"Hai..." Sapa Amelia seraya menaikkan tangannya gugup ketika melihat suaminya yang sedang melihat ke arahnya.
"Hehehehe." Melihat suaminya yang tidak bereaksi berlebihan ketika melihatnya membuat Amelia mulai tertawa tanpa sebab.
"Kamu kenapa? Sakit?" Tanya Faisal ketika melihat istrinya yang terus tertawa terbahak-bahak.
Deg!!!
Pertanyaan Faisal barusan membuat Amelia sadar bahwa tingkahnya ini persis seperti orang konyol. Tidak! Lebih tepatnya orang gila.
"Ehh.., enggak. Lupain aja." Jawab Amelia usai beberapa menit terdiam.
Sementara diluar dari kamar pengantin, orang tua Faisal dan orang tua Amelia sedang memasang telinga, menguping di depan pintu kamar anak mereka jika saja rencana mereka membawa Amelia ke dalam kamar Faisal berhasil. Mengingat bahwa keempat orang tua itu adalah dalang dari permainan konyol di malam pertama Amelia dan Faisal.
***
"Kamu belum tidur?" Setelah beberapa menit saling bertatapan dalam diam, Amelia terpaksa membuka mulutnya untuk bertanya kepada suaminya walaupun sebenarnya gadis itu sangat malas memulai percakapan.
"Belum. Aku masih kerja, kamu?" Tanya Faisal santai walau kenyataannya ia sedang gugup bukan main.
"Oh.., ya udah. Lanjut." Jawab Amelia singkat.
"Kamu mau kemana?" Melihat istrinya yang melangkah tenang menuju arah balkon membuat Faisal bertanya.
"Mau tidur." Jawab Amelia singkat seraya menunjuk sofa di depan ranjang.
"Dimana?" Tanya Faisal yang dengan cepat turun dari atas ranjang. Ia merasa tidak enak hati karena sedari tadi ia hanya duduk dan membiarkan istrinya berdiri.
"Di sofa." Jawab Amelia yang kemudian membaringkan tubuhnya di sofa tepat di hadapan suaminya.
Mendengar akan hal itu, Faisal segera melangkah mendekati Amelia namun belum sempat mendekat, Amelia sudah mencegat agar suaminya jangan mendekatinya.
"Berdiri saja disitu, jangan lebih dekat jika ada yang ingin kamu sampaikan." Tukas Amelia membuat Faisal menghentikan langkahnya.
"Oh ia.., maksud aku, lebih baik kamu tidur saja di ranjang. Biar aku yang tidur di sofa karena besok pagi-pagi, kita harus kembali ke kota." jawab Faisal gugup.
"Santai saja, aku sudah terbiasa tidur di sofa. Kerjakan saja pekerjaanmu jangan hiraukan aku jika kamu merasa berat hati." Alih-alih mengiyakan, Amelia malah bersikap sebaliknya. Gadis itu malah menyuruh suaminya bekerja tanpa menghiraukannya. Namun bagaimana Faisal bisa bekerja dengan tenang ketika istrinya berbaring di sofa dan ia duduk nyaman di atas ranjang. Sungguh, hubungan suami istri yang canggung.
"Baiklah jika itu maumu." Ucap Faisal. Namun saat hendak membalikkan badannya pergi, Amelia malah mengancamnya.
"Jangan coba-coba pindahkan aku kecuali kamu ingin mati." Ancam Amelia kepada suaminya tanpa membalikkan tubuhnya. Mendengar hal itu, Faisal hanya bisa mengusap dada seraya melangkah kembali ke atas ranjang..
"Dasar istri durhaka." Batin Faisal.
***
Keesokan paginya, tepatnya masih fajar. Faisal sudah bangun dan beres-beres. Pakaiannya dan pakaian sang istri sudah disimpan di dalam koper. Karena hari ini, mereka akan langsung kembali ke kota mengingat jadwal meeting Faisal dengan para investor asing yang tidak bisa ia tunda lagi.
Sementara itu, istrinya masih terlelap bahkan sangat pulas. Untuk membangunkan Amelia, Faisal belum punya banyak keberanian walaupun gadis itu telah sah menjadi istrinya. Namun, Faisal juga tidak bisa meninggalkan Amelia di kampung karena itu hal yang tabu menurut adat istiadat mereka.
Mengingat akan hal tersebut, Faisal hanya bisa menahan pening di kepalanya. Perlahan ia memperhatikan istri kecilnya yang sedang terlelap dengan punggung yang membelakanginya.
Ritme dan laju napas sang istri begitu teratur membuat Faisal semakin enggan untuk membangunkan Amelia. Disaat sedang gelisah, pintu kamar Faisal dan Amelia terbuka dari luar. Menampakkan sang ibu mertua dan ayah mertua yang sedang berjingkrak-jingkrak masuk ke dalam kamar mereka. Melihat akan hal itu, lampu kamar yang sengaja dimatikan pun dinyalakan membuat orang tua Amelia menghentikan langkah tiba-tiba.
"Hallo, Nak Faisal." Fajar menyapa sang menantu sambil tersenyum kikuk.
"Eh.., Pa, Ma, ada apa?" Faisal yang kala itu sedang duduk di kursi dan membaca buku dengan cepat melangkah mendekati kedua mertuanya yang masih berdiri usai meletakan buku di atas meja.
"Kamu ngak tidur?" Maura—mama Amelia langsung bertanya.
"Ngak, Ma. Soalnya pagi ini aku harus kembali ke kota." Jawab Faisal.
"Oalah.., lupa Mama. Ohya, kenapa gak bangunin istri kamu?" Tanya Maura lagi.
"Ngak enak Ma. Amelia pulas banget tidurnya." Jawab Faisal seraya tersenyum malu.
"Udah, bangunin saja. Istri itu, harus ikut sama suami. Wajib itu." Tukas Maura.
"Ngak apa-apa kok Ma. Biar Faisal sendiri soalnya gak enak juga kan. Amelia baru pulang liburan udah harus balik lagi ikut aku. Kasihan dia." Kata Faisal.
"Udah, kamu tenang saja. Biar Mama yang bangunin."
Usai berucap, wanita paruh baya yang biasa dipanggil tante Mau itu segera mendekati anaknya dan membangunkan Amelia dari tidurnya.
"Lia, bangun Nak. Sudah pagi, bangun!!" Maura mengguncang tubuh putrinya untuk membangunkan Amelia. Namun percuma, Amelia terlalu nyenyak untuk dibangunkan.
"Lia, Lia, Lia bangun sayang!"
Sudah hampir sepuluh menit, Maura membangunkan putrinya namun tidak ada respon. Selama itu juga, Faisal dan Fajar hanya bisa menarik napas berat melihat tingkah sang ibu mertua.
"Kita keluar saja Faisal. Biar Mama kamu yang urusin Amelia. Kamu mandi terus siap-siap." Tukas Fajar dan Faisal hanya mengangguk pasrah.
***
Faisal mengetuk-ngetuk kaca mobil miliknya sembari melirik jam tangan alpart yang melingkar dipergelangan tangannya. Sudah hampir setengah jam lelaki tiga puluh dua tahun itu menunggu istrinya. Kata mertuanya, Amelia juga akan ikut bersamanya kembali ke kota namun sudah mau setengah jam, batang hidung istrinya tak dilihatnya.
"Apa mungkin Amelia masih tidur?" Batin Faisal bertanya-tanya.
Waktu semakin lama semakin berjalan. Yang tadinya setengah jam kini sudah mau sejam Faisal menunggu istrinya. Rasa bosan dan cape mulai menghinggapi Faisal. Dan pada akhirnya, lelaki berkepala tiga itu memutuskan untuk menunggu istrinya di dalam mobil.
Baru juga Faisal masuk dan duduk, bahkan tak sampai semenit lelaki itu harus kembali keluar ketika melihat sosok istrinya yang sudah berdiri di samping pintu mobilnya dan sedang menatap intens ke arahnya.
Wajah masam serta aura kesal terpancar dari raut muka Amelia. Ditambah lagi wajah khas bangun tidur dengan rambut singa yang membuat Amelia seakan tidak ikhlas menemui Faisal.
"Kok gak masuk?" Faisal langsung bertanya usai keluar dari dalam mobil.
Pertanyaan sang suami tidak mendapat respon dari sang istri. Justru, Amelia tidak menjawab. Dia hanya sekilas melirik suaminya lalu membuang tatapan malas ke sembarang tempat.
"Ya udah, kalau begitu kita berangkat. Sudah telat juga, nih." Ucap Faisal kemudian membawa dua koper Amelia ke dalam bagasi mobil usai melirik kembali jam tangannya. Walaupun begitu, Faisal tidak merasa ada yang aneh dengan sikap istrinya pagi itu.
Sementara itu Amelia hanya mematung ketika melihat Faisal yang mulai bergerak. Gadis itu bahkan masih melipat tangannya di dada karena jiwa malasnya yang meronta-ronta. Sementara orang tua Amelia serta orang tua dari Faisal masih berdiri di belakang mereka sembari memperhatikan sikap pengantin baru yang sangat bertolak belakang.
Faisal yang sudah rapi, bersih, wangi dengan kemeja putih sementara Amelia masih terlihat acak-acakan dengan piyama yang dia kenakan sejak malam. Keduanya terlihat sangat berbeda jauh.
Setelah selesai memasukkan koper sang istri, Faisal dan Amelia segera berpamitan untuk kembali ke kota. Mobil milik Faisal perlahan menjauh meninggalkan hotel milik keluarga Faisal. Perlahan-lahan bangunan dengan belasan lantai itu tak terlihat lagi dari balik spion mobil Faisal.
Sepanjang perjalanan Faisal dan Amelia hanya diam. Suasana di dalam mobil bak kuburan. Sepi dan terasa begitu canggung hingga kedua pengantin baru enggan untuk memulai pembicaraan. Namun hampir setiap detik, pandangan mata Faisal tak henti-hentinya melirik istrinya.