Chereads / I Give You My Attention / Chapter 26 - Dia Mau Menemuiku?

Chapter 26 - Dia Mau Menemuiku?

Kebanyakan orang ketika mengalami hal yang sama seperti Madan akan merasa bahwa harinya menyenangkan. Tapi, Madan justru merasa bahwa itu adalah mimpi buruk.

'Ini semakin aneh! Gua menjadi semakin takut untuk berkomunikasi dengannya! Ini sudah tidak normal lagi!' Rasa kesal membuat pengalamannya menjadi sesuatu yang ditakutkan untuk terjadi lagi.

Madan mencoba melupakan hal yang barusan terjadi. Memejamkan matanya dan mencoba tidur untuk melewati harinya, 'Sudahlah lupakan saja!' ucapnya dalam hati teurs-menerus.

Madan akan merasa senang berkomunikasi dengan Atika jika itu berjalan dengan lancar. Namun Madan juga tidak ingin terus terlihat seperti orang bodoh. Bahkan, satu panggilan telepon bisa langsung membuat Madan merasa kehilangan harga dirinya.

Pernah sesekali dirinya merasa kesepian ketika ia tak berkomunikasi dengan Atika sedikitpun. Rasa sepi yang dirasakannya membuat Madan cukup tersiksa. Mencari kegiatan lain hanya untuk mengembalikan semangatnya.

Namun sekarang, Madan justru terjebak dengan pilihannya sendiri. Padahal sebelumya, ia begitu yakin bahwa ini akan menjadi hal yang sangat menyenangkan. .

Pada keesokan harinya, Madan mulai menjalani sekolahnya dengan cerita yang tentunya masih teringat di kepalanya. Madan membuat cerita ini menjadi mimpi buruk pada tidurnya.

Hari ini mungkin akan menjadi hari yang menyenangkan. Seharusnya begitu. Tapi, tak ada yang tahu apa yang terjadi di depan sana.

Madan berangkat ke sekolahnya tanpa rasa takut lagi sekarang, 'Itu sudah cukup membuat gua gila! Sekarang, adalah saatnya dimana gua harus berani!' tegas Madan dalam hatinya.

Sebelumnya, Madan tak memiliki rencana untuk bertemu dengan Atika. Keberaniannya saat ini mungkin berasal dari rasa aman karena percaya bahwa ia tak akan bertemu dengan Atika lagi hari ini.

Pada saat dirinya menginjak bagian trototar sekolahnya, Madan memaksa dirinya bersikap berani, 'Oke! Ini adalah pijakan pertama. Tidak akan mungkin dong gua akan bertemu Atika disini?Tidak ada yang boleh membuat gua takut!'

Madan merasa lebih perkasa. Padahal, kegilaan pikirannya saat ini berasal dari rasa takutnya sendiri. Jika memang ia sungguh tak lagi merasa takut dengan Atika, maka seharusnya Madan hanya bersikap seperti biasa.

"Halo Beh!" sapa Madan dengan suara yang cukup keras.

"Eh? Iya!" saut Babeh. Ia tak menyadari siapa orang yang menyapanya barusan. Kejadian saat itu tak diingatnya lagi.

'Dia cepat sekali melupakan gua? Sudahlah! Lagipula itu hanyalah formalitas belaka!' kata Madan dalam hatinya.

Madan kembali berjalan memasuki gedung sekolahnya. Ia masih berusaha keras memposisikan dirinya agar terlihat tenang.

'Jadilah seperti raja!' tegasnya dalam hati. Tetapi, matanya sendiri tak bisa diam melirik ke berbagai arah. Memastikan jika dirinya tak akan berpapasan dengan Atika.

"Oke, aman!" gumam Madan. Ia lupa, bahwa saat ini Madan sedang berusaha untuk menjadi si pemberani, 'Loh kok?' Madan baru sadar dengan apa yang baru saja ia lakukan. Janjinya untuk menjadi pria pemberani kini diingkarinya.

Madan memposisikan dirinya kembali seperti semula.

Ketika sampai di dalam kelasnya, dilihatnya wajah teman-temannya yang asyik sendiri dengan ponselnya. Itu membuat Madan merasa cukup senang. Waktu perjalanannya di bawah terasa melambat.

"Hai guyss!" sapa Madan dengan ceria.

Kawan-kawannya yang tengah berkerumun menatap Madan dengan ekspresi yang penuh dengan tanda tanya.

"Hah?" Jonathan dibuat melamun hanya karena tingkah Madan yang cukup berbeda.

"Tumben sekali. Ceria sekali hari ini. Ada apa?" Bima penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan Madan. Bima merasa yakin bahwa hal yang telah membuat Madan sampai se ceria ini ada kaitannya dengan Atika, "Karena Atika ya?" sambung Bima.

Madan mematung mendengar pertanyaan dari Bima.

"Mmm. Sepertinya begitu! Hahaha. Sudahlah jangan banyak tanya! Mainkan saja ponselmu itu sampai meledak!" singgung Madan sambil tertawa. Ia mengatakan kebohongan. Bertujuan demi mempercepat dialog dengan kawannya yang mengintimidasinya.

Madan berbicara dengan mereka dengan penuh senyuman. Ia melangkah cukup cepat meletakkan tasnya dan keluar dari kelasnya. Madan merasa bahwa berdiam diri di balkon mungkin akan membuat dirinya lebih tenang.

"Hei! Mau kemana Dan?" tanya Bima berteriak.

"Ke depan!" jawab Madan tak menolehkan kepalanya sedikitpun.

Ketika Madan bersandar di tiang balkon, menghirup udara segar dan menyaksikan sekitar gedung sekolahnya mungkin membuat dirinya menenang.

Sambil terus melamun, Madan menyesali tingkahnya yang terkesan bodoh kemarin, 'Kenapa gua seperti itu? Seakan gua tengah mengejar-ngejar dia!'

Namun, semuanya sudah terlambat. Madan hanya bisa merenung dan terus berbisik di dalam kepalanya tanpa adanya penyelesaian sedikitpun. Yang bisa dilakukannya hanyalah memperbaiki situasi dipertemuan selanjutnya nanti.

Seperti yang diketahui, bahwa Madan sendiri enggan untuk bertemu dengan Atika. Maka, memperbaiki adalah hal yang mungkin terdengar mustahil untuknya.

Cukup lama Madan menyaksikan lapangan yang ada di bawah tanpa seorang pun disana. Sesekali melihat ke berbagai kelas yang terjangkau matanya. Kebetulan, kelas Atika kebetulan persis ada di bawah kelasnya. Maka, kelas Atika tak dapat terjangkau matanya.

Tak lama, tiba-tiba saja matanya mulai melihat Atika. Ia berjalan menuju ke ruang UKS.

Sontak Madan bertanya, 'Lho? Bukankah itu Atika? Kenapa dia ke UKS?' tanya Madan dalam hatinya.

Melihat Atika tak membuat Madan langsung kabur. Mereka berjarak cukup jauh. Namun, rasa penasarannya membuat Madan harus memperhatikan Atika lebih rinci lagi.

Madan memperhatikan Atika cukup serius. Berdiri sendirian di dekat balkon dengan mata yang menatap tajam Atika. Tentunya itu membuat Atika merasakan energi Madan. Tiba-tiba saja Atika menoleh ke arah Madan.

Madan mematung, 'Sial! Dia sedang melihat ke arah gua!' Madan mulai salah tingkah dan kebingungan sendiri, 'Tidak apa kan, jika gua harus mengalihkan pandangan darinya? Tapi, matanya sangat cantik!' ungkap Madan masih dipojoki rasa dilema.

Pada akhirnya, Madan kalah lagi. Ia tidak bisa mengontrol dirinya. Madan mengalihkan tatapannya dari Atika.

Madan tidak merasa begitu khawatir. Karena Atika juga tampak sibuk mengurus seorang murid yang sakit.

Atika memang orang yang punya banyak koneksi dari berbagai organisasinya. Jadi, tidak heran jika Madan bisa melihat Atika yang berada di berbagai sisi sekolah,

Pada waktu istirahat, Madan dan kawan-kawannya langsung pergi ke kantin di lantai dasar. Madan merasa bahwa dirinya harus segera bercerita kepada Bima tentang perasaan takutnya terhadap Atika yang semakin berlebihan. Namun, Madan selalu dikelilingi oleh oran-orang berisik.

Satu-satunya orang yang bisa dipercayanya saat ini hanyalah Bima.

Mereka semua sibuk dengan makanannya masing-masing yang masih belum habis. Sambil menunggu kawan kawannya menyelesaikan makannnya, Madan mulai membuka ponselnya.

Terkejut dengan apa yang ada di layar ponselnya, Madan berteriak, "Sialan!"

Reflek Madan menutup mulutnya karena baru sadar, bahwa dirinya tengah berada diantara banyak orang.

"Lo kenapa? Bikin terkejut saja!" Kevin memarahi Madan yang bereaksi berlebihan.

Jonathan mengintip ponsel Madan dari samping.

Sontak Madan langsung menyingkirkan ponselnya dari pandangan Jonathan, "Sialan lo! Jangan coba mengintip! Jika coba mengintip sekali lagi, akan gua lempar gelas ini ke kepala kalian satu-persatu!" ujar Madan sambil mendekap ponselnya di sekitar tubuhnya.

Bima terlihat santai karena dirinya tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Madan, "Kenapa gua juga kena?" ucap Bima dengan wajah polos tak tahu apa-apa.

'Pasti ada kaitannya dengan Atika kan?' pikir Bima sambil menatap mata Madan. Dengan cepat, Bima bisa langsung memahami situasinya.

"Oh! Gua bisa melihat itu! Madan sedang menyimpan video pornonya! Daan Dan. Masih saja menonton video seperti itu!" bual Jonathan. Seperti biasanya, Jonathan selalu berusaha untuk melucu. Maka, candaan apapun akan digunakannya selagai cocok dengan situasinya.

"Sepertinya, gua harus ke atas duluan!" kata Madan.

"Kalau lo sampai ke atas duluan, gua cengkram bahu lu kuat-kuat!" ancam Bima.

"Sorry Bim!" Madan menunjukkan wajah melasnya dengan tujuan meledek Bima. Madan sendiri sebenarnya tak peduli dengan mereka yang menahannya. Bagi Madan, urusannya lebih penting.

"Memang kalau sudah berteman dengan orang sepertinya, maka kita tidak akan dipedulikan Bim!" Martinus juga berpura-pura marah.

Namun usaha mereka tak ada artinya bagi Madan. Madan terus melangkahkan kakinya dan berlari menjauhi mereka.

Sampai saat ini, Bima masih belum menyadari apa yang telah terjadi dengan Madan sebenarnya. Hanya dengan menatap layar ponselnya, itu sudah cukup membuat Madan merasa ketakutan sendirinya.

Bima terus memperhatikan Madan yang semakin menjauh dari mereka., 'Apa yang sebenarnya terjadi dengan anak itu? Ada apa di ponselnya?'

Sementara Madan, dirinya tak habis pikir dengan Atika. Pesan dari Atika yang muncul di notifikasinya membuat Madan terus berpikir, 'Mengapa tiba-tiba saja dia mengajakku bertemu? Bagaimana cara gua menolaknya? Apa gua harus berpura-pura tak tahu?' Madan tidak bisa menentukan jawabannya sendiri. Yang bisa dilakukannya hanyalah menjauhi sumber bahaya, yaitu kantin.

Kantin adalah tempat yang berisikan banyaknya orang orang dari berbagai kelas. Kadang, Madan tidak menyadari kehadiran teman-temannya karena terhalangi dengan murid lainnya.

Dan juga, kehadiran kawan-kawannya di kantin membuat Madan terus terfokus kepada mereka hingga tak mempehatikan sekitar. Madan takut, jika dirinya akan bertemu dengan Atika ketika fokusnya mulai teralihkan.

Madan berharap, dengan dirinya kembali ke kelas justru bisa membuat situasi semakin membaik. Meski Madan tidak bisa memprediksi apa yang akan dilakukan Atika selanjutnya.

'Saat ini! Tempat yang paling aman hanyalah kelas!' pikir Madan.