Beberapa hari terlewati, Madan menjalani kegiatan disekolahnya seperti biasa. Ia telah melupakan perbincangannya dengan Acha di ponselnya.
Selain tidak lagi merasa peduli dengan Atala, Madan juga tidak tertarik untuk membantu Acha merubah Atala. Madan tidak tahu rinci rencana sebenarnya yang akan dilakukan Acha setelah mengetahui informasi yang dicari darinya.
Setelah melewati pembelajarannya, bel istirahat pun berbunyi.
Kriiing!
Orang yang paling pertama keluar dari kelas ketika bel berbunyi adalah Kiel dan teman-temannya. Mereka langsung berjalan ke kantin dan biasanya menempati tempat duduk di bagian kantin paling belakang. Tidak jarang Madan juga berbaur bersama dengan Kiel ketika Bima tidak bisa menemainya untiuk pergi ke kantin.
Pada saat itu, Madan dapat melihat sendiri orang-orang yang ada di samping Kiel. Beragam sifat dapat dilihat Madan.
Pada saat di kantin, ketika Madan tengah asik menyantap makanannya di dekat Kiel dan yang lainnya, Madan memperhatikan ekspresi mereka satu-persatu.
'Oh. Anak yang satu itu berada di tempat ini karena ingin terlihat keren. Kalau dia, sepertinya memang ramah ke semua orang. Sementara yang satu itu, dia bahkan tampak tak begitu bangga berada di dekat Kiel. Tapi sepertinya, orang itu adalah teman yang setia menemani Kiel. Lalu, gua sendiri tipe yang seperti apa? Oh! Gua adalah tipe teman yang datang kepada Kiel hanya karena kesepian. Hehehe.' Sambil mengunyah makanannya, Madan tersenyum sendiri menyadari bahwa dirinya ternyata salah satu orang yang cukup licik.
Madan juga sempat memperhatikan Atala. Namun, semuanya tampak normal. Tidak ada hal yang membuatnya curiga.
Tentu saja, karena mereka menampakkan keliarannya hanya ketika berada di luar sekolah. Meskipun, beberapa dari mereka memulai obrolan tentang kenakalan mereka di kantin. Entah apa tujuan mereka, Madan tidak terlalu menggubris mereka.
'Pantas saja dia punya banyak kawan. Karena sebenarnya, di dalam lingkungan ini bukan hanya ada keburukan sepenuhnya! Tapi disini banyak canda tawa yang tidak bisa gua dapatkan di tempat lain!' pikir Madan. Ia berbaur dan ikut bercanda bersama dengan mereka.
Madan tidak begitu mengenal mereka. Namun Madan tahu nama mereka semua dan banyak dari mereka yang hanya sekedar mengenali wajah Madan.
Madan merasa senang ketika beberapa dari mereka menyapanya seperti orang yang sudah dekat. Tidak terlepas dari beberapa anak yang mencoba menjahilinya.
'Kenapa orang-orang tengil seperti dia pasti ada disemua geng?' tanya Madan dalam hatinya, sambil menatap kesal salah satu anak yang hanya berusaha akrab dengannya.
Madan sendiri termasuk ke dalam tipe murid yang tidak bisa bersama dengan mereka dalam waktu yang lama. Dalam beberapa menit, setelah menyelesaikan makanannya Madan langsung berjalan meninggalkan mereka. Madan memilih untuk pergi dari kantin dan menghampiri Bima dan kawan kawannya di atas.
Ketika tubuhnya berbalik, ia bertemu dengan Bima, "Loh? Lo sudah makan, Dan? Gua belum!" tanya Bima.
"Haduh. Lo sih lama sekali! Memangnya lo ada urusan apa hah?" balas Madan, memarahi Bima yang selalu menunda-nunda waktu istirahat.
"Sudahlah! Jangan banyak berkomentar. Lagipula, teman-teman lo ini juga baru datang ke kantin lho. Masa sih lo ingin pergi meninggalkan kita begitu saja?" ujar Bima, memaksa Madan untuk tetap berada di kantin.
"Tau nih. Ayo Dan!" ajak Kevin.
Madan terpaksa menuruti mereka. Untungnya, Madan membawa ponselnya ke kantin. Madan bisa menunggu mereka sambil membuka ponselnya.
Ketika Madan dan kawan-kawannya duduk di bangku kantin, tiba-tiba saja ekspresi wajah Madan terlihat begitu serius ketika menatap layar ponselnya.
'Hah? Apa yang dia katakan itu benar? Lalu, bagaimana caranya?' Madan terus bertanya dalam hatinya.
Bima risih melihat Madan yang terus menatap layar ponselnya.
"Dan? Lo sedang apa sih? Kenapa wajah lo terlihat begitu serius sekali?" tanya Bima.
"Sudahlah Bim! Lo makan saja!" balas Madan.
Madan juga tidak ingin fokus pada ponselnya saja. Ia berpikir cukup lama dan terus menatap layar ponselnya. Hingga tidak lama setelahnya, Madan pun memutuskan untuk menyimpan informasi yang didapatinya untuk sementara.
'Ah. gua tidak bisa terus seperti ini. Ini hanya akan menimbulkan pertanyaan di kepala mereka. Tetapi, Atala terlihat baik-baik saja kok tadi.' Madan masih berusaha mencari jawabannya. Ia hanya bisa mengingat apa yang telah dilihatnya.
Madan pun melupakannya dan memilih untuk membuka kembali ponselnya pada saat dirinya sampai di rumah nanti.
Cukup lama Madan menunggu waktu pulang, akhirnya Madan pun bisa mendengar bel pulang yang terdengar sangat merdu di telinganya.
Kringg!
"Seperti biasa. Bel pulang itu memang enak untuk di dengar! Ayo kita pulang Dan!" ajak Bima.
"Ayo!" jawab Madan, tampak bersemangat.
Tasnya sudah siap dan Madan langsung berjalan mendahului Bima.
"Tunggu woi!" teriak Bima terkejut akan Madan yang langsung meninggalkannya begitu saja.
'Ada apa sih dengan anak ini? Rasanya hari ini dia bertingkah sangat aneh. Apa yang sebenarnya di lihat di ponselnya itu?' tanya Bima dalam hati. Bingung dengan tingkah Madan yang terasa aneh.
Madan tidak bisa menceritakannya kepada Bima. Karena Madan tahu bahwa Bima juga dekat dengan Atala. Madan takut apa yang dilakukannya justru akan menimbulkan kesalahpahaman.
Madan berjalan lebih cepat dari biasanya. Berharap lebih cepat sampai di rumahnya. Sebenarnya Madan bisa saja pulang dengan ojek online agar bisa lebih cepat sampai di rumahnya. Namun ia berpikir, "Memangnya se penting apa sih pesan itu? Sampai gua harus terburu-buru?'
Ketika Madan sampai di rumahnya, meski Madan merasa cukup penasaran dan ingin segera mmebuka ponselnya, namun Madan masih sempat membereskan kamarnya dan meletakkan barang-barangnya pada tempatnya.
'Oke. Ini sudah rapih semua! Mandi? Nanti saja! Dikit lagi juga akan memasuki waktu sore!' pikir Madan.
Ketika dirasa bahwa dirinya telah selesai, Madan pun langsung merebahkan tubuhnya dan membuka layar ponselnya.
"Mari kita lihat!" gumam Madan.
Ketika membuka ponselnya, Madan mengarahkan jarinya untuk menyentuh pesan masuk dari Acha.
Acha : Madan. Gua sudah tahu kebenaran tentang Atala. Jadi, tidak perlu repot-repot untuk mencari tahu tentang dia lagi!
Madan sudah membaca pesan itu sebelumnya. Namun ia masih terkejut.
'Apa maksudnya? Kenapa rasanya seakan informasi yang didapatkannya adalah sebuah fakta yang buruk?' tanya Madan dalam hatinya.
Madan pun mulai membalas pesan dari Acha.
Madan : Benarkah? Baguslah kalau begitu!
Madan paham bahwa pastinya Acha mendapatkan informasi itu dari orang lain. ia tidak bisa menebak apakah informasi yang didapatkannya adalah kabar yang baik atau yang buruk.
Madan merasa cukup penasaran. Namun ia tidak bisa merasa menunjukkan rasa penasarannya di depan Acha.
'Akh. Gua ingin sekali bertanya. Tapi, rasanya seperti ikut campur sekali urusan mereka. Sudahlah biarkan saja!' pikir Madan mulai meletakkan ponselnya.
Ting!
Sebuah notifikasi masuk lagi.
'Gua kira, obrolan kita akan berakhir. Mari kita lihat apa yang akan dikatakannya lagi!' ujar Madan merasa cukup tertarik. Karena ternyata pesan itu berasal dari Acha.
Acha : Dia sungguh melakukan itu. Gua di beri tahu oleh Zidan! Kakak kelas yang juga dekat dengan Kiel.
Madan : Apa? Bagaimana bisa?
Acha : Ya gimana? Dia lebih dekat dengan Atala dari pada lo!
Madan : Kalau begitu, apa yang akan lo lakukan setelah tahu kabar tentang Atala ini?
Acha : Tidak tahu.
Madan hanya berusaha menanggapi Acha. Namun kesannya Madan mulai ikut campur. Madan sendiri tidak merasa begitu terkejut dengan apa yang dikatakan Acha barusan.
Madan tahu bahwa Atala memiliki banyak perubahan. Meski sering kali pikirannya membuat Madan menganggap Atala sebagai orang yang dianggap sama seperti Kiel, namun Madan tidak percaya sepenuhnya dengan pikiran negatifnya itu selagi dirinya belum memiliki bukti.
'Iya sih! Kalau Kiel, dia tidak pernah menyembunyikan kenakalannya di luar! Mabuk, berkelahi bahkan video perkelahian dirinya sendiri juga berani diperlihatkannya kepada gua. Sementara Atala, dia sembunyi-sembunyi! Jadi, gua tidak bisa memukul rata bahwa semua yang berada di dekat Kiel melakukan hal yang sama dengan yang Kiel lakukan!' pikirnya.
Tidak lama kemudian, lagi-lagi Madan disadarkan oleh bisikan yang mengatakan bahwa ia bukan siapa-siapa.
'Ah iya. Gua sendiri tidak begitu terkejut. Lalu, buat apa gua mencari tahu tentang kebenarannya? Tapi, gua juga merasa penasaran dengan apa yang terjadi setelah Acha mengetahui fakta tentang Atala itu!' Madan tidak bisa membohongi dirinya bahwa ia merasa cukup penasaran dengan kelanjutan dari cerita antara Acha dan Atala.
Madan pun menutup ponselnya dan melupakan masalah yang dihadapinya saat ini.
Madan tidak merasa keberatan. Baginya, cerita yang dibagikan Acha kepadanya cukup menghibur dirinya. Hanya saja, Madan terus dipojokkan dengan fakta yang mengatakan bahwa ia tidak bisa berbuat apa apa.