Chereads / I Give You My Attention / Chapter 23 - Takut Untuk Menemuinya

Chapter 23 - Takut Untuk Menemuinya

Madan mulai menjalani hari-harinya sebagai pacar Atika. Namun mereka masih belum bertemu langsung.

Rasa bingung tidak kunjung pergi dari kepalanya. Madan tidak bisa berpikir bagaimana ia bersikap di depan Atika ketika bertemu nanti.

Di sekolah dasar, pertemuan Madan dengan pasangannya terkesan seperti orang yang sedang bermusuhan. Apakah kali ini akan sama? Madan terus bertanya dalam hatinya.

Ketakutan Madan terus dipikirkannya. Ia tidak sadar, bahwa selama ini dirinya terus merasa terancam. Secara tidak sadar, ketika Madan melihat Atika, Madan berusaha kabur. Rasa takutnya membuat Madan terkesan menghindari Atika.

Disekolahnya, pada waktu istirahat Madan turun ke lantai dasar untuk segera pergi ke kantin. Tangga yang di pijaknya berhadapan langsung dengan pintu lapangan.

Di tengah perjalanan mereka menuju lantai dasar, Jonathan memulai topik pembicaraan yang entah darimana dia dengar, "Katanya, lo sudah jadian dengan Atika? Kalau gitu lo harus traktir!" ujar Jonathan. Mendengar Jonathan, Martinus mulai ikut-ikutan memojokkan Madan, "Iya Dan! Traktir lah! Dari pada putus nanti!" sambung Martinus.

Madan cukup terkejut akan teman-temannya yang tahu kabar tentang hubungannya dengan Atika, 'Hah? Kenapa mereka berdua bisa tau tentang hubungan gua dengan Atika? Tapi yasudalah! Toh kita juga sudah berpacaran!' Tapi Madan tidak mempermasalahkannya.

"Halah! Traktir traktir!" balas Madan lelah dengan hujatan mereka.

Bima sendiri hanya menyimak pembicaraan mereka. Wajahnya tampak tersenyum. Tersenyum karena candaan Jonathan dan Martinus tidak pernah gagal membuatnya tertawa.

Madan mendekati Bima. Berusaha bertanya kepada Bima dengan cara membisikinya.

"Bim. Lo yang beritahu mereka kan?" tanya Madan dengan santai. Bima justru menanggapi pertanyaan Madan dengan suaranya yang keras, "Enggak! Gua tidak mengatakan apapun kepada mereka!"

Madan tidak habis pikir dengan Bima.

Puk!

Madan menepuk jidatnya.

"Tidak perlu terlalu heboh! Gua tidak masalah! Gua hanya merasa penasaran!" ketus Madan. Raut wajahnya pasrah karena Jonathan dan Martinus terlanjur tahu apa yang dikhawatirkannya.

"Oh gua tidak dengar, Dan!" ucap Jonathan.

"Ahaha. Gua kasih tau ke orang-orang deh!" kata Martinus.

"Terserah kalian! Lagipula, darimana kalian tau tentang itu?" tanya Madan terlihat tidak segan.

"Memangnya lo tidak tahu? Berita itu sudah tersebar luas di sekolah ini!" bual Jonathan. Terlihat jelas dari wajahnya. Memaksakan kalimatnya agar terlihat natural.

Jonathan sendiri sering kali membual. Dan banyak dari usahanya itu gagal. Tapi, Jonathan tidak menghentikan kebiasaannya itu. Terus membual dengan kemampuan berbohong yang amatir. Membuat Madan tertawa karena melihat wajah Jonathan yang tampak memaksakan.

"Hahaha. Jon! Kalau lo ingin berbohong, pintar sedikit!" Madan justru menertawai Jonathan.

Jonathan menoleh ke arah Martinus, "Loh? Dia tidak percaya ya?" ucap Jonathan meminta bantuan Martinus.

"Emang ya?" sambung Martinus. Ia tidak bisa membantu Jonathan.

"Sudahlah! Hentikan! Gua tidak akan termakan omongan kalian!" kata Madan menyudahi topik.

Sampai pada akhirnya, mereka pun keluar dari tangga dan akan segera berjalan ke arah kantin.

Pada saat Madan menoleh ke arah kiri, dilihatnya Atika yang tengah berjalan ke arahnya dari kantin melewati lorong. Mereka akan berpapasan. Madan ketakutan. Niatnya untuk menghindari Atika membuat Madan tiba-tiba saja bergerak ke arah yang berbeda.

'Sialan! Itu dia! Inilah yang gua takutkan!' kata Madan dalam hatinya.

Rasa panik membuat kepala Madan dicucuri beberapa tetes keringat. Madan berjalan lurus ke arah pagar pembatas lapangan dengan gedung sekolah.

"Loh? Dan? Lo ngapain? Mabuk ya?" Bima masih belum paham dengan tingkah Madan.

Namun, Bima dapat merasakannya sendiri bahwa langkah kakinya yang melenceng adalah pilihan Madan sendiri.

Jonathan yang terpisah dengan Bima dan Madan mulai menggerutu, "Yah, mulai bodoh ya?" Jonathan berusaha mendapatkan jawaban dari Madan. Ia tidak paham dengan situasinya.

Bima mulai mengikuti Madan yang berjalan dengan penuh rasa percaya diri. Perlahan, Jonathan dan Martinus pun juga langsung berjalan ke arah lapangan.

Madan langsung duduk di pinggir lapangan, "Kesini dulu! Gua ingin melihat permainan basket sebentar!" kata Madan berakting.

Bima masih tak mengerti. Rasa bingung masih membuat dirinya bertanya-tanya dalam hatinya.

Pada waktu yang tepat, Bima mulai menoleh ke arah lorong kantin. Berharap mendapatkan jawaban atas tingkah aneh Madan, 'Oh? Ternyata karena ada Atika disana. Dia berusaha menghindari Atika?' bisiknya dalam hati.

Madan masih belum merasa bahwa dirinya aman. Ia duduk di pinggir lapangan dengan menatap fokus pertandingan basket dilapangan.

Madan malu untuk mengatakan kepada mereka bahwa dirinya takut bertemu dengan Atika. Karena, Madan tahu bagaimana mereka akan memberikan respon setelah mendengar penjelasannya.

'Ayo! Pasang wajah yang santai dan tenang. Gua harus sungguh menikmati pertunjukkan ini!' Madan berusaha keras untuk membuat dirinya terlihat tenang.

Bima pun menghampiri Madan. Ia duduk di samping Madan. Sambil meletakkan bokongnya di atas tempat duduk, Bima berbisik kepada Madan, "Karena ada Atika ya?" tanya Bima dengan senyumnya yang siap mengolok Madan.

"Tidak kok!" Madan tidak ingin berkata jujur.

Bima tidak berhenti memojokkan Madan sebelum ia mendapatkan jawaban sebenarnya dari Madan, "Tidak usah bohong! Kalau begitu apa?" tanya Bima.

"Jangan berisik! Itu benar!" jawab Madan. Ia tak berdaya jika Bima yang memojokannya. Toh pada akhirnya Madan juga membutuhkan Bima sebagai tempat untuk bercerita.

Jonathan dan Martinus pun mulai memasuki lapangan. Ia melihat Madan dan Bima yang telah terduduk di pinggir lapangan sedang berbisik.

"Bima, Madan! Ayo! Ngapain kalian duduk di sini? Apa kalian tidak ingin pergi ke kantin?" ajak Jonathan tidak menyerah untuk membawa kedua temannya ke kantin.

"Kayak ada apa saja di tengah lapangan sana. Padahal, cuman ada Adi! Oh, jangan-jangan Madan ingin melihat Adi?" ujar Martinus.

Memang di tengah lapangan sana ada Adi. Namun, fokus Madan bukan tertuju pada mereka. Pikirannya hanya tertuju memikirkan waktu yang tepat untuk berjalan sambil memastikan bahwa Atika telah melewatinya.

'Apa sekarang adalah waktu yang tepat?' tanya Madan dalam hatinya.

Madan mulai berdiri kembali.

"Sudah?" tanya Bima sambil melihat Madan berpura-pura meregangkan badannya.

"Sudah!" jawab Madan sambil menganggukan kepalanya.

"Dih. Kalian sangat menjengkelkan!" Jonathan tampak cukup emosi melihat tingkah mereka yang tidak ada jelas.

Sementara Martinus, kemampuan otak yang lebih tinggi daripada Jonathan membuat Martinus lebih peka tentang situasi yang sebenarnya. Meskipun, tebakannya tidak selalu benar.

"Oh. Sepertinya dia berusaha menghindari guru?" ucap Martinus menebak-nebak.

"Iya iya! Itu benar kok! Sudah yuk? Kita ke kantin!" respon Madan tak peduli dengan perkataan Martinus.

Bima mencoba memberikan kode kepada Jonathan. Hal itu bertujuan untuk menggoda Madan.

"Ohh!" respon Jonathan berpura-pura paham apa yang sebenarnya dikatakan Bima. Padahal, ia kesulitan memahami situasi sebenarnya.

"Hahaha." Bima tertawa.

"Bima mau mati ya?" Madan mulai menggubris Bima.

"Ahahha. Tenanglah!" ucap Bima tak berhenti menertawai kemarahan Madan.