Chereads / I Give You My Attention / Chapter 38 - Hampir Telat

Chapter 38 - Hampir Telat

Tentunya Madan merasa cukup kesal. Kesal karena dirinya yang menunda nunda permintaan dari mamahnya. Kesal karena mamahnya tak mempedulikan kondisinya pada saat ini yang sedang terburu buru.

'Hiks. Aaa. Bagaimana ini? Apakah waktunya akan sempat? Kalau begini bisa bisa gua telat!' Madan mulai panik.

Madan tak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang selain langsung pergi ke pasar.

Madan : Acha maaf nanti mungkin gua akan sedikit telat. Gua harus jemput lo dimana?

Acha : Iya iyaa. Ke sekolah saja! Kebetulan, gua sedang mengikuti laithan dari kegiatan ekskul gua!

Madan : Oke Acha!

Tak ada pilihan lain. Madan harus pergi ke pasar sekarang. Madan meninggalkan lemarinya yang masih terbuka. Berlari ke luar kamarnya dan langsung menyiapkan kendaraannya.

'Cepat cepat cepat!' ujar Madan dalam hatinya.

Madan pun lansung pergi ke pasar dengan ponsel yang tak lupa juga dibawanya.

Madan tak mengira bahwa barang-barang yang harus dibelinya hanyalah sayuran. Karena ternyata, banyak benda yang harus dicarinya sesuai dengan perintah dari mamahnya.

Belum lagi ketika mamah Madan menambahkan list baru melalui pesan.

'Akh tidakk! Kenapa bertambah terus?' Madan kesal melihat layar ponselnya.

Cukup lama Madan mencari semua barang-barang yang diperlukannya, akhirnya Madan pun berhasil membawa itu semua ke dalam kantong plastik yang sudah di genggamnya.

Terlihat, tiga kantong plastik besar telah dipenuhi dengan berbagai bahan yang Madan cari tadi.

'Ini sangat berat! Berat sekali!' kata Madan mengeluh dalam hatinya. Keringat mulai bercucuran di area wajahnya.

Madan merasa sangat kotor dan repot. Ia harus segera membersihakn dirinya ketika sampai di rumah nanti.

Madan pun meletakkan semua kantong plastik besar itu di motornya. Membawa mereka pulang dan memberikannya kepada mamahnya.

'Mamah yang benar saja! Masa bisa-bisanya sih dia baru bilang bahwa bahan-bahan yang harus dibelinya sebanyak ini? Apa dia sengaja atau apa? Tidak mungkin juga dia berbuat sengaja. Toh mamah kan bukan tipe yang membuang-buang duitnya.'

Madan berprasangka bahwa mamahnya sengaja mempersulitnya untuk pergi dengan Acha.

Namun nyatanya, ketika Madan sampai di rumah tidak ada hal yang aneh yang membuat Madan curiga dengan mamahnya. Bahkan, mamahnya mengoreksi kesalahan Madan.

"Tuh kan benar! Pasti, kamu beli yang ini!" ujar mamah Madan, menunjuk produk yang salah dibeli Madan.

"Mana aku tau mah? Kan mamah hanya bilang seperti itu!" jawab Madan.

Perdebatan mulai terjadi. Madan benar-benar tertimpa banyak masalah. Rasanya, Madan ingin membatalkan saja rencana pergi dengan Acha.

'Ah, ini membuat gua sangat muak! Tak ada lagi niat rasanya untuk pergi dengan Acha!' kata Madan dengan wajah yang tak sedap dilihat.

Madan berjalan pergi meninggalkan kamar mamahnya. Berusaha untuk merebahkan tubuhnya yang terasa cukup lelah karena berjalan cukup lama di tengah terbitnya matahari di pasar. Dia kebingungan. Dia harus rapih-rapih lagi, tapi tidak mungkin dilakukannya karena itu akan memakan banyak waktu.

Tiba tiba saja Madan mendapatkan mendapatkan panggilan telepon dari Acha.

Nada dering berbunyi.

"Hah? Acha?" ucap Madan terkejut. Madan langsung mengangkatnya, "Halo Acha? Ada apa?" tanya Madan tak lagi mempedulikan sekitarnya. Rasa lelah membuat Madan tak khawatir obrolannya dengan seorang perempuan dapat di dengar orang lain.

"Madan? Lo tidak sedang dalam masalah kan? Acha sudah tunggu di saung ya!" ujar Acha memberitahukan situasinya kepada Madan. Membuat Madan mengerti bahwa Acha telah menunggunya.

'Hah? Jam berapa sih ini? Kenapa dia sudah selesai saja?' tanya Madan dalam hatinya.

Dilihatnya angka 08:50 menandakan bahwa sebentar lagi adalah waktunya.

'APAA? Bisa bisanya gua tidak melihat angka itu?' tanya Madan yang merasa heran dengan dirinya sendiri.

"I-iya Acha! Tunggu saja. Nanti gua akan kabari lagi! Oke? Byee!" ujar Madan dengan kalimatnya yang terbata-bata karena rasa panik yang luar biasa.

Tut!

Madan langsung mematikan ponselnya.

Madan berlari ke kamar mandinya. 'Pokoknya hal yang pertama harus dilakukan adalah mandi!' ujar Madan menegaskan kepada dirinya agar tak bingung memilih langkah yang mesti dilakukannya.

Madan tidak memakan waktu cukup lama berada di kamar mandi. Setelah sekitar lima menit, Madan keluar dari kamar mandinya. Namun hal itu tak mengurangi tingkat kebersihan seperti yang biasa dirinya melakukan mandi.

Madan terbur- buru berjalan cepat ke kamarnya. Kembali mencari pakaian yang harus dikenakannya.

'Ah ini saja lah! Persetan mau terlihat tampan atau tidak.'

Madan terlanjur tak peduli karena sudah frustasi.

Madan sudah rapih. Madan telah mengenakan pakaian yang dilhatnya tidak cukup buruk dan mampu membuat dirinya merasa percaya diri.

"Tampan sekali anak ini!" gumamnya di depan cermin.

Tak lupa untuk membawa dompet dan ponselnya, mencari kedua barang tersebut juga memakan waktu cukup banyak untuknya.

'Ah, gua belum memakai sepatu juga!' Madan menepuk dahinya.

Setelah barang barangnya sudah lengkap berada di dalam saku celananya, Madan pun berlari ke ruang tamunya untuk memakai sepatu.

Kondisi jiwa yang penuh dengan rasa panik membuat Madan merasa cukup lelah hingga sedikit keringat bercucuran disekitar tubuhnya. Namun tak dapat membuat Madan terlihat dekil lagi.

Disana, Acha menunggu Madan cukup lama. Mengingat, Acha memberitahu Madan sejak tiga puluh menit yang lalu.

'Madan dimana sih? Ini sudah jam sembilan lewat dua puluh loh!' Acha menunggu Madan di depan sekolahnya. Karena, ia tidak bisa menunggu di saung dalam sekolahnya dengan alasan sekolah harus di tutup setelah kegiatannya telah selesai.

Acha bediri cukup lama dengan matahari yang terus menyorot kepalanya.

"Acha. Gua pulang duluan yaa? Dadaaa!" ucap salah satu teman Acha yang telah berada di dalam mobilnya bersama temannya yang lain.

"Iyaa. Hati hati yaa!" Acha melambaikan tangannya juga dengan senyum di wajahnya.

Tak lama kemudian, Madan datang.

"Hei. Maaf ya lama!" kata Madan sambil tersenyum. Berusaha untuk tetap terlihat tenang. Padahal, keringat disekitar dahinya memperjelas bahwa Madan baru saja melakukan sesuatu yang genting.

"Sumpah ya, lo tuh ngaret sekali!" Acha tampak mengoceh. Meski Acha cukup lama berpanas-panasan di depan sekolahnya, namun Acha masih bisa tersenyum ketika melihat Madan sampai. Sambil bergumam, Acha menaiki motor Madan.

"Ada urusan yang mendadak tadi. Baiklah. Gua lupa kita mau kemana!" Rasa panik membuat Madan tak dapat berpikir dengan baik.

"Ahahaha. Madaaan ah. Lo tuh kenapa sih selalu saja menyebalkan?" Acha marah manja. Tawa dan amarah bercampur satu menciptakan reaksi terhadap perkataan Madan yang begitu polosnya.

Bagaimana tidak? Acha kesal karena Madan melupakan janji mereka berdua.

"Haha. Ah iyaa! Gua sudah ingat! Baiklah!" Madan langsung menarik pedal gasnya.

Madan tak lagi merasa panik sekarang. Karena dirinya telah bertemu dengan Acha. Bisa berbicara dan bercanda tawa dengan Acha saja sudah mampu membuat Madan melupakan masalahnya.

Mereka berbicara cukup banyak di tengah perjalanan. Angin meniup wajah Madan menciptakan atmosfer dan membuat keringat yang ada di sekitar kepalanya mengering.

Meskipun begitu, rasa canggung tentunya belum hilang sepenuhnya begitu saja. Sesekali Acha memotret Madan di tengah motor yang masih dikendalikan Madan.

"Madan, smileee!" kata Acha meletakkan kameranya di depan wajah Madan.

Madan tersenyum.

Ckrik!

"Hahaha." Mereka tertawa.