Chereads / I Give You My Attention / Chapter 32 - Atala Geram Dengan Zidan

Chapter 32 - Atala Geram Dengan Zidan

Madan pun ikut merasa lega karena dirinya tidak lagi memikul pikiran bahwa ia harus menyelesaikan suatu masalah. Karena sekarang, Acha telah mendapatkan gambaran tentang pasangannya sendiri tanpa campur tangan Madan.

Madan tidak pernah bisa menebak apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Sampai pada akhirnya, Madan mendengar kabar dari Atala sendiri bahwa ia tidak lagi memiliki hubungan spesial dengan Acha.

Sekarang sudah hari Kamis. Seperti biasanya, hari Kamis menjadi hari yang cukup melelahkan bagi Madan. Namun, setelah waktu pelajaran di sekolahnya selesai, Madan tidak langsung pulang begitu saja.

Akhir-akhir ini, teman-teman Madan sering mampir ke warung kopi yang dikenal mereka dengan sebutan nasdar. Sebelum pulang sekolah, Martinus dan Bima selalu mengajak Madan untuk pergi ke tempat tersebut. Madan tidak pernah menerima ajakan mereka hingga mereka bosan sendiri.

Hingga pada akhirnya, setelah mereka sempat menyerah untuk mengajak Madan bermain, di momen yang berbeda tiba tiba saja Madan merasa tertarik untuk ikut bersama dengan mereka.

"Oi. Pulang sekolah mau ke nasdar dulu?" tanya Bima mengajak Kevin.

Kevin sendiri tertarik dengan ajakan Bima. Kevin merasa bahwa dirinya tidak memiliki kegiatan lagi setelah pulang sekolah.

"Ayo! Coba ajak Martinus juga!" Kevin memberi saran kepada Bima.

"Nus! Ayo kita pulang ke nasdar setelah pulang sekolah!" ajak Bima kepada Martinus.

Martinus sendiri tak begitu tergiur untuk menerima ajakan Bima.

'Haha. Sepertinya anak itu juga lelah. Memang hal yang paling enak dilakukan setelah pulang sekolah adalah tidur!' ujar Madan dalam hati, diam-diam memperhatikan mereka yang tengah berbincang di depannya.

Madan mewanti-wanti bahwa dirinya tidak akan mendengar suara ajakan dari mereka. Namun ternyata,

"Ah. Kita mau ngapain? Coba ajak Madan dulu! Kalau dia ikut, gua ikut!" balas Martinus akan pertanyaan Bima.

'Sialan! Benar apa dugaan gua. Pasti mereka tidak akan membiarkan gua lolos begitu saja!' gumam Madan dalam hati.

Bima menoleh ke arah Madan. Mereka duduk saling berdekatan.

"Ei bang!" sapa Bima.

"Oii. Hihi." Madan menanggapi candaan Bima.

"Mau ikut kita ke warkop setelah pulang sekolah?" tanya Bima, terus ,menyengir.

Madan masih kekeh dengan keputusannya yang lebih memilih untuk tidur dibandingkan harus berkeliaran diluar sekolahnya. Tetapi, hal yang membuatnya berubah pikiran adalah Wahyu.

"Bim. Katanya Wahyu ikut? Gua ikut juga!" teriak Martinus.

'Hah? Tumben Wahyu ikut. Bukannya dia malas dengan hal yang seperti ini?' pikir Madan.

"Oke!" jawab Bima dengan senang hati.

Bima hanya tinggal menunggu jawaban dari Madan. Tolakan Madan juga tidak akan menjadi masalah. Karena Martinus dan Wahyu akan ikut bersama dengan mereka.

"Gimana? Lihat lah! Mereka berdua saja ikut!" kata Bima.

"Yasudah. Gua ikut!" jawab Madan.

"Yes. Tumben. Ada apa ini?" tanya Bima .

"Tuh, lihatlah diri lo sendiri, Bim! Gua ikut ataupun tidak ikut pun tetap akan menjadi pertanyaan bagi lo!" sergah Madan.

"Hahaha. Iya iyaa!" jawab Bima sambil terus tertawa.

Ini adalah pertama kalinya untuk Madan dan kawan-kawannya berkumpul dengan anggota yang lengkap. Mereka tidak mengajak Jonathan karena dia sudah pasti ikut.

Madan tidak tahu warkop nasdar yang mereka maksud. Madan juga tidak mengerti mengapa mereka begitu tertarik dengan warkop yang bahkan namanya tak pernah di dengarnya.

'Nasdar itu apa sih? Mengapa mereka begitu tertarik?' tanya Madan dalam hati.

Atala sendiri biasanya selalu bersama dengan Kiel dan gengnya berkeliling kemanapun yang mereka mau. Tidak jarang mereka berkumpul di warkop nasdar.

Sampai akhirnya, ketika mereka mengetahui kabar bahwa anak sekolahannya yang lain juga mulai mendatangi warkop tersebut, mereka tidak lagi nongkrong di nasdar. Mereka mencari tempat yang mungkin akan sulit dijangkau anak-anak sekolahnya. Entah apa alasan mereka menghindari murid-murid sekolahnya sendiri.

Madan dan kawan-kawannya pun langsung berjalan ke warkop yang tidak jauh dari sekolahnya itu.

"Apa tidak akan jadi masalah kalau kita jalan?" tanya Madan.

"Tidak apa apa! Jaraknya tidak jauh dari sini!" jawab Martinus.

Di tengah tengah perjalanan mereka, tiba-tiba saja mereka bertemu dengan Atala yang berjalan sendirian.

Madan kebingungan dengan apa yang membuat Atala bisa sampai berjalan sendiri di jalan yang tidak jauh juga dari rumahnya. Mengingat, lokasi rumah Atala sendiri berada sangat dekat dari sekolah.

"Loh? Atala?" ucap Martinus, spontan. Ia menunjuk Atala yang berada tidak begitu jauh dari lokasi mereka.

Mereka berpapasan. Atala berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.

"Lo mau kemana Nus?" tanya Atala.

"Mau ke nasdar!" jawab Martinus.

Martinus sendiri tidak begitu tertarik dengan keberadaan Atala. Martinus mengakui bahwa Atala adalah orang yang sangat sulit untuk diajak bercanda. Dibandingkan merespon leluconnya dengan tawaan, Atala lebih memilih untuk menanggapinya dengan serius. Mengajaknya berkelahi. Dan menunjukkan taringnya seolah dirinya tak bisa bercanda dengan orang rendahan.

"Kenapa lo sendirian, Tal?" tanya Bima.

"Tadi gua bersama dengan Kiel. Tapi, gua memilih untuk pulang lebih awal!" jawab Atala, tampak kesulitan untuk menatap wajah Bima.

Madan dapat merasakannya. Perasaan yang canggung seperti dua orang yang baru saling bertemu.

'Hahaha. Gua semakin yakin bahwa dia benar benar berubah! Perlahan, orang ini benar benar tak menganggap gua dan Bima sebagai temannya!' kata Madan dalam hatinya.

Madan sendiri masih ingat bahwa mereka bertiga adalah seorang sahabat ketika pertama kali menginjakkan kakinya di kelas delapan. Mereka selalu bersama kemana mana. Namun sekarang, semuanya tampak begitu berbeda. Madan tidak tahu apa yang tengah dituju Atala saat ini.

Atala berjalan bersamaan dengan mereka. Mengikuti mereka untuk pergi ke tempat tujuan mereka.

Jonathan, orang yang tidak pernah merasa segan untuk bercanda dengan siapapun. Bersikap tengil meski orang itu adalah Kiel. Kini dirinya memberikan pertanyaan yang menyinggung Atala.

"Loh. Terus kenapa lo mengikuti kita? Memangnya kita mengajak lo?" tanya Jonathan, menggoda Atala.

Atala merasa tidak enak karena dirinya seakan tak diterima di gerombolan mereka. Namun, Atala tidak ingin dirinya kalah dan dipermalukan.

"Tengil lo Jon! Belum pernah gua pukul? Makanya lo bisa berkata seenaknya saja!" respon Atala. Wajahnya sangat serius.

Atala mendekati Jonathan dan mencekiknya menggunakan lengannya.

"Mampus lu. Mampus!" ucap Atala.

Bagi Jonathan, hal seperti itu adalah hal yang biasa. Ini adalah hal kecil yang bisa dibereskannya kapanpun ia mau. Hanya saja, Jonathan tidak pernah menunjukkan amarahnya dan hanya selalu menampakkan sosoknya yang menyebalkan di depan kawan-kawannya. Sehingga, wibawanya hilang dan membuat dirinya yang seharusnya menakutkan menjadi anak yang mudah di bully mereka.

Meski begitu, Madan merasa sangat yakin bahwa orang seperti Atala dapat menyadari perasaan segannya sendiri ketika berada di dekat Jonathan.

"Hahaha." Mereka hanya tertawa melihat wajah geram Atala.

Perjalanan terasa begitu melelahkan. Madan merasakan perubahan situasi. Kehadiran Atala membuatnya tidak bisa berekspresi begitu bebas. Madan tahu bahwa Atala yang saat ini mudah tersinggung. Entah itu adalah rasa ketersinggungan yang sebenarnya, atau hanya sekedar tindakan intimidasi belaka.

Namun, Madan merasa bahwa Atala terlalu berlebihan. Tiap lelucon yang diberikan kawan-kawannya selalu direspon negatif olehnya. Seakan tidak ada orang yang boleh bercanda di depannya.

Meski begitu, mereka bisa mengabaikan sikap Atala. Berbeda dengan Madan yang tahu betul perubahan Atala. Ia lebih memilih menahan dirinya daripada membuat masalah lagi dengan Atala.

"Gila. Hari ini panas sekali!" ucap Martinus.

Padahal, mereka sudah dekat dengan tempat yang mereka tuju.

"Yaiyalah. Ini namanya siang hari! Kalau mau dingin, ganti saja langitnya menjadi gelap!" balas Jonathan, dengan leluconnya. Meski leluconnya tidak begitu lucu, namun Madan merasa terhibur. Karena setidaknya, kebersamaan mereka ada artinya.

Mereka dapat melihat banyak kakak kelas yang duduk di bangku warkop nasdar. Itu membuat warkop tersebut terlihat penuh. Meski begitu, mereka tak berhenti jalan.

Dari jauh, Atala terus memperhatikan Zidan yang duduk bersandar di dinding seberang warkop tersebut. Melihat Zidan yang terlihat begitu tenang, Atala merasa cukup panas.

"Sialan orang itu!" ucap Atala, menunjuk Zidan dari kejauhan.

Entah siapa orang yang Atala maksud, mereka menunggu lanjutan dari kalimat Atala yang tiba-tiba saja marah.

"Siapa?" tanya Madan.

Atala menanggapinya. Namun Atala tidak begitu memperhatikan Madan. Seperti sedang tak berbicara dengan Madan.

"Tuh Zidan!" jawab Atala.

Bima penasaran dan ingin ikut berdiskusi.

"Ada apa dengan dia?" tanya Bima, mulai mendekati Atala dari belakang.

Mendengar pertanyaan dari Bima, Atala pun merasa bahwa dirinya mendapatkan kesempatan besar untuk menunjukkan seberapa menakutkannya dirinya.

"Jika gua memiliki badan seperti Martinus, maka gua akan menantang orang itu untuk berkelahi dengan gua!" kata Atala.

Bima hanya menyengir. Bima sendiri tahu seberapa hebat Atala. Namun, Bima juga tahu seberapa kuatnya mental Atala. Meningat, bahwa Bima adalah orang yang pernah membuat Atala sampai menangis karena pertengkaran mereka berdua.

"Ada masalah apa lo dengan dia?" tanya Jonathan.

"Itu lho. Bapaknya dikatain. Hahaha." Kevin mulai mengolok Atala.

Atala tengah berada di dalam kondisi suasana hati yang serius. Namun kawan-kawannya tak berhenti mempermainkan Atala dan menjadikannya candaan.

"Tengil sekali lo Vin!" ujar Atala, menoleh sebentar ke belakang hanya untuk menunjukkan wajah galaknya saja.

Setelah itu, Atala melanjutkan ceritanya dan menjawab pertanyaan dari Jonathan.

"Gua putus dengan Acha karena dia!" ujar Atala.

Ketika mendengar ungkapan dari Atala, Madan sangat terkejut. Ia tidak habis pikir bahwa ternyata pada akhirnya Acha mengambil keputusan yang begitu ekstrim.

'Hah? Mereka putus? Apa ini adalah keputusan Acha?' tanya Madan dalam hatinya.

Madan terkejut karena Madan tidak berpikir sejauh ini. Madan membayangkan kembali jika sebelumnya dirinya lah yang membantu Acha demi memecahkan masalah dalam hubungan mereka, maka dia juga berkontribusi akan berakhirnya hubungan mereka.

"Siapa yang meminta putus?" tanya Madan.

"Gua!" jawab Atala melirik Madan sebentar.

'Hah? Apa apaan lelucon ini? Dia yang memutuskan hubungannya sendiri tapi dia juga yang merasa kesal?' tanya Madan dalam hati. Tidak habis pikir dengan jawaban yang di dengarnya dari Atala.

"Ketika Acha tahu informasi itu dari Zidan, gua mulai berdebat dengan dia! Rasanya sudah tidak enak. Sudah tidak seperti dulu lagi! Yasudah, gua bilang saja kepadanya kalau gua ingin putus!" ujar Atala menceritakan kembali dengan rinci.

"Itu berarti lo yang membuat hubungan lo sendiri berakhir, bodoh!" celetuk Martinus, mulai terpancing emosi dengan cerita Atala.

"Tetap saja! Kalau orang itu menutup mulutnya, maka Acha tidak akan tahu tentang itu! Dan kita tidak akan berdebat panjang seperti ini!" ujar Atala masih tidak ingin membuat dirinya berada di posisi sebagai orang yang bersalah.

Namun, mereka terus menyerang Atala dengan memojokannya.

"Yaa, kenapa lo harus memutuskan hubungan lo? Haduh!" tanya Jonathan, menepuk jidatnya.

"Atala sudah bosan woi!" karang Kevin.

"Berisik kalian! Jangan banyak bicara!" ucap Atala, ekspresinya terlihat begitu marah.

Meski begitu, mereka tidak berhenti.