Faisal beranjak dari kursi kebesarannya lalu meninggalkan ruangan kerjanya usai menyambit jas berwarna hitam dari stand hanger disudut ruangan.
"Ryan...?" Panggil Faisal saat berdiri di depan ruangan Ryan yang berada tepat didepan ruangannya.
Ryan adalah sekretaris Faisal. Selain mengurus bisnis, Faisal mempercayakan Ryan untuk membantunya dalam urusan non bisnis termasuk urusan pribadinya sekalipun. Ditambah lagi keduanya bersahabat sejak kecil.
"Apa kau tidur?" Tanya Faisal saat melihat Ryan datang dengan wajah membengkak seperti orang yang baru bangun.
"Tidak, aku tidak tidur. Ada apa kemari biasanya kau akan menghubungiku lebih dulu?" Ryan menggeleng, mencoba membohongi Faisal. Lalu lelaki tampan yang selalu mengenakan kaca mata itu melirik telepon genggam di depan mejanya.
"Aku mau pergi ke Kalunan jadi tolong kosongkan jadwalku untuk jumat besok hingga senin pagi nanti." Ucap Faisal seraya memasukkan tangannya ke dalam saku celana kerjanya.
"Ke-kemana?" Ryan menoleh ke arah Faisal cepat ketika mendengar sebuah nama tempat yang tidak asing baginya.
"Kalunan." Tukas Faisal tegas. Faisal harus memaklumi jika sahabatnya ini masih proses booting ketika bangun tidur.
"K-kalunan??" Kata Ryan dengan nada bertanya. Ryan begitu kaget bahkan rasa kantuknya hilang dalam sekejap ketika mendengar nama Kalunan. Satu kata yang terlintas dalam pikirannya ketika mendengar nama "Kalunan" adalah jaraknya yang jauh. Saking jauhnya membuat Ryan enggan untuk kesana lagi setelah kali pertamanya berkunjung ke rumah Faisal dan membuatnya muntah-muntah sepanjang perjalanan.
"Apa kau mau mengajakku? Maaf, tapi sepertinya harus kutolak karena aku ada kencan buta akhir pekan ini." Kata Ryan asal dengan raut wajah khawatir. Rupanya Ryan masih trauma untuk bepergian jauh.
"Apa kau pikir begitu?" Faisal menahan tawa melihat ekspresi sahabatnya.
"Entahlah..," tukas Ryan ketus.
"Aku mau pergi sendiri." Tambah Faisal. Ia tidak ingin mengajak Ryan.
"Oh... mau menjengguk kedua orang tuamu yah?" Tanya Ryan pasti. Ryan bertanya seperti itu karena memang kedua orang tua Faisal sudah pindah ke kampung setelah Faisal menggantikan ayahnya di perusahaan. Kedua orangtuanya ingin menikmati hari tua sambil menjalankan bisnis perkebunan milik keluarganya dikampung.
"Yah.., selain menjengguk mereka juga ada beberapa alasan lain aku pergi kesana." Ujar Faisal.
"Begitu rupanya...., kau butuh supir?" Tanya Ryan lebih lanjut.
"Tidak, aku pergi sendiri saja. Kalau begitu aku pergi yah. Sampai jumpa pekan depan." Ucap Faisal yang kemudian melangkah pergi usai melambungkan tangannya di udara menyapa Ryan.
Melihat hal konyol yang dilakukan Faisal membuat Ryan merasa jijik. "Dasar!!!" gerutu Ryan saat menatap punggung Faisal yang sudah tak terlihat olehnya lagi.
***
Buggati sport berwarna hitam keluar dari basement perusahaan bawah tanah. Perusahaan dengan dua puluh lima lantai dengan tembok berlapis kaca itu adalah perusahaan start up yang bergerak di bidang makanan berbasis teknologi. Perusahaan itu adalah perusahaan Go Food dengan nama label Health Way Company atau HW Corp yang dikepalai oleh Faisal Dirgantara sebagai Chief Eksekutif.
Mobil sport yang dikendarai Faisal melaju dengan kecepatan standar melewati jalan utama kota seribu kembang.
Kawasan perusahaan Faisal berada di pusat kota Malwi yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan. Karena berada di pusat kota, kawasan yang biasa disebut dengan "Jantung Kota" itu akan padat penduduk pada jam istirahat siang sehingga berdampak pada kemacetan kota. Dan Faisal—salah satu pengguna jalan yang terjebak macet saat ini. Mobil sport itu berada tepat di depan kawasan pusat perbelanjaan karena terjebak macet.
Huh ...
Faisal menghembuskan napas panjang seraya melonggarkan dasi yang mengikat lehernya lalu bersandar pada kursi mobil dengan malas. Siang itu cuacanya sungguh panas sehingga berada di dalam mobil pun tetap kegerahan. Untuk itulah Faisal membuka kaca jendela mobilnya hingga full agar udara lebih leluasa masuk. Syukurlah angin masih terasa disaat terik matahari yang menyengat saat ini. Namun begitu, Faisal masih merasa gera.
Faisal tidak suka ketika tubuhnya mengeluarkan keringat tanpa alasan seperti ini kecuali jika ia sedang berolahraga maka keringat tidak menjadi masalah. Namun dalam situasi seperti ini, Faisal sangat membenci keringat. Maka dengan gerakan secepat kilat, lelaki berusia tiga puluh tahun itu mengapai dua kancing kemeja hitam teratas lalu dilepasnya hingga menujukan bagian dada hingga terlihat rambut-rambut halus menempel disana. Sesudah itu, Faisal menggulung lagi kedua lengan kemeja hingga ke atas sikut. Barulah setelah itu, Faisal menarik sebuah dokumen dari dashboard mobil lalu mengipasi wajahnya karena tak tahan lagi.
Saat sedang asik-asiknya mengipasi wajahnya, tatapan mata Faisal tiba-tiba menangkap tiga orang mahasiswa. Dua dari mereka adalah wanita sedangkan sisanya adalah seorang lelaki. Lama Faisal memperhatikan mereka hingga tak sadar bahwa perhatian sepenuhnya tertuju kepada anak-anak kampus itu hingga tak memperhatikan situasi di sekitarnya.
Lama memperhatikan mereka membuat Faisal tak tahan diri untuk mengomeli anak-anak kampus. Dan tanpa sepengetahuannya, satu di antara kedua wanita itu adalah Amelia—gadis kecil yang akan ditemuinya di Kalunan.
Pip... pip... pip...
Suara bunyi klakson tak henti-henti dan terus saja berbunyi. Suara klakson mobil itu datang dari mobil di belakang mobil Faisal membuat ia sadar dari objek yang mengalihkan perhatiannya saat ini. Fokusnya kembali saat melihat keadaan jalan telah lenggang dari macet. Dengan cepat Faisal melajukan mobilnya pergi karena suara klakson yang bersamaan dengan teriakan terus memaki-maki dirinya. Setelah ia pergi, barulah Faisal sadar jika ialah penyebab dari bunyi klakson tersebut.
Namun begitu, bunyi klakson dari rentetan mobil yang berbunyi memarahi Faisal ternyata ada hikmahnya juga bagi Amelia, Dea dan Reyhan. Ternyata bunyi klakson panjang tadi dapat menghentikan aksi tarik-menarik yang memakan waktu hampir tiga puluh menit hanya untuk mengajak Amelia ke Mall.
Setelah mereka berhenti memaksa Amelia, pandangan mata mereka melirik mobil Buggati sport milik Faisal yang sudah melaju pergi karena malu.
"Kasihan yah orang di dalam mobil sport itu, dia pasti malu." Gumam Dea yang tak kuasa menahan rasa iba.
"Kasihan apanya? Sudah jelas dia yang salah karena tidak fokus! Dan akibatnya dia harus menanggung malu karena jadi bahan umpatan dan tontonan." Sela Reyhan dengan ketus. Tampaknya Reyhan tidak suka jika Dea membicarakan lelaki lain selain dirinya.
"Jelaslah dia malu. Tapi..., apa dia keluarga kalian? Heboh banget kalian urusin hidup orang itu." Tambah Amelia ketus. Wanita bertubuh mungil itu selalu malas tahu dengan apa pun yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya padahal yang sedang diumpat itu adalah calon suaminya—Faisal Dirgantara.
"Ayo ahh ke Mall kalau ngak aku berubah pikiran nantinya." Tukas Amelia lalu berjalan lebih dulu meninggalkan Dea dan Reyhan.
Mendengar perkataan Amelia membuat Dea menarik ujung baju club basket milik Reyhan lalu melayangkan pertanyaan kepada lelaki itu.
"Apa itu artinya Amelia setuju ke pesta akhir semester?" Tanya Dea kepada Reyhan tepat saat laki-laki itu menoleh.
"Gak tahu." Reyhan menaikkan kedua bahunya malas lalu pergi meninggalkan Dea dengan ekspresi wajah datar kepada gadis yang diam-diam ia sukai.
Melihat ekspresi wajah Reyhan, Dea hanya bisa menghela napas. Gadis yang terkadang lemot atau lambat berpikir itu pun bertanya kepada dirinya sendiri. "Ada apa dengan mereka berdua?". Batin Dea lalu kembali mengejar kedua sahabatnya yang sudah pergi.
Baru juga sampai, Dea harus kembali berpikir ketika Amelia menghentikan langkahnya tiba-tiba saat dering ponselnya berbunyi.
"Ada apa?" Tanya Dea kepada Reyhan karena penasaran usai Amelia menerima panggilan dari mamanya.
"Gak tahu." Ketus Reyhan. Lelaki ganteng itu masih kesal dengan sikap Dea tadi.
"Kok gak tahu?" Dea kembali bertanya. Kali ini dahinya memperlihatkan banyak kerutan.
"Yah kan belum diberi tahu sama Amelia." Jawab Reyhan yang semakin kesal dengan Dea.
Mendengar jawaban Reyhan membuat Dea marah. Lalu dengan kesal, Dea menghentakkan-hentakan kakinya di jalan karena tidak mendapat jawaban yang tepat dari Reyhan.
"Ishhh!!" Dea merajuk lalu membuang muka menatap Amelia yang terlihat gelisah.
Tak lama kemudian Amelia datang. Wajahnya masih sama dengan beberapa detik yang lalu. Wajah dengan ekspresi gelisah itu membuat Dea khawatir. Belum juga Amelia sampai, Dea sudah berlari mendekati Amelia.
"Ada apa Mel? Ada masalah? Atau gimana" Tanya Dea dengan rentetan pertanyaan. Reyhan yang di belakang kedua gadis itu mendekat.
"Ada apa?" Reyhan dengan tenang bertanya.
"Sepertinya..., aku harus balik ke kampung hari ini juga." Jawab Amelia usai memberikan jeda yang cukup lama.
"Kenapa? Ada masalah apa?" Dea yang sudah tak sabar.
"Kenapa Mel? Coba cerita?" Reyhan kembali bertanya dengan tenang. Ia tidak mau kedua sahabatnya tergesa-gesa di saat seperti ini.
"Ayah aku sakit. Sepertinya sakit parah dan aku harus mendadak balik hari ini." Jawaban Amelia membuat Dea dan Reyhan kaget. Dea langsung memeluk sahabatnya yang kelihatan cukup terguncang.
"Mel, everything gonna be okay." Reyhan menepuk bahu Amelia lalu tersenyum menatap sahabat mungilnya itu.
Bersambung...