Hingga pada akhirnya, Madan mengabaikan semua yang ada pada ponselnya. Membiarkan hari berganti. Meski dirinya tidak terlalu siap untuk menghadapi hari Jumat.
Madan tidak lagi bermimpi tentang Atika. Ketika Madan mengatakan bahwa urusannya dengan seseorang telah selesai, maka Madan sungguh akan melupakannya. Melupakan semua kecanggungan yang terjadi diantara mereka berdua.
Hari ini adalah hari Jumat. Seragam hari Jumat adalah seragam yang paling dibenci Madan. Bahan yang gerah dan lengan panjang yang menutupi bagian tubuhnya lebih banyak. Memungkinkan tubuh Madan lebih sering berkeringat.
Di atas sofa, Madan duduk santai dengan pakaian yang telah lengkap. Tak lama kemudian, Madan pun berangkat ke sekolahnya.
Madan sampai di sekolahnya dengan raut wajah yang tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Karena Madan merasa baik baik saja. Seakan tak ada yang terjadi dengannya sebelumnya.
Madan terus berjalan memasuki gedung sekolahnya dan terus menoleh ke berbagai arah. Memastikan tidak ada temannya yang mengikutinya dari sisi yang tak terjangkau matanya.
'Tidak ada Bima atau Adi kan? Mereka berdua adalah orang yang harus gua hindari saat ini!' Madan memastikan kembali keberadaan teman-temannya yang terasa mengancam.
Sampai pada akhirnya, Madan pun sampai di dalam kelasnya. Dilihatnya Bima yang tengah memainkan ponselnya. Disampingnya, ada Jonathan yang menyaksikan permainan Bima seperti biasanya.
'Huh. Sudah pasti ini pemandangan yang akan gua liat ketika pertama kali memasuki kelas!' kata Madan dalam hatinya.
Bima menyadari keberadaan Madan yang padahal masih berada di dekat pintu masuk kelasnya.
"Wei. Madan! Ahahaha. Apa kabar? Bagaimana kemarin?" Bima langsung mengeluarkan pertanyaan bermakna rahasia. Berusaha membuat Madan merasa panik dengan tingkahnya barusan.
'Sudah gua duga. Keparat ini pasti tidak akan bisa menutup mulutnya begitu saja! Gua sangat benci dengan diri gua yang terus mempercayai bocah sialan ini!' Madan brerusaha menahan amarahnya.
Bima dapat merasakan ekspresi wajah Madan yang tampak tidak enak dilihat. Membuat Bima paham bahwa dirinya berada dalam bahaya, 'Waduh. Kelihatannya orang ini mulai jengkel dengan gua!' Meski rasa khawatir kini ada di dalam dirinya, namun Bima masih terus tersenyum cengengesan.
Jonathan tidak mengerti apa yang sebenarnya tengah disinggung Bima.
"Sebenarnya ada apa, Bim?" tanya Jonathan penasaran.
"Penasaran sekali lo Jon! Jangan coba-coba cari tau!" Madan juga mengancam Jonathan.
"Gila! Galak sekali orang ini!" respon Jonathan berpura-pura ketakutan.
Madan sendiri pasrah jika orang itu adalah Jonathan. Karena, membuat Jonathan diam tidak semudah itu. Madan harus menggunakan kekerasan agar Jonathan benar-benar menuruti kemauannya.
Namun, Madan tidak ingin seperti itu. Maka, Madan pun memilih untuk diam dan mengabaikan Jonathan yang terus bertingkah.
"Diam bodoh! Orang ini tengah mengalami kejadian yang sungguh tidak enak!" ujar Bima.
"Diamlah kalian! Jangan banyak bicara! Bima, gua sudah bilang kepada lu kalau tidak ada yang terjadi dengan gua! Jadi, berhenti menyemangati gua!" balas Madan.
Di mata mereka, wajah Madan belum cukup serius untuk membuat mereka benar benar menuruti perintahnya.
"Ooo. Apa itu benar?" tanya Bima menggoda Madan.
"Huh. Sudah gua duga bahwa orang orang seperti lu tidak akan percaya dengan perkataan gua!"
"Ahahaha. Iya iya! Yasudah!"
Di sekolahnyapelajaran selesai,anak laki-laki tidak diperbolehkan pulang lebih dulu. Mereka yang menjalankannya, harus melaksanakan solat Jumat di masjid yang telah disediakan sekolah.
Alasan sekolah memberikan peraturan itu sendiri karena banyak dari mereka yang justru berkeliaran di luar tanpa melaksanakan solat Jumat seperti yang diajarkan agama mereka.
Dengan begitu, Madan pun juga tidak bisa pulang. Ia harus mengikuti kegiatan solat Jumat seperti murid lainnya.
Biasanya sebelum dimulai, Madan selalu duduk di tangga depan masjid sekolahnya sambil berbincang lama dengan temannya. Bima dan Wahyu adalah teman yang sering berada di sampingnya.
Namun sekarang, Bima sendiri sedang berada dalam fase dimana dirinya menjadi anak yang malas.
Bima memilih untuk pergi ke kantin lebih dulu dan datang ke masjid lebih telat agar tidak perlu menunggu begitu lama.
"Bima kemana Dan? Bukankah biasanya dia bersama lo?" tanya Wahyu tengah melepas sepatunya di depan tangga.
Madan mulai menceritakan tentang sifat Bima yang terus berubah, "Tidak tahu! Kalau urusan solat, dia sangat sulit untuk gua kendalikan! Ada kalanya orang itu pasti akan sangat rajin. Namun, ada kalanya juga orang itu akan sangat malas! Aneh!"
"Hahaha." Wahyu tertawa mendengar curahan hati Madan yang tampak begitu emosional.
Madan sendiri juga bukan orang yang begitu rajin. Madan hampir selalu telat datang ke masjid pada waktu solat Jumat.
Setelah mengambil wudhu, Madan naik ke lantai atas. Dilihatnya banyak lelaki yang telah duduk di tempatnya masing-masing. Bahkan, di bagian luar lantai atas telah terisi penuh. Sehingga, Madan harus mencari tempat tempat terpojok.
Di sisi lain, Madan merasa rugi karena harus duduk di luar. Di sisi lain, Madan juga merasa cukup nyaman untuk berada di teras lantai atas masjidnya.
Tidak lain alasannya Madan bisa melihat area sekitar masjidnya. Karena bagian luar masjidnya yang hanya dibatasi pagar besi pendek. Madan juga bisa menghirup udara segar dari atas sana.
"Huh, segar juga ya berada di atas sini?" gumam Madan.
"Lebih enak duduk di dalam!" balas Wahyu.
Madan mencoba menebak alasan Wahyu tidak merasa nyaman berada di luar masjidnya.
"Karena disini akan banyak orang yang bercanda?" tanya Madan.
"Iya itu juga benar!" jawab Wahyu.
Sesuai dengan tebakan Madan, bahwa sebelumnya Madan merasakan sendiri berada diantara mereka yang bercanda ketika waktu solat telah dimulai.
Mereka yang tak terjangkau oleh penglihatan guru guru menggunakan kesempatan mereka untuk bersikap seenaknya. Bahkan, tidak jarang Madan juga tergoda mereka dan ikut bercanda.
Di pertengahan ceramah, Madan sempat melihat ke bawah. Dari tempatnya, Madan bisa melihat banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan di depan sekolahnya. Murid perempuan memanfaatkan waktu ini untuk jajan diluar sekolah.
Pada momen yang cukup tepat, Madan sempat menoleh sekejap ke salah satu pedagang kaki lima. Lalu, Madan langsung kembali menghadapkan wajahnya ke depan.
"Eh?" Madan menyadari keanehan.
Madan kembali melihat ke bawah. Ia baru menyadari adanya Atika yang ternyata juga melihatnya dari bawah sana.
'Atika? Dia melihat ke gua? Tampaknya dia sedang membeli sesuatu. Tapi, kenapa matanya tertuju ke sini?' Madan mulai merasa tidak nyaman karena terus diperhatikan dari bawah.
Madan kembali menolehkan pandangannya ke depan sana. Madan tidak terbawa perasaan. Karena baginya, itu adalah hal yang normal.
Hanya saja, Madan merasa kebingungan hingga berbagai pertanyaan muncul di kepalanya tentang apa yang sebenarnya dilakukan Atika dengan terus memperhatikannya.
'Apa dia sudah pergi? Cepatlah pergi! Rasanya sangat tidak nyaman tau!' ketusnya dalam hati. Merasa terpojok karena terus diperhatikan.
Hingga akhirnya, Madan kembali menoleh ke bawah demi memastikna bahwa Atika telah pergi.
'Huh. Dia sudah pergi!' ucap Madan dalam hatinya merasa lega.
Setelah menghela nafasnya, Madan pun kembali fokus mendengarkan ceramah yang di sampaikan oleh salah satu guru disekolahnya.
Cukup sering Madan mengingatkan kepada dirinya sendiri bahwa ia tidak boleh tergoda dengan sekitarnya yang akan bercanda nantinya.