Madan tidak pernah sangka bahwa obrolannya pada malam itu bisa membuat hubungan mereka yang pada awalnya hanya sebatas teman cerita, kini sedikit menjadi lebih spesial.
Pada malam itu, Madan hampir tak bisa tidur. Kau tahu? Itu karena pada akhirnya Madan dengan pikirannya yang tak lagi waras telah menerima ajakan Acha untuk menonton di bioskop.
Madan terbangun di pagi hari.
"Madaaan. Bangun! Subuh!" Mamahnya Madan membangunkan Madan pada jam lima pagi.
Biasanya, Madan memang sering bangun untuk solat Subuh. Seperti yang diketahui, di hari libur Madan hampir tak pernah mendapatkan alarm alami dari keluarganya.
'Tumben sekali mamah membangunkan gua di pagi hari?' Madan curiga. Kelopak matanya tak mau bergerak terbuka.
Madan memaksakan dirinya untuk berdiri dari tempat tidurnya. Berjalan dengan tubuh yang lemas. Kepalanya terasa sedikit pusing. Sementara matanya masih terasa gelap dan kunang-kunang. Madan bersandar di samping tembok kamarnya. Di situasi itu, untuknya tertidur adalah hal yang sangat mudah. Madan bisa tertidur hanya dalam hitungan detik meski tubuhnya tengah berdiri.
Tidak lama kemudian, mamah Madan kembali ke kamarnya.
Byurr!
Madan disiram dengan sedikit air yang ada di dalam gelas.
"Haah?" ucap Madan terkejut, sambil mengusap wajahnya. Melihat mamahnya yang wajahnya terlihat cukup menyeramkan.
"Bangun!" kata mamahnya Madan tak memberi kesempatan bagi Madan untuk mengumpulkan nyawanya.
Ketika dikepalanya tiba-tiba terbesit ingatan bahwa dirinya yang akan pergi bersama dengan Acha, secara otomatis otak Madan yang masih lelah dipaksanya untuk bekerja lagi.
'Oh iya. Nanti, gua dan Acha kan mau jalan! Apa mamah harus tahu?' Di kamar mandinya, Madan melamun.
Tapi pada akhirnya, Madan memilih untuk menceritakannya saja bahwa hari ini ia akan pergi dengan seorang perempuan.
Karena, Madan ingat kejadian yang tidak lama menimpanya. Kejadian saat itu terjadi tidak jauh dari waktu Madan saat ini. Sekitar beberapa bulan yang lalu, Madan baru mengenal rokok. Sebenarnya, Madan sendiri sudah memiliki sikap nakal sejak dirinya berada di sekolah dasar. Kenakalannya mendorong Madan untuk mencoba coba menghisap rokok.
Pada saat itu Madan diajak kawan kawannya untuk pergi ke sebuah kota. Sebuah kota yang tak diketahuinya akan banyaknya para penjahat.
Tujuannya hanyalah untuk menikmati rokok sambil menenangkan pikiran. Inilah alasan Madan tak ingin mengatakannya kepada orang tuanya. Karena orang tuanya masih belum mengizinkannya untuk merokok. Maka, Madan pergi tanpa mengatakan alasan kepergiannya dengan jelas.
Sayangnya, disana Madan mendapati seorang maling pintar yang berhasil membodohinya. Madan harus kehilangan ponselnya untuk yang pertama kalinya. Madan sendiri tak begitu ingat akan perawakan maling tersebut. Sempat terbesit di kepalanya akan niat untuk kembali mencari pelaku dari pencuri ponselnya itu. Namun Madan sadar bahwa itu adalah hal yang sia-sia. Madan hanya bisa menyesalinya setelah kejadian itu telah menimpanya.
Tidak lama kemudian, Madan keluar dari kamar mandinya. Dilihat mamahnya yang tengah membereskan dapur. Bersiap untuk membuat sarapan.
Madan keluar dengan wajah yang sudah basah. Air wudhu membuat matanya tak lagi terasa berat.
"Mah." Madan berusaha memulai topik dengan lembut.
"Tolong matikan keran di dalam kamar mandi dulu!" Belum sempat Madan mengeluarkan kata selanjutnya, Madan langsung disuruh mamahnya.
Salah satu sifat menyebalkan dari mamahnya yang paling di hafal Madan adalah memanfaatkan keberadaan dirinya dengan menyuruh apapun selagi Madan masih ada pada jangkauan matanya.
"Kenapa?" tanya mamah Madan. Kebetulan, Madan sendiri adalah satu satunya anak yang jarang sekali bercerita dengan orang tuanya diantara adik dan kakaknya.
"Hari ini, aku mau pergi ya."
"Pergi kemana? Dengan siapa saja?"
"Hehehe." Ketika pertanyaan itu datang, Madan tak dapat menahan senyumnya. Madan salah tingkah.
"Kenapa kamu? Kok tertawa? Mau pergi ke mana?"
"Sama Acha."
"Acha? Siapa dia? Pacar kamu?"
"Bukan! Ada deh. Dia temanku! Dan aku akan pergi ke mall dekat stasiun sana!"
"Yasudah kalau begitu! Jangan lupa pakai helm mu! Surat motor itu juga dibawa! Takutnya, nanti ada polisi."
Madan cukup senang karena diperbolehkan orang tuanya. Meski ada sedikit rasa yang tak dimengertinya.
'Yah. Jadi mamah mengizinkan gua ya?' Ada sedikit rasa malas sebenarnya. Sering kali berbagai ajakan dari Acha ditolaknya dengan berbagai alasan karena rasa takut untuk bertemu dengan perempuan masih ada dalam dirinya.
"Iya iyaa! Okee!" Madan berjalan dengan tatapannya yang kosong. Meninggalkan mamahnya yang masih belum selesai berbicara.
"Dengar tidak? Madan!" tanya mamah Madan, yang sadar bahwa Madan seakan meremehkan perkataannya.
"Dengar maaah!" jawab Madan.
Madan pun masuk ke dalam kamarnya. Melaksanakan solat subuhnya yang menjadi tak fokus karena sering kali terpikirkan akan rencana yang akan mereka lakukan nanti siang.
Acha : Madan banguun!
Acha : Woii. Keboo!
Acha : Madan kalau gak bangun Acha siram ya?
Acha : Madaaan?
Acha : Astaga. Kalau tidak bangun sekarang, yasudah! Yang penting, bangun lah sebelum jam sembilan!
Madan tersenyum melihat pesan dari Acha setelah selesai sholat, 'Hahaha. Bagaimana caranya dia mau menyiram dari jauh?' Madan tak habis pikir dengan tingkah Acha yang selalu membuatnya tersenyum.
Madan: : Iya ini sudah bangun!
Acha : Bagus bagus! Mandi sana!
Madan : Tidak mau! Gua tidak pernah mandi di hari libur. Ingat itu!
Acha : Siap siap deh nanti gua kebauan pada saat bertemu dengan lo!
Madan : Oh, meledek? Jadi malas, tidak usah jadi saja ya?
Acha : Eh. Jangan jangan! Harus jadi dong.
Madan : Yasudah ah. Gua mau lanjut tidur.
Acha : Apa lo sudah izin dengan orang tua lo?
Madan : Tentu!
Acha : Bagaimana lo mengatakannya kepada mereka?
Madan : Gua sebut nama lo! Gua bilang saja gua akan pergi dengan teman, namanya Acha!
Setelah itu, Acha sempat terdiam cukup lama. Dalam kondisi status yang masih aktif. Hanya membaca pesan dari Madan.
'Kenapa dia tiba tiba diam saja? Apa dia juga tengah di suruh orang tuanya?' tanya Madan dalam hatinya.
Di tengah asiknya Madan mengobrol bersama dengan Acha, tiba tiba saja mamahnya kembali masuk ke dalam kamarnya.
"Madan! Nanti, kamu tolong pergi ke pasar ya? Sebentar saja kok!"
Pada saat itulah, Madan sadar bahwa alasannya harus bangun di hari libur ini adalah karena dirinya harus membantu mamahnya itu dengan pergi ke pasar.
'Oh, jadi ini alasan mamah membangunkan gua di pagi pagi hari libur? Haduh! Pantas saja!' kata Madan yang hanya bisa merasa geram dan menggerutu di dalam hatinya.
"Huh. Yasudah deh!" kata Madan sambil menghela nafasnya. Madan berusaha menunjukkan wajah malasnya di depan mamahnya.
Kembali dlihatnya pesan dari Acha. Ponselnya sempat bergetar di tengah pembicaraannya dengan mamahnya tadi.
Acha : Hahaha. Bagus bagus!
'Hah? Dia diam lama hanya untuk membalas itu saja?' Madan mulai merasa heran.
Madan : Iya dong! Kalau lu, apa lu sudah mendapatkan izin dari orang tua lu?
Acha : Sudah!
Madan : Bagus kalau begitu.
'Baiklah! Ini akan menjadi perjalanan yang aman!' kata Madan merasa lega.
Padahal, mereka hanya akan menonton ke bioskop yang ada pada mall tak jauh dari sekolahnya. Namun Madan menanggapi perjalanan mereka seakan sebuah perjalanan yang sangat jauh.
Acha : Iya.
Madan : Byee. Gua mau lanjut tidur lagi!
Acha : Huh. Dasar memang lelaki tak ada yang peka!
Madan : Mata gua terlalu berat untuk memikirkan makna dari kata-kata lo! Gua akan respon nanti!
Acha : Tidak tahu deh! Ah. Madan selalu saja menyebalkan! Sudah sana pergi!
'Hahaha. Dia kenapa sih? Kenapa ada orang yang tiba-tiba saja marah marah seperti ini?' Madan hanya tersenyum melihat layar ponselnya.
Membiarkan Acha dan tak berusaha membujuknya. Menuruti rasa kantuk yang memberi perintah kepada dirinya untuk segera tertidur.
Madan terbangun. Dilihatnya kembali jam yang ada pada ponselnya.
'Hah? Jam delapan ya? Sementara film itu mulainya jam berapa?' Madan takut bahwa ternyata dirinya telat.
Madan : Acha! Acha! Achaaa.
Acha : Apa sayang?
Madan : Jam berapa film itu di mulai?
Acha : Jam sepuluh. Ada apa?
Madan : Leganya. Tidak ada! Oke kalau begitu.
Madan menutup kembali ponselnya.
Ting! Ting! Ting!
Acha belum selesai berbicara dengannya. Madan mengabaikannya karena merasa membutuhkan waktu yang banyak untuk memilih pakaiannya.
Madan membuka lemarinya dan mulai memilih pakaian yang akan dikenakannya.
Tak lama, mamahnya masuk ke dalam kamar.
"Madan. Gih sana ke pasar dulu! Beli kan ini itu, dan itu!" kata mamah Madan.
"Hmm. Mah? Aku akan jalan sebentar lagi. Sepertinya, mamah suruh Aisyah saja gimana? Karena, aku takut aku telat!" kata Madan dengan penuh rasa takut terhadap orang tuanya itu.
Tentunya, mamah Madan tak membiarkan Madan begitu saja.
"Kamu itu gimana sih? Kamu bilang tadi iya! Mamah sudah menunggu kamu bangun! Tapi kamunya malah," mamah Madan langsung memarahi Madan. Belum sempat mamah Madan menyelesaikan omelannya, Madan langsung mengalah. "Iya iya iyaa! Okee! Yasudah mana uangnya? Aku harus cepat!" ujar Madan mengulurkan tangannya meminta uang kepada orang tuanya.
"Nih! Baca pesan dari mamah! Disitu ada apa saja yang harus kamu beli!" ucap mamahnya sambil mengulurkan uang.
"Iyaa!" Madan masih belum menyadari keanehannya.
'Hari ini berbeda. Benar benar berbeda! Biasanya, gua harus pergi ke pasar sangat pagi. Tapi, mamah mengizinkan gua untuk tidur dulu? Dan juga, kenapa harus mengirim pesan segala?' pikir Madan mulai curiga.
Madan mulai membuka ponselnya.
"Oh tidak!" Madan terkejut dengan pesan dari mamahnya yang berisikan banyak produk-produk yang harus dibeli. Artinya, itu akan memakan waktu banyak dan membuatnya sedikit telat, mungkin?