"Kamu yakin ini akan berhasil, sayang?" Tanya Maura kepada suaminya.
"Berhasil lah Maura. Dia kan sayang banget sama aku." Ucap Fajar dengan begitu yakin sambil meletakan beberapa syal di atas ranjang.
"Pakai syal gak, sayang?" Tanya lelaki paruh baya itu sambil menujukan syal rajut berwarna merah maroon kepada istrinya.
"Pakai saja, Fajar. Biasanya orang-orang kalau lagi sakit parah pakai itu." Jawab Maura mendukung usaha suaminya untuk mengelabui putrinya—Amelia.
"Mobil sudah kesana?" Tanya Fajar.
"Sudah."
"Sudah hubungi Amelia juga, sayang?" Tanya Fajar untuk kesekian kalinya.
"Sudah. Sekarang kamu tidur-tidur layaknya orang lagi sakit beneran. Aku sudah terlanjur bilang ke Amelia kalau kamu sakit keras jadi aktingnya harus bagus yah. Jangan sampai Amelia ngambekan sama kita kalau dia tahu rencana ini." Tukas Maura seraya menyuruh suaminya naik ke atas ranjang usai memakaikan syal berwarna merah maroon itu.
Percakapan kedua orang tua yang usianya hampir setengah abad itu terdengar bersemangat untuk melakukan aksi yang akan mengelabui putri mereka—Amelia.
Yah, kedua orang tua itu adalah ayah dan ibu dari Amelia Putri Pratama. Keluarga Pratama adalah keluarga terkaya nomor dua di Kalunan dengan bisnis peternakan yang merambah sukses hingga ke perkotaan.
Terikat sebuah janji perihal perjodohan dengan Alex Dirgantara membuat Fajar nekat melakukan apa saja untuk menepati janjinya. Bukan karena sebuah hutang melainkan sebuah persahabatan yang membuat Fajar—ayah Amelia nekat untuk menikahkan putrinya dengan Faisal—putra dari sahabatnya yang tak kunjung nikah-nikah di usianya yang sudah cukup matang.
Mengingat akan hal itu membuat Fajar semakin bersemangat untuk menikahkan putrinya kepada Faisal—anak sahabatnya yang sudah dianggap anaknya sendiri. Fajar sangat yakin jika putrinya akan senang berada di dekat Faisal dan Fajar juga yakin Faisal bisa menjaga Amelia yang petakilan mengingat mereka telah saling mengenal sejak masih kecil.
Namun begitu, satu hal yang dilewatkan oleh Fajar dan hal ini, tidak seharusnya dilupakannya yakni fakta bahwa Amelia mengenal Faisal sebagai omnya. Dan untuk melibatkan hubungan yang lebih spesial, Amelia tidak suka karena ia enggan memiliki hubungan spesial dengan keluarga atau kerabat dekat yang membuatnya terikat.
***
Dea melipat tangannya di dada sedangkan Reyhan memeluk bola basketnya seraya menatap mobil Van hitam yang membawa Amelia pergi keluar dari kawasan kos-kosan mereka.
Mobil itu adalah mobil jemputan yang dikirim ayah Amelia untuk menjemput putrinya pulang ke Kalunan. Padahal sebelumnya, Reyhan, Dea dan Amelia sudah membuat rencana bahwa mereka akan mengantarkan Amelia ke stasiun kereta api daripada menunggu jemputan ayah Amelia datang dari Kalunan yang jaraknya hampir memakan waktu tujuh jam perjalanan.
Setelah mobil Van yang membawa Amelia benar-benar tak terlihat mata, Reyhan lalu menyikut Dea dan bertanya.
"Menurutmu ada yang aneh gak?" Tanya Reyhan dengan padangan mata ke depan. Ia masih setia menatap jalanan kosong yang tadi dilewati mobil yang menjemput Amelia.
"Aneh apanya? Jangan ngaco deh!!" Jawab Dea yang terdengar ketus seraya mendorong tubuh Reyhan ke samping.
"Cihh..,orang hanya tanya doang malah marah-marah. Awas, nanti cepat tua." Ucap Reyhan dengan suara yang dikecilkan di akhir kalimat.
Huh ...
Dea menghela napas lalu memutar tubuhnya dan hendak melangkah masuk ke dalam kosnya namun dengan cepat dicegat oleh Reyhan.
"Ada apa lagi, Reyhan Axelio?" Tanya Dea yang menyebutkan nama lengkap Reyhan lalu dengan malas gadis imut yang terkesan galak itu memutarkan bola matanya kemudian melirik tangannya yang dipegang erat oleh Reyhan sekarang ini.
"Kita makan yuk?" Ajak Reyhan. Ia tak yakin jika Dea akan menyetujui ajakannya kali ini karena sebelum-sebelumnya, Dea selalu menolak ajakan Reyhan saat Reyhan mengajaknya makan berdua. Meskipun begitu, Reyhan tak pernah menyerah melayangkan pertanyaan yang sama kepada Dea. Reyhan ingin Dea melihatnya sebagai seorang lelaki bukan sebagai seorang sahabat.
Mendengar perkataan Reyhan, Dea masih diam saja. Sebenarnya Dea ingin mengatakan "ya" setiap kali Reyhan mengajaknya makan namun gadis itu belum punya banyak keberanian untuk mengatakan kata "ya". Namun sepertinya Dea tidak bisa menolak kali ini karena...,
Kriuk... kriuk... kriuk.. kriuk... kriuk..
Bunyi diperutnya berbunyi tanpa meminta ijin lebih dulu. Rupanya cacing-cacing diperutnya sudah lapar dan sedikit lagi cacing-cacing kecil itu akan berdemo ria karena belum makan.
"Sial." Batin Dea seraya tersenyum kikuk menatap Reyhan. Kali ini dia tidak bisa lari lagi dan benar, inilah yang terjadi.
"Sepertinya aku tidak bisa menerima ucapan penolakanmu hari ini. Karena jika begitu, aku yakin cacing-cacing diperutmu akan mati kelaparan karena menunggu pemiliknya yang gengsi ini." Ucap Reyhan lalu tersenyum lebar menatap Dea yang sedang malu-malu kucing.
"Ayo." Ajak Reyhan yang kemudian melepaskan jemarinya dari pergelangan tangan Dea dan membawa jemari gadis itu ke dalam genggaman tangan Reyhan yang lembut.
***
Mobil Amelia baru saja melewati batas kota Malwi melalui jalan tol sedangkan mobil yang dikendarai Faisal sendiri telah masuk ke perkampungan dan sedikit lagi Faisal akan sampai ke Kalunan setelah melewati tiga kampung lagi.
Matahari terik dan panas yang tadi dilihatnya telah berubah menjadi cahaya senja yang indah. Awan-awan besar dan putih pun penuh sesak di langit yang telah berubah warna menjadi jingga. Suasana sore hari di kampung mempunyai vibes tersendiri untuk menenangkan pikiran yang letih dan itu terbukti.
Jalan butas yang licin dilewati Faisal dengan sebuah melodi piano yang menenangkan jiwa yang sengaja diputar Faisal. Sepanjang perjalanan, Faisal tak henti-hentinya dibuat kagum oleh pemandangan alam yang disuguhkan sang pencipta. Selain cahaya senja yang indah ada juga lembah hijau yang luasnya sejauh mata memandang. Tanah lapang di kiri dan kanan membentang luas dengan beberapa hewan ternak milik warga kampung. Selain itu, pinggir-pinggir jalan terdapat bunga daisy dan juga marie gold yang tumbuh liar sepanjang pinggiran jalan dengan subur. Melihat hal yang indah ini membuat Faisal merasa nyaman dan tenang walaupun tadi ia sempat tenggelam karena banyak pikiran.
Di sisi lain, kedua keluarga inti dari Dirgantara dan Pratama telah berkumpul di rumah keluarga Pratama yang tentunya untuk membicarakan pernikahan dan juga berpura-pura membesuk Fajar yang pura-pura sakit. Orang-orang tua keriput itu begitu bersemangat dan mendukung sepenuhnya permainan gila ini. Mereka telah menanti-nantikan hari ini dari jauh-jauh hari sudah sehingga raut wajah orang-orang tua itu terlihat berseri-seri.
"Jadi nanti aku dan Mira pura-pura duduk di kursi kan Fajar?" Tanya Alex—ayah Faisal kepada Fajar yang telah berubah menjadi orang yang sakit parah.
"Ia. Jadi kalian berdua termasuk Maura nanti duduk di ruang tamu biar saat Amelia masuk dia lihat kalian lagi datang besuk aku gitu loh." Jelas Fajar.
"Lalu rencana pernikahannya bagaimana?" Tanya Mira—ibu Faisal yang sudah tidak sabar untuk melihat putranya menikah dengan Amelia.
"Tenang saja. Nanti aku yang atur. Nanti kamu sama Maura lakukan apa yang aku katakan tadi." Kata Alex menyuruh istrinya untuk tenang. Mendengar perkataan Alex sontak Mira dan Maura sama-sama berbalik lalu tersenyum seolah kedua wanita tua itu sudah tahu apa yang harus mereka lakukan nantinya.
"Ohya, Nak Faisal sudah sampai kampung belum?" Tanya Maura kepada Alex dan Mira.
"Sudah dekat. Palingan sedikit lagi dia sudah sampai, Maura." Jawab Mira.
"Ya sudah, kalau begitu kalian semua duduk sekarang dan ingat tugas masing-masing." Jelas Fajar lalu mengingatkan mereka.
Dengan cepat, para orang tua itu telah mengambil tempat masing-masing sesuai dengan rencana mereka. Alex dan Mira sudah duduk di ruang tamu sedangkan Fajar dan Maura sudah masuk ke dalam kamar mereka.
Sementara ini mobil Amelia sudah melewati beberapa kampung dan tinggal empat kampung lagi Amelia akan sampai di Kalunan. Gadis itu benar-benar gila. Dia tidak segan-segan menyuruh supir ayahnya untuk melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga gadis itu sudah setengah perjalanan. Lain halnya dengan Faisal yang masih santai melajukan mobilnya hingga tak sadar mobil Van hitam melaju dari sampingnya dengan kecepatan tinggi.
Huh ...
Faisal menghembuskan napas kasar sambil mengumpat dalam hatinya, " Apa dia gila? Hampir saja menyerempet bodi mobilku yang mahal ini." Kesal Faisal sambil mengusap kasar wajahnya. Ia tidak tahu jika yang menyuruh mobil Van itu melaju dengan kecepatan tinggi adalah Amelia—calon istri kecilnya.
Bersambung...