Sejak saat itu, hari-harinya terasa cukup berbeda. Namun Madan tidak mempermasalahkannya. Waktu dua minggu yang digunakannya untuk menjauh dari Atika seakan telah menjadi peran besar untuk membiasakan diri.
Madan sendiri tidak merasa begitu keberatan. Meski rasa terkejut masih membuatnya tak menyangka.
Banyak pertanyaan di tentang dirinya yang memenuhi kepalanya.
'Sebenarnya, apa tujuan gua? Mengapa rasanya gua seperti memainkan perasaan perempuan? Apa yang sebenarnya gua mau dari mereka? Kalau begitu, jangan pernah lagi berurusan dengan perempuan!' kata Madan memarahi dirinya sendiri.
Madan tidak habis pikir. Rasa bersalah terus menetap di dalam dirinya dalam waktu yang cukup lama. Memikirkan apa yang harus diperbaiki dirinya untuk kedepannya. Meski semua yang ingin dituju rasanya cukup sulit. Bahkan, Madan masih tak tahu apa yang ia tuju.
Hari berlalu begitu cepat. Teman-teman Madan sudah tahu bahwa Madan tidak lagi memiliki hubungan spesial dengan Atika. Meski ada cerita buruk diantara mereka, namun Madan tidak pernah menganggap Atika sebagai musuh.
Begitu juga dengan mantannya yang lain. Madan tidak pernah bermusuhan dengan mereka. Tidak ada lagi yang aneh. Madan telah menganggap mereka semua sebagai temannya seperti yang lain.
Di sekolahnya, Madan bersikap seperti tak ada yang terjadi. Madan duduk di dalam kelasnya bersama dengan teman temannya. Tidak ada hal yang aneh. Hanya saja, Madan semakin menyadari, bahwa perlahan Atala semakin dekat dengan Kiel. Seakan dirinya telah menjadi bagian dari kawan Kiel.
'Sepertinya, akhir-akhir ini gua sering sekali melihat Atala bersama dengan Kiel. Apa dia sudah di terima untuk menjadi bagian dari gengnya? Ah, sudahlah jangan dipikirkan!' pikir Madan, sedikit menjadikan Atala sebagai lelucon di kepalanya. Ia memperhatikan Atala yang tengah berjalan masuk ke dalam kelas bersama kawan-kawannya.
Bima terheran dengan Madan yang melamun. Bima mengikuti arah pandang Madan.
"Hah? Kenapa lo terus melihat Atala? Ada yang aneh?" tanya Bima kembali menghadapkan wajahnya di menatap layar ponselnya.
"Oh, tidak! Lo sendiri kenapa penasaran sekali dengan urusan gua?" Madan membalikkan pertanyaan yang mengintimidasi.
"Jangan-jangan, lo naksir?" tanya Bima, mulai memberikan lelucon aneh.
"Hahaha." Anehnya, kawan-kawannya yang lain ikut tertawa.
"Ha ha. Lucu sekali!" tawa Madan mengejek lelucon Bima yang tidak terdengar lucu.
Selain itu, Madan dapat merasakan perbedaan yang cukup besar dari Atala. Atala sering kali melanggar berbagai peraturan di sekolahnya. Tidak jarang Atala di panggil ke ruang guru bersama dengan Kiel dan kawan-kawannya. Entah apa yang mereka lakukan hingga ruang guru seakan menjadi rutinitas mereka yang harus di hadiri.
Biasanya, orang yang berada di dekat Kiel adalah Moses. Namun sekarang, posisi Moses seakan tergantikan oleh Atala.
Jonathan, adalah salah satu target pembullyan yang dilakukan mereka karena alasan hiburan semata. Sejak saat itu, Madan mulai mengambil kesimpulan bahwa Atala telah berubah cukup jauh.
Madan lebih jarang berbicara dengan Atala dan memilih untuk berkomunikasi dengannya ketika ia perlu.
Pada suatu waktu, dimana jam pelajaran mereka kosong. Atala dan Kiel senang sekali memukuli Jonathan karena memiliki badan yang besar. Sebuah pecut yang dibuat mereka dengan lakban hitam di ujungnya menambah rasa sakit ketika menerima serangan tersebut.
Ctas!
Atala menggunakan pecutnya untuk memukul Jonathan.
"Ahahaha. Sakit tidak, Jon?" tanya Atala.
"Sakit Tal! Udah woi! Sakit! Coba kalau kalian yang di pecut!" gumam Jonathan, memberikan mereka peringatan untuk berhenti. Namun Atala tetap melanjutkannya.
Atala senang membully orang yang dirasa lebih rendah darinya. Meski sebenarnya Jonathan sendiri mampu untuk melawan mereka, namun Jonathan jarang sekali menunjukkan kebolehan fisiknya.
Sementara Kiel, ia tidak peduli siapa orangnya. Teman ataupun bukan, Kiel tetap melihat apa yang dilakukannya sebagai candaannya semata.
Ketika Atala memberikan pecutnya kepada Kiel, Kiel justru menggunakan pecut tersebut untuk memukul Atala.
Ctass! Ctassss!
Berkali-kali pukulan Kiel mengarah ke tubuh Atala.
Meski Atala telah meminta Kiel untuk berhenti, namun Kiel tidak ingin berhenti.
"Sakit gak Tal?" tanya Kiel sambil tersenyum kesenangan.
Kiel tanya punya niat untuk membalas perbuatan Atala. Sebelumnya, Kiel sendiri juga melakukan hal yang sama seperti Atala kepada Jonathan.
Hanya saja, Kiel tidak peduli siapa orang yang ada disekitarnya, Kiel akan melakukan apa yang disukainya. Bahkan, sesekali Moses pun menjadi targetnya.
Kevin yang juga memiliki badan besar sempat menjadi target dari pecutan mereka. Sementara Madan, Bima dan kawan-kawannya yang lain hanya asik bercanda jauh dari perkumpulan Kiel dan kawan-kawannya.
"Kasian Jonathan," ucap Bima. Namun ekspresi wajahnya tetap tersenyum.
"Lagian. Kenapa juga dia harus kesana? Dia senang sekali berkomunikasi yang tidak penting dengan Kiel dan Atala!" kata Madan merasa kesal dengan Jonathan.
Sementara teman-teman Madan yang lain hanya memperhatikan aksi Kiel dan kawan-kawannya dengan wajah yang tidak enak.
Rafi dan Wahyu terus bersama. Mereka adalah dua orang yang cukup disegani oleh Kiel. Rafi sendiri pernah menjadi bagian dari geng Kiel. Namun dikelas ini, mereka berdua terlihat sebagai seorang rival. Sesekali Kiel saling bertarung menggunakan pecutnya dengan Rafi.
Hanya saja, Rafi tidak ingin dirinya menjadi murid yang nakal. Memiliki niat yang sama seperti Wahyu, Rafi selalu menghindari berbagai ancaman kasus ketika dirinya berada di sekolahnya.
"Sakit woi Kiel! Yee. Coba sini gua balas!" gerutu Atala, mulai memelas.
Di sana, Kevin merasa cukup senang karena pada akhirnya Atala mendapatkan balasan dari perbuatannya sendiri.
"Mampus mampus! Berantem! Berantem pasti!" bisik Kevin.
"Ahahaha. Lo kesal dengannya?" tanya Bima, tak dapat menahan tawanya mendengar gerutuan Kevin.
"Tentu saja! Mereka tidak tahu kondisi! Mereka membutuhkan perhatian!" kata Kevin. Masih menahan suaranya agar tidak terdengar mereka.
Sementara Kiel dan Atala masih terus berdebat. Atala merajuk. Ia tidak ingin lagi memainkan pecutnya dengan Kiel.
"Ahahaha." Kiel terus tertawa.
Ctass!
Namun omongan Atala tidak di dengarnya. Kiel tidak peduli dengan apa yang dirasakan kawannya dari pecut yang sangat keras dibuatnya.
Tetap saja, Atala tidak bisa berbuat apapun. Orang yang menjahilinya adalah Kiel. Orang yang memegang kedudukan tertinggi disekolahnya. Atala hanya bisa menekuk wajahnya dan berjalan ke tempat duduknya.
"Yah, Atala nangis!" teriak Bima dari jauh.
"Emang. Cengeng!" Kiel ikut mengolok Atala.
Atala tetap berjalan dan tidak menghiraukan orang yang meneriakinya. Seketika, harga diri yang telah dibentuknya cukup lama kini runtuh begitu saja hanya karena momen yang tidak dapat diprediksinya.
Moses yang terlihat lebih pecundang daripada Atala bahkan dipercaya Madan memiliki mental yang lebih kuat daripada Atala.
'Bahkan, Moses terlihat tidak peduli. Ia sama sekali tak terbawa suasana. Itu mengapa Kiel bisa bersama dengan Moses dalam waktu yang sangat lama!' pikir Madan.
Madan sendiri tahu apa saja yang telah dilakukan Kiel dan kawan-kawannya di luar sekolah. Berbagai kenakalan diceritakan Kiel ketika Madan tengah berbicara dengan mereka.
Madan bukanlah murid yang terlalu menjauhi mereka. Hanya saja, Madan paham akan timing. Kapan ia harus bersama dengan Kiel dan kapan ia harus menolak ajakan Kiel untuk bersama. Tidak jarang gertakan dari mereka mendatangi Madan. Namun Madan selalu menganggapnya sebagai candaan belaka.
Cukup lama Madan merasakan perbedaan yang terjadi pada temannya. Madan mulai sadar bahwa dirinya tidak bisa berbuat apapun. Yang harus ia lanjutkan pada saat ini hanyalah mempertahankan keimanan pada dirinya agar tidak tergoda dengan pergaulan mereka.
Acha, sebagai perempuan yang juga berpacaran dengan Atala pun merasakan perbedaannya. Acha mulai sering menghubungi Madan untuk menanyakan lebih rincing tentang Atala.
Madan menanggapinya dan mengatakan sesuai yang dilihatnya saja. Madan tahu bahwa informasinya tidak akan membantu Acha begitu banyak.
Pada suatu hari, di dalam kamarnya sepulang sekolah ketika Madan membuka ponselnya, tiba-tiba saja ada pesan dari Acha masuk.
Acha : Dan. Apa yang terjadi dengan Atala?
Madan : Hah? Apa yang membuat lo bertanya seperti itu?
Acha : Gua tau kalau Atala mulai bergaul dengan Kiel. Ia mulai berubah cukup banyak!
Madan : Yah, kalau itu, gua juga merasakannya.
Acha : Seriusan? Kenapa lo tidak langsung mengatakannya kepada gua?
Madan : Untuk apa? Itu masalah dia. Lagipula, perubahannya juga sepertinya tidak ada kaitannya dengan hubungan kalian!
Acha : Ada! Teman gua yang satu les dengannya mengatakan kepada bahwa ia sempat melihat tingkah aneh Atala. Katanya, matanya memerah.
Ketika mendengar cerita dari Acha tentang Atala, pikiran Madan yang masih polos dibuat kebingungan.
'Memangnya, apa yang salah dengan mata merah? Apa ada kaitannya dengan kenakalan?' tanya Madan dalam hati.
Acha : Di tengah-tengah pembelajarannya, teman gua juga sempat melihat dia yang terus pergi ke kamar mandi. Dia muntah muntah!
Madan mulai paham dengan apa yang menjadi kekhawatiran Acha.
'Oh, maksudnya Atala mabuk? Seperti hal yang tidak mungkin, kan? Tapi, kalau mengingat tingkahnya akhir-akhir ini, rasanya bisa jadi mungkin!' pikir Madan, sambil menggaruk-garuk dahinya.
Madan : Benarkah begitu? Gua tidak tau apa yang dilakukannya dia di luar sekolah. Karena, kita sudah jarang berkomunikasi. Atala lebih sering bermain dengan Kiel dan kawan-kawannya!
Acha : Kemungkinan besar begitu. Apa lu mau membantu gua?
Ketika membaca pesan Acha, rasanya Madan ingin langsung menolaknya. Mencampuri hubungan mereka adalah hal yang sangat tak berguna bagi Madan. Lagipula, jika itu adalah jalan yang dipilih oleh Atala, maka Madan tidak bisa berbuat apapun. Mencegahnya hanya akan membuatnya terlihat seperti orang bodoh yang sok menjadi pahlawan.
'Waduh. Mau bantu apa coba? Ini pasti ada hubungannya dengan kenakalan dia! Ini akan menjadi urusan yang merepotkan!' pikir Madan.
Madan : Hah? Gua bisa membantu apa? Gua sendiri juga tak pernah lagi berurusan dengan Atala, Cha! Mungkin, lo bisa meminta teman dekat dia yang lain. Mereka memiliki koneksi yang lebih besar!
Acha : Hmm. Yasudah kalau begitu. Terima kasih!
Namun, Madan belum sempat mengetahui apa yang menjadi rencana Acha saat ini. Ia merasa cukup penasaran. Sementara Acha langsung menyudahi obrolan mereka begitu saja.
"Bantuin apa coba? Memangnya, gua adalah sosok pahlawan yang bisa langsung menyadarkan dia?" gumam Madan, menggerutu sendiri di dalam kamarnya.
Sebelum benar-benar mengakhiri perbincangannya dengan Acha, Madan memberikan satu pertanyaan terakhir.
Madan : Memangnya, apa yang lo rencanakan? Gua memang tidak bisa membantu. Tapi, gua cukup penasaran. Siapa tahu, ketika gua sedang mampu, gua bisa membantu lo, Cha!
Acha : Yeaay. Terima kasih Madan! Ini adalah rencana yang mudah kok. Gua hanya ingin tahu kemana perginya dia pada waktu waktu sebelum masuk ke tempat les! Gua hanya ingin menghilangkan rasa penasaran saja!
Madan : Ohh. Oke kalau begitu!
Acha : Okee!
Madan tidak benar-benar memiliki niat untuk membantu Acha. Karena, Madan tidak begitu percaya dengan kemampuannya.
'Kalau gua berhasil membantu Atala dan ada hal yang terjadi diantara hubungan mereka, maka gua lah penyebabnya kan? Gua hanya akan menjadi perusak hubungan mereka nantinya. Tapi disisi lain, jika gua biarkan ini terus terjadi, maka—' pikirnya belum selesai.
Di tengah kepalanya yang terus dipenuhi dengan bisikan yang meragukan niatnya, tiba-tiba saja Madan memutuskan untuk berhenti berpikir dan mengabaikan perasaannya itu.
"Ah sudahlah! Kenapa gua harus repot sekali? Lagipula gua juga tidak berjanji dengan Acha!" gumam Madan, sambil berjalan keluar kamarnya. Berniat untuk pergi ke kamar mandi dan menyelesaikan semua tugas yang harus diselesaikannya.
Madan tidak memiliki waktu yang banyak untuk memikirkan urusan hubungan asmara orang lain. Ketika Madan berkontribusi dalam aksi yang dianggap akan berdampak positif, maka tidak sepenuhnya semua orang melihat dirinya sebagai orang baik.
'Gua perhatikan, akhir-akhir ini Acha juga terus menghubungi gua! Gua tidak merasa terganggu. Tapi, apa Atala jarang mengaktifkan ponselnya hingga membuat Acha memiliki waktu yang sangat banyak untuk bercerita kepada gua?' tanya Madan dalam kepalanya.
Madan tidak pernah terganggu dengan hubungan mereka. Bahkan, Madan seringkali membantu Atala ketika sedang bermasalah dengan Acha.
Madan hanya berharap, bahwa teman temannya yang lain tidak mudah terpengaruh dan menjadi sosok yang berbeda seperti perubahan yang terjadi pada Atala.