Chereads / Into Reality : Mewujudkan Cinta Virtual / Chapter 4 - Bab 04 : Ketidaksengajaan

Chapter 4 - Bab 04 : Ketidaksengajaan

Estela merasa kesulitan bergerak hanya dengan ucapan Ashton. Menjadi istri? Perjalanannya masih panjang, bahkan belum lama dirinya memulai karir sebagai seorang virtual idol. Ajakan itu terdengar tidak menyenangkan bagi Estela.

"Setelah menjadi CEO, aku ingin menawarkanmu posisi yang lebih tinggi dari orang lain. Menjadi istriku, dan akan kuberikan kau popularitas yang lebih besar dari sekarang," kata Ashton.

"Tunggu. Aku tidak salah dengar, kan? Apa hubungannya kita, posisimu sebagai CEO, dan popularitasku?"

Ashton hendak meraih tangan Estela, namun wanita itu menyadari tingkah laku Ashton yang mulai aneh dan langsung menarik tangannya.

"Orang tuaku menginginkan aku menikah, dan kau kandidat terkuat untuk menjadi istriku. Kita sudah lama dekat, jadi aku tak perlu berlama-lama lagi mengenalkan dirimu kepada kedua orang tuaku. Menggunakan jabatanku sebagai CEO, aku bisa mengangkat namamu lebih tinggi, Estela. Aku bisa lebih gencar mempromosikanmu ke sana sini. Kau menginginkan popularitas, kan?"

Tidak.

Wanita itu memandang tajam Ashton. "Bukan popularitas yang aku inginkan. Hubungan yang bisa aku jalin bersama para penggemarku, itu yang aku nikmati selama berkarir. Kau memandangku seolah-olah aku haus akan reputasi. Aku menolak menjadi istrimu, Ashton."

Mata Ashton yang membelalak besar sudah cukup memberitahu Estela kalau lelaki itu terkejut oleh pernyataannya.

"Tapi, ini tawaran yang bagus, Estela. Demi karirmu. Baiklah, sebelumnya maaf jika aku—"

Segera Estela menyelanya. "Tidak, terima kasih. Aku masih menolak meskipun kau mau menawariku banyak hal yang bagus. Bagiku, kehidupan yang seperti ini sudah yang paling berharga dari apapun."

Estela meremas ujung dress-nya sendiri. Berpikir apakah tidak masalah menjawab seperti itu?

Melihat Ashton masih terdiam sambil memandang Estela, membuat dia berniat untuk pergi dari restoran tersebut karena dirasa telah selesai percakapan. Wanita itu pun menghela napas.

"Itu saja yang bisa aku beritahu. Terima kasih sudah mengundangku. Aku pamit pulang."

Terlihat tidak sopan, tetapi Estela memang tak ingin menyelam terlalu dalam di kehidupan Ashton. Pria itu terkadang bercerita mengenai permasalahan di antara keluarganya. Tak jarang Estela akan memberikan masukan. Akan tetapi, tak pernah terpikirkan oleh Estela untuk masuk. Lagipula, dia tidak memiliki perasaan lebih kepada Ashton layaknya wanita dan pria.

Pernikahan bukan sesuatu yang bisa diremehkan seperti ucapan Ashton. Itu merupakan salah satu hal yang sakral dalam kehidupan, dan Estela menganggapnya seperti ini dalam hidupnya.

Juga, dia seperti dipandang hanya menginginkan popularitas saja, seolah-olah Ashton sedang merendahkan dirinya. Apakah seorang idol memang akan dipandang begitu oleh orang lain?

Begitu dia akan menghentikan taksi yang tengah melaju setelah keluar dari tempat makan tersebut, Estela dikejutkan oleh tangan Ashton yang meraih lengannya bahkan mencengkeram dengan erat.

"Lepaskan, Ashton!" Estela memberontak, namun Ashton tidak terlihat terganggu sedikitpun oleh sikap Estela, seperti telah menduga hal ini akan terjadi.

"Aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau menyetujui perintahku."

Seketika hati Estela bagaikan digores oleh sebuah pisau yang Ashton keluarkan. Bukan permintaan, tetapi ini sudah termasuk perintah.

"Jangan memaksa! Ini kehidupanku, dan kau tidak berhak mengatur aku, Ashton!"

Orang-orang berpikir Estela dan Ashton merupakan sepasang kekasih yang tengah bertengkar. Tetapi, sebenarnya Estela ingin meminta pertolongan dari orang-orang. Dia ingin Ashton menjauh darinya karena Estela mulai ketakutan.

"Sejak kau bekerja di agensi ayahku, hidupmu sudah menjadi milik keluargaku. Kau tak tahu, ya? Bahkan beberapa talent sudah pernah 'dicicipi' oleh beberapa anggota keluarga besarku. Kakakku juga pernah 'mencoba'. Semua itu agar mereka mendapat dukungan, demi nama mereka tinggi dan mengejar posisimu. Mereka sendiri yang menawarkan tubuh mereka. Seharusnya kau bersyukur, aku yang mengulurkan tangan untuk membantumu."

Tanpa terduga, tangan kanan Estela melayang dan mendarat tepat di pipi Ashton hingga terdengar bunyi yang cukup keras akibat tamparan tersebut.

Estela menyeru hampir berteriak kepada pria di depannya. "Ashton, kau brengsek!"

"Baru tahu, ya?" Ashton tertawa kecil, menganggap penghinaan itu sebagai sebuah lelucon kecil yang dilontarkan Estela.

"Aku brengsek begini karena aku menginginkanmu, sialan! Jangan jual mahal! Kau pasti sudah pernah 'berhubungan' bersama orang lain. Kau tinggal mengulanginya denganku, tinggal denganku, dan kau akan kuberikan kekayaan dan popularitas melebihi sekarang."

Estela tak tahan lagi untuk mengeluarkan air matanya. Bertengkar dengan Ashton membuatnya lelah. Hanya bisa berharap Ashton berubah pikiran sebelum Estela mengeluarkan cara terakhirnya.

Tetapi sebelum itu terjadi, Estela tidak menyangka akan ada seseorang yang menarik Estela hingga lengannya terlepas dari cengkeraman Ashton.

"Tuan, nona ini sudah menolak. Kau tidak boleh memaksa wanita jika dia sudah memutuskan pilihan."

***

Restoran bintang empat menjadi sasaran bagi kedua pria yang mampir hanya untuk mencari makan. Salah satu dari mereka tengah dibuat terpaku oleh interior mewah nan klasik milik restoran. Dia baru tahu ada tempat seperti ini di kotanya.

Atau dirinya saja yang jarang berkeliaran?

"Tumben mengajakku ke tempat seperti ini, Al," katanya, masih memperhatikan restoran yang berada di depan muka.

Temannya tertawa mendengar hal ini. "Bukannya tumben. Sebenarnya aku sudah biasa ke sini dan membawa teman-temanku. Tapi berhubung kalu ini tidak ada teman, jadi aku terpaksa mengajakmu."

Mengetahui kehadiran dirinya sebagai manfaat bagus, lantas dia meninju kecil bahu Al yang masih tergelak atas tingkahnya sendiri. Menyebalkan, tapi setidaknya selera Al tidak begitu buruk.

Tanpa ia tahu, sebenarnya Al datang bersamanya bukan karena tidak ada teman.

Daniel Kim merupakan seorang penyanyi pop yang memiliki jam kerja yang sangat padat. Dia baru bisa memiliki waktu luang ketika pulang kerja atau diberi hari libur oleh atasannya—yang mana ini cukup sulit didapatkan karena Daniel dan grupnya masih memiliki banyak urusan pekerjaan.

Sebagai teman, tentu Al sangat ingin menghibur Daniel yang jenuh karena jadwalnya. Maka dari itu, sesudah pulang dari acara penghargaan, dia mendadak mengajak Daniel untuk makan bersama.

Di depan restoran, Al berkata, "Seharusnya kita memesan meja terlebih dahulu. Tapi, masa bodoh lah. Berhubung sudah ada di sini, kita terobos saja. Ya kan, Daniel Kim?"

Daniel mengalihkan pandangannya ke jalan raya. "Aku akan pura-pura tidak mendengar," balasnya.

Daniel mengenakan pakaian yang didominasi warna hitam, mirip orang yang hendak melakukan aksi kejahatan. Hanya hoodie-nya saja yang berwarna biru muda. Dia tidak lupa untuk selalu memakai masker dan topi selama berada di luar agensi atau asrama grup, demi menyembunyikan identitasnya.

Selagi Al mulai bertanya kepada bagian resepsionis mengenai meja yang kosong, Daniel yang bosan pergi ke luar sebentar ingin menghirup udara segar. Selama ini, Daniel lebih sering kesulitan bergerak bebas jika tidak menggunakan penyamaran seperti sekarang.

Maka, bisa menikmati suasana malam seperti sekarang yang mana wajah takkan begitu terlihat karena cahaya rembulan yang tidak seterang sang surya merupakan sebuah kebahagiaan kecil untuk Daniel.

Diam-diam telinga Daniel menangkap suara keributan yang berasal tidak jauh dari posisinya. Tidak seharusnya dia melakukan ini, tetapi rasa penasaran Daniel lebih tinggi dari ketidak peduliannya terhadap hal tersebut. Jadi, dia mengalah pada sisi penasarannya dan berakhir menguping pembicaraan dari orang yang menciptakan keributan tersebut.

Selain mendengar, Daniel pun bisa melihat ada seorang wanita yang aedang mengalami kesusahan karena seorang pria mengganggunya. Meski sudah menolak, tetapi ia terus-menerus dipaksa untuk menurut.

Jiwa pelindung milik Daniel terganggu oleh pemandangan tersebut. Dia bisa menebak pria itu bukan orang yang baik, itulah mengapa respon yang ditunjukkan oleh si wanita cukup menyentil hati Daniel. Persetan soal posisinya sebagai seorang idol, dia merasa harus menyelamatkan wanita itu.

Kemudian, Daniel bergegas menuju kedua orang itu dan segera mendorong dada si pria untuk menjauh dari si wanita.

Daniel berkata, "Tuan, nona ini sudah menolak. Kau tidak boleh memaksa wanita jika sudah memutuskan pilihan."

Si pria memandang penuh kesal pada Daniel. "Memangnya siapa kau, yang seenaknya ikut campur ke dalam urusanku?"

"Aku hanya orang asing yang peduli pada hak asasi perempuan. Sebaiknya kau menjauhinya sebelum aku melaporkan tindakanmu kepada pihak berwajib, Tuan."

Baru sekarang Daniel sadar kalau dirinya tidak memiliki bukti untuk lebih menggertak orang tersebut. Tetapi, mereka beruntung karena si wanita ditinggalkan oleh si pria dalam keadaan selamat. Tuhan memihak kepadanya dan wanita itu.

"Sial! Besok kutemui lagi kau, Estela," ucap si pria sebelum pergi.

Punggung Ashton perlahan-lahan terlihat menjauh. Pada detik ini, akhirnya Estela bisa menarik napas lega setelah kedatangan bantuan dari orang asing yang datang ke tempatnya.

"Terima kasih dan maaf sudah merepotkanmu."

"Tidak masalah. Senang bisa membantu. Apa dia akan mengganggumu lagi?"

Nampak Estela menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tidak tahu. Tapi, kurasa kau dudah membuat sedikit kemajuan untuk hidupku. Mungkin dia tidak akan bertindak berlebihan lagi."

"Tapi sebaiknya kau terus waspada. Karena kami sama-sama lelaki, aku dapat mengetahui pria itu masih memiliki niat jahat terhadapmu, Nona."

Tak ada balasan dari Estela. Akan tetapi, mendengar nada bicara Estela yang menjadi lebih riang, Daniel bisa memastikan kalau wanita itu sudah baik-baik saja.

"Kau mau ke mana?" kata Daniel.

"Aku berniat menghentikan taksi, ingin pulang."

Tanpa memberi penjelasan terlebih dahulu, tak disangka bahwa Daniel merentangkan tangan kanannya ketika taksi akan lewat di depan mereka. Kemudian, kendaraan tersebut berhenti tepat di muka Daniel dan Estela. Estela masih mematung ketika Daniel membukakan pintu taksi sebagai jalur masuk Estela ke dalam kendaraan tersebut.

"Padahal aku bisa melakukannya sendiri."

"Perempuan harus diperlakukan dengan baik, apalagi setelah kau mengalami kejadian tak mengenakan seperti barusan. Begitulah tugas laki-laki, menjaga perempuan."

Tidak bisa berbohong bahwa Estela tersentuh oleh tindakan lembut Daniel. Dia pun masuk dan barulah Daniel menutup pintu. Estela membuka kaca mobil.

"Sekali lagi, terima kasih."

"Sama-sama. Lain kali waspadalah terhadap orang semacam itu."

Dan mereka pun berpamitan dan secara resmi berpisah.

***

Daniel menemukan Al yang sedang menyilangkan tangan depan dada, nampaknya tengah menunggu dirinya yang menghilang begitu saja.

"Hei, darimana saja kau? Aku sampai kesal sekali berdiam diri di sini. Kapan kita bisa masuk kalau kau pergi tanpa bilang terlebih dahulu?"

Daniel tertawa malu, merasa bersalah atas tindakannya. "Maafkan aku. Tadi aku bertemu dengan orang gila yang mau membawa kabur seorang wanita," katanya.

Al mendesah keras. "Aku tidak peduli soal itu. Kau menghabiskan waktuku yang berharga. Aku sudah memesan meja dan kita tinggal ke sana."

Tanpa adanya percakapan lebih lanjut, Daniel mengikuti langkah Al yang memasuki restoran tersebut. Mereka diantar oleh seorang pelayan menuju meja yang berada di sebuah ruangan yang tertutup, dibangun khusus bagi para pelanggan yang menginginkan privasi.

~×××~

-TBC-