihirnya, bawa benda itu kepadaku" ucap Binju memberikan komandonya kepada para monster Cheol dengan seringai kejam di wajahnya.
Seperti yang diperintahkan oleh Binju, kaum bangsa Cheol membunuh Pysche dengan cara yang kejam. Ketika Pysche telah jatuh terkapar di tanah dan melihat bahwa monster Cheol membawa pergi kalung kristal putihnya, Pysche pun menyadari. Kalung itu bukanlah hadiah permohonan maaf dan kasih sayang Binju yang diberikan kepadanya, tetapi alat yang dia gunakan untuk menyerap seluruh sihir putihnya demi tujuan kejamnya. Seketika Pysche paham, Binju tidak pernah sekalipun menyayanginya, dia hanyalah sebuah alat karena memiliki kekuatan sihir yang diinginkan oleh Binju. Di detik akhir kehidupannya, Pysche menyadari itu itu semua.
"Ayah.... Aku menyayangimu.... Selalu" itu adalah kalimat yang diucapkan Pysche saat dia melihat bangsa Cheol yang membawa kalungnya berlari semakin jauh,meninggalkan badannya yang terkapar dan berdarah di tanah yang dingin.