'Wah. Anak ini benar benar keparat!' Madan tampak geram.
"Hapus cepat! Ini tidak lucu!" Madan masih berbicara santai.
"Tapi kan, bukankah dia masih tetap bisa melihat pesan yang gua kirim?" Sidik masih berusaha menenangkan Madan. Menghindari permintaan Madan.
"Cepat tarik kembali pesan itu!" Madan tidak peduli dengan bualan Sidik.
Sidik bahkan masih meledek Madan, "Sidiiiik! Hapuuus!" Madan mulai berlari dengan sangat cepat ke arah Sidik. Berusaha membuat Sidik terpaksa harus menghapus pesan tersebut.
Sidik tertangkap.
"Iya iyaaa! Ini gua hapus. Ahahah!" ucap Sidik masih dengan tawanya yang menikmati candaannya sendiri.
"Sialan lo!" ucap Madan masih kesal dengan Sidik.
Candaan Sidik membuat jantung Madan berdetak begitu cepat. Bukan begitu, hanya saja Madan enggan membuat orang lain merasa terlalu percaya diri.
Ketika bertemu dengan seorang perempuan, Madan berusaha untuk menggunakan pandangannya yang tidak begitu tertarik dengan mereka. Hal itu semata-mata karena dirinya tidak ingin orang lain berpikir yang macam-macam tentang perasaan yang ada pada dirinya. Terlebih lagi soal perempuan.
Pada akhirnya, perjalanannya yang melelahkan pun berakhir. Seperti biasanya, setelah mampir ke warung untuk membeli es seribuan, mereka berpisah. Madan berjalan sendirian.
Entah mengapa, suasana seperti ini dapat dimanfaatkannya untuk memikirkan kembali apa saja yang telah diperdebatkan mereka semua.
'Kenapa rasanya ini begitu aneh? Gua memang baru saja mendengarnya! Tapi, perasaan apa ini?' kata Madan di dalam hatinya yang memperdebatkan suatu hal.
Madan telah sampai di dalam rumahnya. Melihat suasana rumahnya yang selalu sepi seakan menjadi sebuah ketenangan baginya.
Madan memiliki dua orang saudaranya yang masih kecil. Baginya, mereka berdua adalah hiburan bagi Madan.
Biasanya, Madan tidak langsung mencari mereka. Namun entah mengapa, saat ini Madan benar benar ingin bermain dengan mereka. Rasa rindu entah berasal dari mana.
'Kenapa tiba-tiba saja rasanya gua rindu sekali dengan Rustam? Dimana dia sekarang ya?' tanya Madan dalam hatinya sambil menoleh ke berbagai sisi mencari Rustam.
Madan tidak melihat adanya mereka di dekat kamarnya. Madan pun kembali masuk ke dalam kamarnya dan membuka ponselnya.
Madan sering kali mendapati perasaan yang sama seperti itu. Ketika dirinya mengingat kembali kapan saja dirinya merasa seperti itu, Madan mendapatkan kecocokan. Ia mendapatkan jawabannya sendiri.
'Mungkin, itu karena gua merasa cukup banyak masalah akhir ini. Dan gua jarang menggubris Rustam! Makanya, gua merasa kehilangan dia dan ingin menjadi baik baik saja seperti ketika bermain dengannya!' kata Madan menjawab sendiri kebingungannya.
Hatinya sebenarnya lemah. Madan orang yang mudah merasa tidak enak. Ia mudah jatuh kapanpun. Namun, Madan selalu menutupinya dan mengatakan kepada dirinya dan dunia luar bahwa ia bukan orang yang seperti itu.
Madan berusaha menjadi orang yang kuat. Tidak mudah merasa rindu. Dan bisa mengabaikan suatu hal yang ingin diabaikannya.
Sesaat setelah Madan menyemangati dirinya sendiri dan berkoar koar tentang dirinya yang kuat, pesan dari Acha masuk.
"Acha? Ada apa nih?" tanya Madan.
Notifikasi dari ponselnya dibuat tak sepenuhnya menampilkan konten. Sehingga, hanya akan terlihat nama seseorang. Sementara pesan yang dikirimkan dari orang itu tidak akan terlihat.
Melihat notifikasi dari Acha di tengah tengah kesibukannya menyentuh layar ponselnya, Madan langsung membuka pesan tersebut.
Terbukanya ruang obrolan antara dirinya dengan Acha.
Acha : Madan. Gua sudah melihat pesan dari Sidik!
Madan yang melihat pesan dari Acha langsung terhuyung lemas. Madan hampir membanting ponselnya. Ia tidak tahu harus menyalahkan siapa. Rasa panik yang dirasakannya pada saat ini benar benar gila. HIngga rasanya Madan benar benar kebingungan.
"Sidik sialaann!" Madan berbisik sendiri sambil menggigit jarinya.
'Apa yang harus gua katakan kalau sudah begini? Dasar bodoh orang itu! Ayo berpikir tenang!' Madan masih berusaha menenangkan pikirannya.
Madan sendiri kesulitan untuk merasa tenang. Madan bisa mengatakan kepada Acha bahwa Sidik berbohong. Namun baginya, itu teta saja tidak akan memperbaiki suasana saat ini diantara dirinya dan juga Acha.
'Kalau gua katakan bahwa Sidik berbohong pun Acha bisa saja percaya. Tapi, tetap saja ini adalah hal yang aneh. Membuat sidik sampai mengatakan bahwa gua suka dengan Acha membuat Acha mungkin akan berpikir bahwa gua telah menceritakannya kepada teman teman lain! Ini adalah hal yang sangat memalukan!' Madan terus berpikir.
Meski Madan merasa cukup emosi dengan hasil yang dilihatnya akibat ulah Sidik, namun Madan masih bisa memahami bahwa mengamuk tidak ada gunanya pada saat ini. Madan harus berpikir agar ia bisa membuat Acha tidak berpikir terlalu jauh tentangnya.
Cukup lama Madan hanya terus menata balon teks dari Acha, Acha pun mulai mengirim teks lagi kepada Madan.
Acha : Madan? Kenapa hanya dibaca? Cepat jawab!
Madan : Tidak perlu geer! Sidik adalah orang yang jahil! Dia bisa kapanpun mengancam orang lain seperti itu!
Madan masih berusaha bersikap santai. Padahal di belakang layar, Madan benar benar sudah gila. Banyak hal yang harus dilakukannya membuat Madan terus merasa kebingungan sendiri.
Acha : Dih! Siapa yang kegeeran? Gua juga tahu itu!
Madan : Baguslah kalau begitu!
Acha : Yasudah!
Madan : Yasudah.
Pada akhirnya, Madan pun bisa mengontrol situasinya dengan baik. Respon yang diberikannya kepada Acha membuatnya merasa lega sendiri.
'Untungnya, orang itu sangat polos! Jadi, dia tidak akan berpikir ke hal yang jauh dari itu!' kata Madan dalam hatinya sambil menghela nafasnya.
Madan sendiri tahu dari banyak teman-temannya bahwa Acha adalah anak yang polos. Dari caranya berkespresi, mereka berhasil membuat Madan yakin bahwa apa yang mereka katakan benar adanya. Acha adalah orang yang polos dan mudah dikelabui. Sehingga, tidak heran jika pada kasus saat ini Madan berhasil lolos dan tidak mendapat kecurigaan dari Acha.
Hari berganti begitu cepat. Madan tidak lagi berhubungan ataupun saling berkomunikasi dengan Acha dalam waktu yang cukup lama.
Hari ini adalah hari yang semakin dekat dengan kenaikan kelasnya. Tidak lama lagi, sekolahnya akan mengadakan acara yang sering disebut para murid sebagai acara Classmeeting. Acara yang paling di nanti nanti semua murid.
Dimana pada acara tersebut para murid mendapatkan masing masing gilirannya untuk menunjukkan keahliannya dalam ekstrakurikuler yang telah mereka lakukan selama masa sekolah mereka.
Banyak dari mereka merasa senang dengan adanya acara ini karena merasa bebas bermain dengan teman temannya tanpa keterbatasan apapun.
Di malam hari sebelum acara itu, Madan sempat mengupload sebuah foto dalam sosial medianya. Acha membalas postingannya tersebut.
Acha : Ahahaha dasar!
Madan cukup terkejut dengan notifikasi yang didapatinya. Mengingat, Madan merasa bahwa dirinya tidak akan lagi berkomunikasi dengan Acha. Dan juga tidak lama lagi adalah waktu kenaikan kelas mereka. Maka Madan mengira bahwa perpisahan dengan teman temannya sebelumnya bisa saja terjadi.
Madan : Haha. Kenapa?
Acha : Tidak apa apa!
Madan : Tidak jelas!
Acha : Bodo
Madan sempat berpikir bahwa obrolannya denga Acha hanya akan sebatas salam sapa. Namun ternyata, topik obrolannya mulai memanjang.
Madan : Tumben sekali tidak cerita lagi.
Acha : Kenapa? Kangen ya dengar cerita gua?
Madan tidak menyangka bahwa Acha mengatakan pertanyaan se frontal itu.
'Ahahaha. Apaan sih bocah ini? Bisa bisanya dia bertanya seperti itu?' Madan tidak sadar bahwa dirinya tengah tersenyum sendirian di dalam kamarnya.
Madan : Dih. Jangan terlalu percaya diri!
Acha : Memangnya kenapa? Kalau itu fakta kan gua tidak salah!
Madan : Terserah lu saja Cha!
Acha : Jadi, mau dengar cerita gua tidak? Ada yang ingin gua ceritakan juga sih.
Madan : Ahahaha. Seriusan? Berarti penawaran gua ada di waktu yang sangat tepat!
Madan tidak menyangka bahwa pertanyaannya yang menawarkan untuk mendengar cerita dari Acha justru sangat bertepatan dengan waktu dimana Acha juga membutuhkan teman cerita.
'Ini memang kebetulan, atau dia hanya ingin,' Madan menghentikan bisikannya sendiri. Bahkan, belum sempat Madan menyelesaikan perkataan yang ada dikepalanya sendiri, bulu kuduk Madan langsung berdiri.
Madan tidak pernah merasa sepercaya diri ini. Baginya, sikapnya saat ini sangat menjijikan.
Acha : Yah, bisa di bilang seperti itu!
Madan : Yasudah. Cerita saja!
Acha : Jangan di sini! Minta nomor telepon lu!
Madan pun memberikan nomor teleponnya. Mereka berpindah tempat untuk saling mengobrol ke platform yang lebih ketat akan privasi.
Entah apa yang membuat Acha sampai meminta nomor teleponnya. Madan merasa bahwa ada orang lain yang mengawasi sosial medianya.
'Apa ceritanya seserius itu? Sampai sampai harus pindah aplikasi?' pikir Madan masih mencoba menebak apa yang sedang terjadi dengan Acha.
Madan pun menuruti permintaan Acha dan langsung membuka platform yang akan menghubungkannya dengan Acha menggunakan nomor telepon masing masing.