Chereads / Miracle Planet Kekuatan Elemen Kristal / Chapter 15 - Serigala Penyendiri

Chapter 15 - Serigala Penyendiri

Ada sebuah desa kecil di dekat hutan yang hidup dengan damai. Meskipun penduduk di desa itu hidup dalam kemiskinan mereka mampu menjalani kehidupan bermasyarakat dengan tenteram. Di suatu sisi desa itu berdiri sebuah gubuk kecil yang terbuat dari jerami, ketika hujan datang menerjang, semua isi dari gubuk itu akan basah kuyup. Ketika malam datang rasa dingin yang menusuk ikut masuk dan menemani sang pemilik rumah. Rumah itu nampak terasing dan jauh dari bangunan lain di sekitarnya. Di dalam gubuk kecil itu tinggalah seorang bocah yatim piatu yang tinggal sendirian, tanpa kedua orang tuanya.

Orangtuanya telah meninggal semenjak dia masih sangat kecil. Bocah laki-laki itu memiliki wajah putih pucat yang nampak selalu kusam karena debu dan kotoran yang setia menempel di kulitnya. Dia memiliki kedua mata bulat yang tajam. Tak ada seorang pun dari penduduk desa itu yang mengenal namanya dan tidak sedikit dari mereka yang tidak memperhatikan keberadaannya. Bocah itu hidup sebatang kara tanpa kehidupan sosial di sisinya.

Gwi kecil sedang mengamati bocah-bocah seumurannya yang bermain bersama di pasar. Mereka sedang bermain sepak bola menggunakan jerami kering yang diikat menjadi bulat. Mereka nampak bahagia dan menikmati masa kecilnya. Berbeda dengan Gwi, bocah itu diam di pinggir jalan dan berjongkok sendirian. Perutnya baru saja mengeluarkan bunyi karena sedang kelaparan. Dia tidak ingat kapan bocah itu terakhir kali menikmati makanan hangat yang mengeyangkan.

"dug!" tiba-tiba bola jerami yang dimainkan bocah-bocah di pasar melambung dan mendarat memukul kepala Gwi yang sedang mengamati tanah di bawah kakinya. Secara refleks bocah itu mengangkat kepalanya dan melihat ke arah bocah-bocah yang berjalan mendekatinya hendak mengambil bola mereka kembali. Gwi kecil memandang mereka dengan datar namun sorot matanya yang selalu tajam membuat bocah-bocah kecil itu lari ketakutan. Hanya ada satu bocah pemberani yang masih berdiri tegak di hadapan Gwi.

"bisakah kau melemparkan bola itu kepadaku?" tanya bocah itu pada Gwi.

Gwi memandangnya kemudian melihat ke arah bola yang menggelinding tak jauh darinya. Dia mengambil bola itu dan melemparkannya ke arah bocah laki-laki di depannya. Bocah itu tersenyum bahagia karenanya.

"terimakasih!" ucapnya sambil berlalu pergi menyusul teman-temannya.

Keesokan harinya mereka kembali bermain bola di pinggir pasar dan Gwi kembali lagi berada di tempat favoritnya. Bocah Gwi kembali mengawati mereka dengan seksama. Kemudian salah seorang dari mereka berjalan mendekati Gwi dengan wajah datar, dia adalah bocah pengambil bola kemarin. Gwi dan bocah itu saling berpandangan tanpa ekspresi.

"ini untukmu" bocah itu mengeluarkan bungkusan daun dari saku bajunya.

Gwi nampak enggan mengambilnya, bocah itu mendekati Gwi dan berdiri tepat di hadapannya. Dia membuka bungkusan yang dibawanya dan memperlihatkan nasi kepal hangat di dalamnya. Dia ingin berbagi makanan dengan Gwi. Meskipun Gwi awalnya ragu untuk mengambilnya, namun karena bocah itu bersikukuh memberikannya, diapun akhirnya mengambil nasi kepal itu dari bungkusnya.

Sudah lama sekali sejak terakhir kali bocah Gwi merasakan makanan hangat yang lezat seperti itu. Selama ini dia hanya akan pergi ke hutan dan berburu mangsa dalam wujud serigalanya. Dia ingat bagaimana cara ayah dan ibunya mengajari bocah itu untuk berburu. Kepalan nasi hangat yang masuk ke dalam mulutnya mengingatkan Gwi kepada sosok orangtuanya. Dahulu ibunya juga sering membuatkan nasi kepal untuk Gwi sebagai menu makanannya. Ada senyuman yang tergulung di bibir bocah itu ketika merasakan nikmatnya nasi kepal hangat itu.

"terimakasih" ucap Gwi kepada bocah yang tidak diketahui namanya itu.

Sejak saat itu bocah tersebut sering datang dan membawa makanan untuk Gwi. Mereka berdua mulai senang menghabiskan waktu bersama untuk bermain. Suatu hari bocah tersebut mengajak Gwi untuk ikut ke lembah dan mencari sebuah tanaman bunga langka yang ingin dia berikan kepada ibunya. Mereka berdua menyusuri bukit berbatu kemudian menyusuri lembah yang ada di perbatasan desa. Mereka terus berjalan berkeliling mencari tanaman yang diinginkan bocah itu. Gwi tidak banyak berbicara dan hanya mengikuti bocah itu kemanapun dia mengajaknya. Itu adalah kali pertama dia memiliki seorang teman.

Tiba-tiba saja tanah di sekitar lembah bergetar hebat. Gwi segera menoleh ke atas lembah dan melihat beberapa bebatuan besar telah terperosok jatuh ke arah mereka. Bocah teman Gwi itu langsung menjerit histeris, sangat mustahil bagi mereka berdua untuk meloloskan diri dari tempat ini. Gwi berada dalam dilema, antara menyelamatkan satu-satunya temannya atau menuruti ucapan kedua orang tuanya.

"jangan pernah membiarkan manusia menyaksikan kekuatan dan wujud aslimu anakku. Mereka akan mencelakaimu" pesan terakhir kedua orangtuanya terngiang di telinga Gwi. Benar, manusialah yang membuat ayah ibunya meninggal.

Masih sangat jelas bagaimana gerombolan manusia tiba-tiba datang dan menyerang kedua orangtua nya ketika mereka sedang berburu di hutan dalam bentuk serigalanya. Para manusia itu mengejar dan memburu kedua orangtuanya kemudian membunuh mereka dengan cara yang tragis. Mereka mengepung kedua orangtua Gwi dan melemparkan puluhan tombak tajam yang menembus tubuh kedua orang tuanya.

Gwi mampu selamat karena saat itu dia telah di sembunyikan oleh kedua orangtuanya di dalam sebuah lembah yang tidak bisa dimasuki oleh manusia. Dari tempatnya dia secara langsung menyaksikan kedua orangtuanya terbunuh dan kemudian jasadnya di lemparkan ke dalam sungai yang membawa mereka ke lautan. Sejak saat itu Gwi paham bahwa apa yang dikatakan kedua orang tuanya memang benar adanya. Dan sejak saat itu Gwi berusaha agar selalu hidup sebagai seorang manusia tanpa menunjukkan sosok serigalanya.

Namun saat ini, batu-batu besar itu semakin mendekat. Temannya berada di ambang kematian. Bocah ini selalu datang dan berbuat baik kepada Gwi. Dia adalah satu-satunya manusia yang peduli dan mau memberinya makan. Gwi tidak mau membiarkan teman manusianya mati secara mengenaskan terhimpit batu di hadapannya.

Gwi pun membulatkan tekatnya untuk menyelamatkan bocah manusia ini. Dia mendorong bocah itu agar berada di belakangnya dan langsung memasang kuda-kuda menghadang setiap batu yang akan menghantam tubuhnya. Gwi melompat tinggi ke arah batu tersebut dan langsung memukulkan tinjunya dengan kekuatan penuh. Seketika batu di hadapannya pecah dan hancur menjadi dua bagian yang menggelinding ke arah lain. Menghantam tanah yang jauh dari tempat bocah manusia itu sedang duduk ketakutan.

Gwi segera mendekati teman manusianya dan berjongkok di hadapannya. Mata bocah itu masih dipenuhi dengan horor yang menakutkan.

"kau tidak terluka? jangan khawatir... Semuanya baik-baik saja" Gwi mencoba menenangkan temannya dan memegang bahunya. Namun bocah itu langsung menghindar mundur dan memukul keras tangan Gwi agar tidak menyentuhnya. Dia memandangi Gwi dengan tatapan penuh ketakutan. Yah bocah itu tak lagi merasa ketakutan karena reruntuhan batu yang hampir menghilangkan nyawanya. Tapi dia sedang gementar ketakutan karena telah menyaksikan bocah Gwi baru saja menghancurkan batu besar yang memiliki ukuran lima kali lipat lebih besar dari tubuh mungilnya.

"mo... Mons.... Monster!!!!" teriak bocah itu histeris dan segera meloloskan dirinya dari Gwi. Dia berlari sekencang mungkin agar mampu segera meloloskan diri dari Gwi yang dianggapnya menakutkan.

Gwi memandang bocah yang berlari menjauh itu dengan tatapan nanar. Dia merasa kecewa dan terluka. Dia pikir akhirnya dia mampu bertemu dengan seseorang yang mau menjadi temannya. Dia sudah lama merasa kesepian dan ingin hidup layaknya manusia pada umumnya. Namun ternyata, ketika bocah tersebut melihat kekuatan yang dimiliki Gwi sudah membuatnya pergi meninggalkannya.

Gwi menangis dalam diam, dia melipat kedua lututnya dan menyembunyikan wajahnya. Dia memang tidak seharusnya percaya kepada manusia. Sekarang hatinya benar-benar hancur karena harapannya telah pupus begitu saja. Dia menangis sendirian di dalam gua yang gelap.

Gwi terus bersembunyi di lembah itu dan tidak ingin pergi kemanapun. Dia tidak memiliki tempat tujuan, tidak pula memiliki tempat untuk pulang. Hanya kesunyian dan dinginnya suhu malam di lembah itu yang menjadi kawan setianya. Tiba-tiba Gwi mendengar ada keributan yang datang semakin mendekat. Gerombolan manusia membawa obor dan senjata tajam muncul dan mengepung Gwi kecil. Bocah serigala itu ketakutan, dia berjalan mundur dengan perlahan namun na'as tubuh kecilnya menabrak sisi dinding lembah.

"apakah dia bocah yang kau maksud?" tanya seorang laki-laki sambil mengawasi Gwi yang gemetar ketakutan.

"iya! itu monsternya!" tiba-tiba ada seorang bocah laki-laki yang muncul dari balik badan para rombongan manusia dewasa itu. Dia adalah bocah yang diselamatkan Gwi dari reruntuhan bebatuan sebelumnya. Bocah Gwi memandang teman yang sudah mengkhianatinya dengan mata nanar. Orangtuanya memang benar, tak seharusnya Gwi menunjukkan kekuatan aslinya di hadapan manusia, meskipun itu untuk menyelamatkan mereka. Pada akhirnya manusia lemah yang ketakutan akan kekuatannya itu akan datang untuk mencelakainya.

Para penduduk desa yang mengepung Gwi mulai melempari bocah serigala itu dengan batu-batu di sekitar mereka. Manusia itu melemparkan batu sambil mengatakan kalimat yang menyakiti hati bocah kecil itu. Mereka berusaha mengusir Gwi dari desanya. Gwi tidak paham, dia tidak pernah melakukan kesalahan apapun atau menyakiti mereka. Namun mengapa melakukan hal ini kepadanya?

Selama ini dia hanya hidup sendirian dalam diam tanpa mengganggu mereka. Namun kenapa ketika mereka tahu tentang potensi kekuatan Gwi yang sesungguhnya, mereka malah berlomba-lomba menyakitinya? Padahal Gwi hanya menggunakan kekuatannya untuk menyelamatkan bocah manusia yang dianggap temannya itu. Bebatuan yang dilemparkan ke arah tubuh kecil Gwi membuat seluruh badannya terluka memar, dia merasakan kesakitan. Pada saat itu ada salah satu manusia yang melemparkan batu segenggam tangan orang dewasa yang kemudian mengenai kepala Gwi. Membuat kepala bocah serigala itu mengucurkan darah segar yang deras.

Gwi merasakan bahwa kepalanya mulai berputar, kepalanya pening luar biasa. Pandangannya mulai buram, Gwi mulai kehilangan kontrol atas dirinya. Pada saat itu perlahan tapi pasti tubuh mungil Gwi mulai berubah. Kulit putih pucatnya berubah menjadi bulu hitam mengkilat, sorot matanya semakin tajam. Kuku tangan dan kakinya menjadi semakin kuat dan kekar. Gwi baru saja berubah menjadi wujud serigalanya.

Perubahan bentuk tubuh Gwi membuat penduduk desa seketika tercekat. Mereka tidak menduga bahwa bocah dihadapan mereka sejatinya adalah seorang manusia serigala. Gwi berjalan maju mendekat dan mengirimkan suara gerangan yang mengancam. Para manusia itu ketakutan dan mulai mundur perlahan merasakan ancaman yang mengintai mereka.

"ja... Jangan takut! Serang dan usir dia. Jumlah kita lebih banyak!" ucap salah satu manusia berusaha mengembalikan keberanian rombongannya. Dia mengambil bongkahan batu lain dan melemparkannya lagi kepada Gwi.

Gwi memiliki kekuatan dan ketangkasan yang lebih tinggi dalam wujud serigalanya. Dengan cepat dia mampu menghindari lemparan batu yang diarahkan kepadanya. Namun tak henti disitu, manusia itu terus saja mengeroyoknya dengan lemparan batu. Beberapa dari mereka mulai mengeluarkan tombak mereka dan menyerang Gwi dengan senjata yang dimiliki. Salah satu tombak menyabet punggung Gwi dan memberikan luka robek yang lebar, Gwi mengerang kesakitan.

Belum usai dia mengumpulkan kekuatannya untuk berdiri kembali, para manusia itu kembali menyerang. Mereka terus melukai Gwi tanpa ampun. Gwi tak lagi ingin bertahan, pada akhirnya serigala itu berbalik badan dan berlari sekencang-kencangnya meninggalkan manusia yang menyerangnya. Meskipun Gwi telah melarikan diri, kekejaman mereka tak berhenti disitu. Mereka terus mengejar Gwi dan melemparkan tombak-tombaknya. Gwi terluka parah dan akhirnya terkepung di ujung tebing. Gwi melihat sekeliling dengan mata tajamnya. Para manusia itu semakin mendekat, beruntung dengan cepat serigala itu mampu memanjat dinding tebing dan meloloskan diri dari amukan massa.

Setelah lolos, Gwi terus berlari menuju ke dalam hutan. Dia berlari sejauh mungkin untuk menyembunyikan dirinya. Dia terus berlari sampai tubuhnya mulai kehilangan kekuatan karena luka dan lelah yang dia rasakan. Perlahan tubuh Gwi berubah kembali menjadi wujud manusianya. Dia mendengus kesakitan dan akhirnya kehilangan kesadaran di tengah hutan sendirian.