Hari pernikahan telah tiba. Hari yang paling dibenci Amelia itu akhirnya datang juga. Karena sebentar lagi ia akan berdiri di depan pastor, mengikrarkan janji pernikahan dan melepas masa lajangnya untuk tinggal seatap dengan Faisal yang menurutnya om-om.
Pernikahan Amelia hari itu dirahasiakan dari teman-teman kampusnya juga kedua sahabat dekatnya namun heboh dikampungnya. Bagaimana tidak? Anak dari dua pengusaha kaya di kampung mereka akan menikah.
Suasana pagi di kampung Amelia begitu nyaman. Suara elok kicau burung dan kokokkan ayam pagi itu tak terdengar ricuh melainkan seperti alunan melodi yang turut memeriahkan hari bahagia Amelia dan Faisal.
Pagi itu, di vila keluarga milik ayah Faisal sudah mulai ramai. Pasalnya tempat itu adalah tempat yang dipilih oleh kedua orang tua mempelai untuk melangsungkan resepsi sekaligus sebagai kamar pengantin.
Pelayan-pelayan dan pramuniaga sudah mulai berberes. Tatanan bunga hidup dan hias saling mengisi di depan lapangan luas yang background berhadapan langsung dengan pantai selatan dengan tema violet. Para pemilik prasmanan juga sudah mulai berdatangan karena setelah pemberkatan nikah nanti, mereka akan langsung mengikuti acara resepsi.
Sementara itu, di salah satu vila namun berbeda ruangan, Amelia sedang di rias di depan balkon dengan riasan yang tipis dan natural sesuai permintaannya. Di lain sisi, Faisal juga sedang bersiap. Mengenakan tuxedo serta jas berwarna hitam bermerek dengan dasi kupu-kupu dan bunga dada. Pokoknya hari itu, Amelia dan Faisal paling bersinar.
Namun begitu, Faisal terlihat gugup dan tegang menghadapi pernikahannya akan tetapi Amelia malah sebaliknya. Gadis itu tidak tegang ataupun gugup. Amelia lebih tenang dan santai. Gadis itu berharap bahwa hari pernikahannya yang dianggapnya hari sial bisa lebih cepat berakhir tanpa harus melelahkannya.
Tak lama setelah dirias, Amelia dan Faisal segera keluar dari kamar masing-masing. Kedua pengantin itu berjalan dengan tenang melewati para petuah yang sedang mengiring mereka menuju mobil pengantin.
Setelah pintu mobil ditutup, Amelia pun membuka mulutnya, menatap Faisal dengan tatapan tajam.
"Jangan coba-coba cium aku yah kecuali kamu ingin mati!" Ancam Amelia kepada calon suaminya yang berada di sebelahnya lalu berbalik dan memunggungi Faisal.
Mendengar ancaman Amelia membuat Faisal semakin gugup. Nyalinya untuk mendekati Amelia pun menciut. Alih-alih menyemangati, Faisal malah diancam oleh calon istri kecilnya.
"Baiklah jika itu maumu." Gumam Faisal menurut usai menghela napas panjang.
Baru kali ini dia bertemu dengan wanita yang secara terang-terangan mengancamnya tanpa takut. Apalagi seorang gadis yang terpaut usia sangat jauh. Dia pikir Amelia akan bersikap sopan namun ternyata dia salah.
Sepanjang jalan, Amelia dan Faisal hanya diam saja. Entah apa yang dipikirkan oleh dua insan yang akan menikah itu. Namun yang pasti, mereka sedang bergulat dengan pikiran masing-masing.
***
Setelah hampir dua puluh lima menit berjalan, mobil klasik bermerek Chirron itu membelokkan roda mobil ke dalam halaman katedral yang sudah di tata dengan nuansa putih tulang. Sementara di belakang mobil pengantin, masih ada puluhan mobil yang ikut mengiring Amelia dan Faisal memasuki halaman katedral. Bersamaan dengan itu, para tamu undangan pun mulai berdatangan memenuhi halaman gereja.
Alunan musik dari berbagai alat musik mulai terdengar. Tak lama setelah itu, bunyi mars pernikahan pun bergema dengan leluasa. Alunan mars pernikahan itu adalah tanda bagi Amelia dan Faisal untuk bersiap sebelum berjalan memasuki altar. Sementara itu, para tamu dan orang tua juga sudah mengambil tempat di dalam gereja.
Dari jauh, tepatnya di depan pintu masuk katedral, Amelia dan Faisal sedang berdiri. Mereka berdua terlihat sangat serasi kala berdiri seperti itu namun tak bisa dipungkiri jika raut wajah mereka menujukan kebalikannya.
Selang beberapa menit, kedua pengantin dipersilahkan masuk. Mereka berdua berjalan dengan anggun seiring dengan melodi CANON yang dimainkan pianis. Gaun putih dengan model V yang membalut di tubuh ramping Amelia tampak berkelok seirama dengan alunan musik yang indah. Ujung gaun yang panjangnya tiga meter itu menyapu lantai katedral yang sudah ditaburi kelopak mawar.
Senyum terpaksa namun terkesan datar terpampang nyata di wajah kedua mempelai yang sedang berjalan menuju altar. Dan kini, mereka telah berdiri di depan altar, saling berpandangan di depan pastor dan juga sang Pencipta untuk mengikrarkan janji pernikahan sebelum cincin disematkan.
"Di hadapan Tuhan dan jemaat. Saya, Faisal Dirgantara! Mengambil engkau, Amelia Putri Pratama sebagai istri saya yang sah. Baik dalam keadaan suka ataupun duka, sehat atau sakit, susah atau senang, gembira dan sedih. Saya akan setiap kepadamu, menjagamu merawatmu serta mengasihimu seperti diri saya sendiri. Ini janji saya di hadapan Tuhan!" Ucap Faisal dengan satu helaan napas dan kini giliran Amelia mengucapkan janji sucinya.
"Di hadapan Tuhan dan jemaat. Saya, Amelia Putri Pratama! Mengambil engkau, Faisal Dirgantara sebagai suami saya yang sah. Baik dalam keadaan suka ataupun duka, sehat atau sakit, susah atau senang, gembira dan sedih. Saya akan setiap kepadamu, menjagamu, merawatmu serta mengasihimu seperti diri saya sendiri. Ini janji saya di hadapan Tuhan!" Ucap Amelia dengan tegas lalu perlahan air matanya pun menetes tanpa ada yang tahu kecuali Faisal.
"Sekarang kalian berdua telah sah menjadi suami-istri di hadapan Tuhan. Kalian berdua bukan lagi dua melainkan satu!" Ucap Pastor lalu mengangkat tangannya dan memberkati kedua mempelai. Setelah itu, tepukan tangan mulai bergema di dalam katedral seiring dengan aluan melodi piano yang berbunyi.
Setelah mengucapkan janji suci, Amelia dan Faisal diarahkan untuk berciuman oleh Pastor. Usai membuka tudung yang menutup wajah Amelia, Faisal terkesima untuk beberapa detik dengan kecantikan Amelia yang terlihat alami. Namun pemikiran itu segera ditepis Faisal kala mengingat ancaman Amelia.
Dan tiba saatnya wedding kiss, butuh waktu lama untuk Faisal melakukan hal itu. Namun pada akhirnya, ciuman Faisal dilabuhkan di bibir mungil Amelia. Amelia yang merasa kesal dan takut hanya bisa menutup mata namun saat ia membuka mata, Amelia melihat ibu jari Faisal yang menutup bibirnya sehingga bibir Amelia dan Faisal tidak bersentuhan secara fisik. Itu artinya, mereka berdua tidak berciuman.
Melihat tingkah Faisal saat itu benar-benar membuat hati Amelia sedikit tersentuh karena telah mengancam suaminya melalukan dosa di hadapan Tuhan. Padahal mereka berdua telah sah menjadi sepasang suami-istri.
***
Tak disangka hari yang bahagia itu tidak membekas sedikit pun di hati Amelia. Gadis itu malah berharap agar hari yang melelahkan ini dapat berlalu tanpa harus merepotkan dirinya.
Dan benar! Hari pernikahannya sama sekali tak berarti dan berkesan baginya.
Setelah pernikahan Amelia dan Faisal berlalu, Amelia malah mengurung diri dalam kamarnya. Bukannya bersama suaminya di kamar pengantin yang sudah disiapkan oleh kedua keluarga, gadis mungil itu malah bersantai di kamarnya seraya memainkan handphonenya. Walaupun sedang memainkan benda pipih itu, nyatanya isi kepala Amelia sedang dibantai habis-habisan.
Tok.. tok.. tok..
Tak lama terdengar suara ketukan pintu lalu diikuti dengan hendel pintu yang mulai bergerak cepat.
Amelia menyipitkan matanya, melihat celah menuju pintu kamarnya lalu bersuara.
"Siapa?!" Teriak Amelia dengan nada yang cukup nyaring di telinga.
"Mama..," Sahut Maura dari luar.
Ternyata mamanya yang mengetuk pintu kamarnya.
"Cepat buka pintunya Liaa..." Maura bersuara lagi namun putrinya sama sekali tak merespon perkataan wanita paruh baya itu.
Tok... tok.. tok...
Maura kembali mengetuk pintu. Kali ini, wanita berkepala empat itu sudah kesal. Garis-garis halus di sekitar dahi sudah mulai terlihat dan sedikit lagi, amarahnya akan memuncak seiring berjalannya waktu yang terbuang sia-sia.
"Ameliaa!!" Teriak Maura-mamanya untuk kesekian kalinya. Bersamaan dengan itu, hendel pintu terus digerakkan olehnya.
"Buka pi-" Baru juga akan berkata, Amelia sudah membuka pintu dari dalam dengan terpaksa membuat ucapan mamanya terjeda.
"Huh.., kamu ini kenapa sih. Jadi anak gadis, kok aneh." Cerocos Maura yang langsung melangkah masuk ke dalam kamar putrinya.
Baru juga sampai, Maura harus kembali menarik napas berat ketika melihat kondisi kamar putrinya bak kapal pecah. Gaun yang dipakai untuk pemberkatan nikah dan resepsi tadi itu terhempas dimana-mana. Belum lagi sepatu-sepatu hak yang berserak. Bahkan make up-make up pun tak kalah terhambur di atas ranjang.
"Ya ampun gusti...." Maura menepuk jidatnya lalu mulai memunguti segala macam barang yang berserak karena ulah Amelia hingga berangsur-angsur rapi kembali.
"Kamu tuh yah..., sudah jadi istri orang!! Harus tahu kebersihan. Masa iya, anak gadis yang cantik tinggal di dalam kamar kotor kaya gini. Gimana kalau suami kamu datang? Bisa malu nanti kamu." Omel Maura kemudian menempelkan bokongnya di tepi ranjang.
"Gak! Aku gak bakal malu kok. Lagipula Mama sama Papa kan hanya suruh aku nikah doang bukan jadi pembantu om Faisal." Ketus Amelia membalas perkataan mamanya seraya melangkah.
"Kamu tuh yah.., kalau Mama yang ngomong pasti dibales! Kapan sih kamu dewasa." Maura dengan wajah gusar melihat kelakuan putri tunggalnya.
"Yuk.., sekarang kamu ikut Mama."
"Kemana?"
"Udah, ikut aja. Jangan banyak nanya." Tukas Maura kemudian melangkah keluar dan diikuti oleh anaknya dari belakang.
Untunglah, Maura lebih pintar dari Amelia sehingga anak gadisnya itu tidak menyangka bahwa ia akan membawa putrinya pergi ke kamar pengantin.
"Loh.., loh kok kita kesini Ma?" Amelia menghentikan langkahnya ketika melihat kamar pengantin yang berada dua langkah di depannya. Lalu gadis itu mulai menatap kesal ke arah mamanya. Ternyata, dia telah ditipu.
Namun saat hendak melarikan diri, tangan Amelia sudah dicengkeram oleh sang ibunda.
"Mau kemana?" Maura menaikkan alisnya melihat kekalahan anak gadisnya yang sudah tidak bisa menipunya lagi.
"Mau kembali ke kamar lah Ma. Amelia ngantuk! Mau tidur! Besok kan harus kembali ke kota." Tukas Amelia ketus.
"Kamu.., mau berbohong lagi yah. Kali ini gak bisa!! Sekarang kamu masuk dan temani suami kamu tidur di dalam! Kamu tuh istri orang loh, sudah sah pula" Ucap sang ibunda tegas.
"Amelia gak mau! Kalau Amelia hamil gimana?" Amelia mengelak seraya mencoba melepaskan tangan mamanya.
"Hamil?" Maura mengerutkan dahi.
"Mama itu suruh kamu tidur bukan hamil. Gimana sih kamu ini. Jangan-jangan kamu yang pikirnya aneh-aneh, yah?" Ucap Maura dengan nada menggoda seraya tersenyum smirk.
"Ih.., enggak lah, Ma." Ketus Amelia mengelak.
"Ya udah.., pokonya kamu masuk ke dalam. Ohya ada satu hal lagi.., ingat kamu gak boleh panggil Faisal dengan sebutan om-om yah. Panggil dia sayang atau Mas, yah."
"Ogah!" Bantah Amelia lagi dan Maura langsung melototi anaknya.
"Kamu mau Mama kasih tahu Papa dan dia bakal sakit lagi? Mau?!" Ancam Maura.
"Tapi Ma..?"
"Udah, gak ada tapi-tapian. Ingat, Faisal tuh bukan orang lain, yah!"
"Ma..." Lirih Amelia ketika mamanya akan menyeretnya masuk.
"Bye!!" Tepat saat itu, Maura segera membuka pintu kamar pengantin dan langsung mendorong putrinya yang sangat keras kepala itu ke dalam.
"Maa...!!!" Teriak Amelia lirih namun, sia-sia karena gadis itu telah berada di dalam kamar pengantin dan kamarnya sudah dikunci oleh mamanya sendiri dari luar.
"Oh shit!!" umpat gadis mungil itu dari dalam kamar.
Sementara mamanya diluar sedang tersenyum lebar.
"Siapa suruh keras kepala. Bukannya temani suaminya tidur eh malah kabur." Ucap Maura ketika melihat suaminya dan orang tua Faisal yang terlihat sedang menahan tawa. Ternyata, ide gila ini adalah ulah orang tua Amelia dan Faisal sendiri.