Chereads / I Give You My Attention / Chapter 16 - Ingin Menyatakan Perasaan

Chapter 16 - Ingin Menyatakan Perasaan

Hari Rabunya menjadi hari yang cukup menjengkelkan. Meski masalah diantara mereka adalah masalah yang terbilang cukup sepele, tapi akibatnya terjadi dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Madan tidak terlalu memikirkan perkelahiannya dengan Atala. Madan mengira bahwa perkelahiannya dengan Atala hanya akan menjadi bumbu dari pertemanan mereka.

'Sudahlah! Nanti juga akan kembali lagi. Tidak perlu di pikirkan!' pikir Madan mengabaikan apa yang telah terjadi dengannya.

Madan sendiri sempat merasa khawatir dengan murid lain yang menyaksikan perkelahiannya dengan Atala.

Pada saat itu, Madan ingat jelas bahwa beberapa murid yang ada di luar kelasnya memanggil murid kelas lain hanya demi menonton perkelahiannya dengan Madan.

Madan khawatir jika berita perkelahiannya akan terdengar di telinga para guru.

Madan merasa cukup rindu dengan Atika. Jarang dilihatnya di sekolah. Meski Madan tidak berani menemuinya, tapi Madan merasa kurang jika Atika tak hadir di sekolah.

Hari ini, Madan merasa bahwa teman -eman Atika tidak bersama dengan Atika sama sekali. Madan berkali-kali berpapasan dengan teman Atika. Tapi ia tak melihat kehadiran Atika bersama kawannya itu.

'Dimana Atika? Apa dia tidak masuk sekolah?' Madan mulai khawatir dengan Atika.

Madan tidak selalu menghubungi Atika. Hari ini adalah salah satu hari dimana Madan tengah putus komunikasi dengan Atika. Rasa gengsinya untuk menghubungi Atika hanya menciptakan rasa penasaran.

Ketika Bima dan Madan tengah berdiri di dekat balkon, Madan bertanya kepada Bima, "Bim, mengapa gua tidak melihat Atika sejak tadi?" tanya Madan.

"Mudah. Tanyakan saja langsung!" jawab Bima. Sarannya terdengar sederhana. Tapi, "Tidak semudah itu bodoh!" balas Madan.

Cukup lama keheningan tercipta, "Oh iya! Syifa!" ucap Madan dengan suaranya yang terdengar histeris.

Madan langsung membuka ponselnya.

"Ada apa?" Bima penasaran dengan ekpsresi histeris Madan. Mengintip ponsel yang tengah dibuka Madan.

Madan mengabaikan tingkah Bima. Ia mulai mencari kontak Syifa. Menanyakan Syifa tentang kabar Atika.

Madan : Syifa?

Syifa : Ya? Ada apa, Dan?

Madan : Gua tidak melihat Atika sejak tadi. Apa dia tidak masuk sekolah?

Syifa : Iya Dan. Benar, dia sedang sakit sekarang!

"Kenapa lu menghubungi Syifa melaui ponsel? Dia berada dekat. Hanya tinggal jalan tanpa repot membalas pes," ujar Bima belum selesai berbicara.

"Sudahlah. Jangan banyak bicara!" Madan membuat Bima berhenti berbicara.

Sekarang, Madan telah mendapatkan apa yang dicarinya. Mengetahui fakta bahwa Atika tak hadir di sekolahnya karena alasan sakit cukup membuat Madan merasa khawatir.

'Ternyata benar. Dia sakit. Apa yang harus gua lakukan sekarang?' tanya Madan dalam hatinya.

Madan tak sepenuhnya merasa khawatir. Di sisi lain hatinya, ada perasaan dimana dirinya memikirkan tanggapan orang lain terhadap dirinya ketika mengetahui Atika sakit.

"Bim. Kalau lo menjadi gua, apa yang akan lo lakukan?" tanya Madan dengan tatapan kosong.

"Memangnya apa yang telah terjadi?" tanya Bima. Matanya tak teralihkan dari permainan basket di lapangan.

"Atika sakit. Tapi, gua masih takut untuk menemuinya secara langsung. Lalu, hal terbaik yang perlu gua lakukan?" tanya Madan.

"Menyatakan perasaan kepadanya!" Bima menjawab asal.

"Haduh. Capek juga punya teman seperti ini!" ujar Madan sambil mengusap kepalanya.

Madan membalikkan badannya dan segera masuk ke kelasnya meninggalkan Bima.

Bima mulai terfokus pada Madan yang mulai menjauh darinya.

"Jika memang hanya sebatas teman, lebih baik tunjukkan rasa peduli lo sebagai teman. Tanyakan kabarnya!" Bima mulai memberikan saran yang sangat membantu Madan.

'Saran yang terdengar sederhana, justru terasa begitu menakjubkan.' Madan masih tak menyangka bahwa akhirnya Bima bisa serius.

"Oke!" Madan pun meninggalkan Bima.

Madan sendiri tidak tahan dengan keterbatasannya terhadap Atika. Madan ingin terlibat di dalam hidup Atika. Namun, Madan sadar bahwa dirinya masih sebatas teman.

'Gua tidak bisa! Gua benar benar tidak bisa terus seperti ini! Nyatakan, atau lupakan kedekatan ini!' kata Madan mulai bersikap tegas pada dirinya sendiri.

Di waktu itulah, niat untuk menyatakan perasaan mulai muncul di dalam hati Madan. Hal yang terus terpikirkan di kepalanya adalah momen ketika dirinya sungguh menemui Atika. Maka apa yang harus dilakukannya?

Madan sendiri bisa menghadapi pertemuannya dengan Atika di tempat les karena mereka saling memiliki keperluan satu sama lain. Sementara, Madan tidak bisa dihadapkan pada situasi dimana dirinya harus bertemu dengan Atika tanpa sebuah alasan. Hanya sekadar bertemu.

'Tapi sekarang, rasanya gua harus mencoba melawan rasa takut itu. Gua harus keluar dari zona nyaman ini!' Pemikiran sederhana yang ada di kepala Madan mulai tercipta sendiri. Kata-kata yang di dengarnya dari media membuat Madan cepat mengambil kesimpulan.

Pada hari Kamis, hari yang sangat melelahkan kini harus dihadapinya lagi.

Hubungan diantara Madan dan Atika masih berjalan seperti biasanya. Madan begitu yakin bahwa Atika memiliki perasaan yang sama dengannya.

Madan sendiri sering memperhatikan respon dari lawan bicaranya. Ketika Madan merasa dirinya tidak begitu yakin bahwa perempuan yang disukainya memiliki perasaan yang tertarik kepadanya, maka Madan akan langsung berhenti mendekatinya.

Namun sekarang, Atika membuat Madan merasa yakin bahwa apa yang dilakukan Madan adalah sesuatu yang akan menghasilkan.

Dari rumahnya, Madan telah menyiapkan satu buah coklat dengan selembar kertas berisi sebuah tawaran. Tidak lain isi dari surat tersebut adalah tentang perasaan Madan yang menyukai Atika.

"Atika, aku suka kamu. Kamu mau gak jadi pacarku? Nah, sepertinya itu adalah kata kata yang sederhana. Bagus!" Madan membaca ulang kertas pernyataannya tersebut. Mencoba mencari kesalahan kata agar aksinya berjalan sempurna.

Madan memasukkan coklat itu ke tasnya. Semuanya telah siap. Madan berharap bahwa apa yang akan dilakukannya nanti akan menghasilkan jawaban yang sesuai dengan ekspektasinya.

"Semoga berhasil!" Madan menyemangati dirinya sendiri.

Madan pun mulai berangkat seperti biasanya. Berangkat ke sekolahnya dengan sedikit senyum yang tak sadar telah terpampang di wajahnya selama perjalanannya ke sekolah.

Ketika tiba di sekolahnya, Madan sengaja tidak langsung memberitahukan rencanya kepada siapapun. Karena ia sadar bahwa mereka tidak bisa menjaga rahasianya dengan baik, termasuk Bima.

Meski Bima adalah salah satu orang yang paling dipercaya Madan, tapi tak sesekali Bima tak sengaja membocorkan rahasia Madan yang dipercayakannya.

'Sebenarnya, gua harus meminta pendapat mereka. Mereka memiliki pengalaman dalam hal yang seperti ini. Termasuk Atala. Gua ingin bertanya kepadanya!' kata Madan dalam hatinya meragukan tindakannya. Ingin sekali dirinya bertanya kepada Atala. Tapi kejadian itu membuat keduanya gengsi untuk saling memulai pembicaraan.

Madan mulai merasa bahwa dirinya telah salah dalam melakukan tindakan. Sehingga, membuat hubungan pertemanannya hancur seketika. Padahal, Madan juga tahu bahwa kesalahan itu bukan hanya ada pada dirinya.

Sehingga, untuk saat ini Madan masih belum merasa aman untuk menceritakan niatnya yang akan menyatakan perasaan kepada Atika.

'Baiklah. Gua akan tunggu sampai jam istirahat ke dua saja!' kata Madan dalam hatinya.

Kriingggg!

Bel istirahat ke dua berbunyi.

Cukup lama Madan menunggu bunyi bel tersebut. Menunggu-nunggu momen yang dinantikannya, membuat Madan merasa jika waktu mulai melambat.

'Sial! Lama sekali. Sekarang adalah waktunya! Gua harus menceritakan semuanya kepada Bima!' ujar Madan dalam hatinya.

Madan terus memperhatikan Bima yang kini duduk didepannya.

Bima menoleh ke belakang, "Hei. Mau keluar?" ajak Bima.

Kebetulan Bima tidak sedang sibuk dengan ponselnya. Ini adalah waktu yang tepat untuk Madan menceritakan rencananya.

Madan mulai memberikan kode tangan, "Bim! Mendekatlah!"

Bima mulai menghampiri Madan dengan rasa penasaran, 'Tumben. Tidak biasanya anak ini seperti ini!' Bima berjalan ke arah Madan.

"Kenapa?" tanya Bima.

Madan mulai melihat sekitarnya. Padahal, Madan sendiri duduk di pojok paling belakang.

Bima menunggu apa yang ingin dikatakan Madan. Tapi Madan bertingkah aneh, "Sebenarnya lo sedang apa? Jangan bertingkah!" Bima menyadarkan Madan bahwa dirinya bukanlah karakter fiksi.

Madan mulai membisiki Bima, "Jadi, gua akan menembak Atika sekarang!"