Apa yang tela dilakukan Atika kepada Madan justru berdampak gila. Madan sendiri bahkan tidak sadar bahwa dirinya tengah berhalusinasi. Ia begitu larut dalam perasaannya hingga tak sadar bahwa pikirannya tak lagi waras.
'Pokoknya, gua harus menceritakannya kepada mereka!' ujar Madan kembali teringat akan niatnya sebelumnya.
Cukup lama Madan berada di lapangan sendirian, hingga akhirnya dirinya melewati hukuman tersebut. Meski seragamnya tidak mendukung Madan untuk mengikuti pelajaran lebih bebas, tapi Madan merasa lebih nyaman berolahraga dengan seragamnya yang sekarang.
Madan selalu menggunakan kaos oblong yang membuat keringatnya tidak langsung mengenai seragamnya. Sehingga, Madan tidak perlu khawatir akan hal itu.
Mereka telah menyelesaikan semua materi yang diberikan oleh pak Heru. Begitu juga dengan Madan. Seperti pada umumnya, anak laki-laki selalu terobsesi akan sepak bola. Beberapa menit setelah pak Heru membubarkan mereka, Madan dan kawan kawannya pun langsung membentuk tim untuk permainan sepak bola.
"Huuh. Untung gua menggunakan seragam ini. Enak!" Madan kembali menggoda mereka. Berusaha membuat mereka merasa iri.
"Dasar gila! Itu kan seragam untuk belajar." Adi memarahi Madan. Namun Madan sadar betul bahwa Adi hanya iri kepadanya.
"Iya, biar saja! Nanti seragamnya akan rusak karena keringatnya yang begitu menyengat!" Jonathan menyambung olokan Adi.
"Ahahaha!" Bima selalu tertawa mendengar lelucon Jonathan.
"Hahaha. Memangnya kalian akan merasa nyaman dengan seragam olahraga yang gatal seperti itu?" Madan masih terus membalas ejekan mereka.
"Hei Madan. Lu berisik sekali sih? Diamlah!" Atala menanggapi candaan mereka dengan serius.
Atala tidak bisa memahami perbedaan antara situasi yang serius dan yang tidak. Mereka yang mendengar perkataan Atala, langsung merasakan perubahan atmosfer. Seakan suasana yang seru tiba-tiba saja hancur hanya karena Atala.
'Apaan sih anak ini? Apa dia tidak mengerti, bahwa dirinya terus merusak suasana?' Madan menatap mata Atala dengan wajah sinis.
Mereka mulai bubar dan segera membentuk tim masing-masing. Atala sendiri memiliki niat m bersama dengan Kiel dan kawan-kawannya.
Suasana mungkin terasa tidak begitu enak. Namun, semua terlupakan karena permainan sepak bola yang membuat pikiran masing-masing dari mereka terfokus akan keseruannya.
Singkatnya, hari Kamis adalah hari yang cukup seru bagi Madan. Meski berkali kali dirinya merasakan perubahan mood karena berbagai kejadian yang dirasakannya.
Permainan sepak bola pun terasa begitu singkat karena nafsu Madan yang sedang melonjak sekarang. Madan seakan geram terhadap semuanya karena begitu senangnya akan apa yang didapatinya sebelumnya. Sehingga, beberapa dari temannya mulai komplain kepadanya karena gerakannya yang tidak wajar. Madan seakan bukan tengah bermain sepak bola. Melainkan hanya sebagai bocah pengrusuh yang menikmati pemandangan bola yang terbuang.
Madan telah selesai menjalani hari Kamis nya dengan penuh semangat. Atika berhasil membantu Madan mengembalikan semuanya. Madan juga tidak sabar untuk memberikan kabar tentang suasana hatinya yang berhasil diubah Atika.
Di depan gerbang sekolah Madan, telah berdiri banyaknya anak anak murid sekolahnya yang tengah menunggu jemputan mereka masing masing. Madan terbiasa melihat Kiel yang tengah bersama dengan teman temannya. Entah apa yang akan dilakukan mereka, namun hubungan Kiel dengan kakak kelasnya juga sangat baik. Melihat anak anak sekolahnya tawuran adalah hal yang biasa bagi Madan. Meski Madan tidak pernah melihatnya sendiri, 'Kiel benar benar akrab dengan kakak kelasnya. Bahkan, beberapa dari mereka terlihat tunduk kepada Kiel. Orang sepertinya tidak akan kehabisan teman!' kata Madan dalam hatinya. Menyadari karakter Kiel.
Karena sebenarnya, Madan sendiri dapat merasakannya ketika dirinya berada bersama dengan Kiel, Madan tidak sepenuhnya merasa rendah. Hal itu membuat pandangan Madan ke Kiel terbentuk seakan Kiel adalah anak yang sama dengannya.
Rasa takut ditimbulkan tergantung persepsi masing-masing. Ketika dua orang saling berhadapan, kondisi mental mereka yang menentukan siapa yang akan mundur.
Jika salah satu dari mereka telah kehilangan rasa ragunya, memandang musuhnya sebagai mahkluk yang lebih rendah darinya, maka bisa dipastikan ialah pemenangnya. Justru sebaliknya. Jika lawannya menganggapnya sebagai sesuatu yang besar yang mengancamnya, maka lawannya akan merasa ketakutan sendirinya.
Madan paham akan hal itu. Dimana dirinya tidak perlu melihat Kiel sebagai sesuatu yang lebih tinggi darinya. Pandangannya terhadap Kiel adalah pandangan yang menandakan rasa iba.
'Anak itu sebenarnya ada dimana sih? Kenapa dia lama sekali? Padahal, katanya hanya izin sebentar ke toilet!' Madan tidak sabar menunggu Bima. Mengingat bahwa dirinya yang juga tidak bisa terus menahan ceritanya.
Tidak lama kemudian, Bima pun datang bersamaan dengan Sidik. Madan tidak menyangka itu.
"Woi! Ayo jalan!" kata Bima langsung berjalan melewati Madan.
"Oh iya ada Sidik!" Madan merasa bersalah karena tidak mengajak Sidik.
"Memang lo kejam!" balas Sidik.
Mereka pun berjalan pergi meninggalkan sekolahnya.
Madan sendiri merasa baik-baik saja jika harus berteman dengan orang yang sama. Karena dirinya adalah tipe orang yang akan menggunakan apa yang nyaman digunakan.
Madan tidak suka menjadi palsu. Seperti menyukai hal lain yang menurut orang lain keren. Madan hanya ingin menikmati semua yang disukainya.
"Hei! Ngomong-ngomong, bagaimana hubungan lo dengan Atika?" Di tengah obrolan mereka, Bima tiba tiba saja membuka topik yang di tunggu Madan.
Madan sendiri cukup gugup untuk menjawab pertanyaan Bima. Madan memang ingin menceritakannya kepada mereka. Merasa senang berlebihan hanya akan memancing olokan dari dua kawannya itu.
"Oh? Baik saja! Kita masih berkabar!" kata Madan masih berusaha menahan-nahan.
"Apa lo sedang dekat dengan Atika?" Sidik mulai penasaran dengan Madan karena pertanyaan dari Bima.
Bima mulai merasa takut bahwa Madan akan memarahinya. Karena biasanya, remaja seumuran Madan saat itu adalah remaja yang penuh dengan rahasia. Tidak ingin kedekatannya dengan seseorang terumbar karena alasan malu.
"Ya, bisa di bilang begitu!" kata Madan bisa menjawab pertanyaan Sidik dengan jujur. Madan tampak tidak masalah.
"Hah? Apa ini tidak masalah, Dan?" Bima memastikan kembali bahwa pertanyaannya, tidak menciptakan amarah di dalam hati Madan.
"Tentu saja! Santai!" jawab Madan membuat Bima merasa lega.
Ia berbeda dengan para murid murid lainnya yang tidak percaya diri untuk mengumbar kedekatannya dengan seseorang.
Ketika keheningan tiba, Madan mulai membuka suaranya lagi. Baginya, ini adalah waktu yang tepat untuk membahas Atika.
"Apa kalian tau? Orang itu menghubungi gua lewat ponsel tadi malam." Madan menundukkan pandangannya sambil menahan senyumnya.
"Loh? Kalian baru bertukar kontak?" Sidik terkejut dengan fakta yang baru saja diketahuinya.
Bima menyela, "Belum! Bahkan, dia kenal dengan Atika tidak lama!" ujarnya, "Tapi, gua penasaran alasan Atika menghubungi lu Dan!" tanya Bima.
Pertanyaan Bima benar benar memancing Madan dan membuat Madan merasa semakin bersemangat untuk menceritakannya kepada mereka.
"Awalnya, Atika menghubungi gua karena permasalahan beberapa soal Matematika yang sulit untuk dipecahkannya. Tapi setelah itu, kita tidak berhenti komunikasi hingga malam! Dan itu adalah hal yang sangat menyenangkan malam gua!" Sambil menceritakan kepada mereka, Madan membayangkan kembali rasa senangnya tadi malam.
"Berlebihan sekali!" respon Bima.
"Nah, setelah itu pun ada hal yang membuat gua semakin gila. Apa kalian tau? Atika menyemangati gua dari balkon di lantai atas pada saat gua tengah menjalani hukuman dari pak Heru!" ujar Madan. Wajahnya terlihat semakin bersemangat.
"Sudahlah! Tembak saja langsung!" kata Bima.
Madan terkejut dengan saran dari Bima yang begitu cepat. Karena Madan sadar, bahwa dirinya baru memulai beberapa persen hubungan dengan Atika. Menyatakan perasaan kepada Atika sekarang adalah hal yang terlalu cepat untuknya.
Perjalanan Madan bersama dengan teman temannya terasa lebih menyenangkan. Meskipun matahari terus menyinarinya dari atas kepala, namun Madan seakan tak merasakan kelelahan. Lagi lagi Atika lah alasannya bisa sampai menjadi tak tertandingi seperti ini.
'Perempuan itu memiliki banyak pengaruh untuk hari ini!' ujar Madan dalam hatinya sambil berusaha melihat matahari.
Sementara Bima, ia sendiri juga sering mendapati perasaan yang sama seperti Madan. Tertarik dengan perempuan adalah hal yang normal.
Namun, Bima sendiri memilih untuk menahan ceritanya dari temannya. Bima memiliki alasan lain selain tidak ingin digoda kawan kawannya. Ketidakpastian sebuah hubungan yang diumbarkannya nantinya hanya akan membuat harga dirinya hancur.
Meski begitu, Madan sendiri bisa memahami Bima ketika Bima tengah dekat dengan seseorang. Bahkan, sesekali Bima pun menceritakannya kepada Madan. Madan menghargai kepercayaan Bima dengan tidak berisik.
Madan telah sampai di rumahnya. Setelah beberes, Madan membuka ponselnya. Melihat pesan dari Atika yang masih belum dibalasnya. Mereka terus mengobrol hingga gelapnya langit membuat Madan sadar bahwa mereka masih belum putus topik.
Madan tidak melupakan ibadahnya. Ataupun kegiatan penting yang harus dilakukannya. Hanya saja, Madan justru melupakan game online yang rutin dibukanya tiap malam hari. Hal itu terjadi sejak dirinya sibuk membalas pesan Atika.
Hari pun berganti. Madan baru sadar bahwa selama ini ia hanya berinteraksi dengan Atika melalui ponsel. Mereka tidak lagi berada di ruangan yang sama di tempat lesnya.
Pada hari Jumat, Madan mendatangi tempat lesnya seperti biasanya. Bersamaan dengan teman dekatnya, Bima.
"Loh, mis? Kok sepi?" tanya Madan hanya melihat Dwi yang telah duduk diatas kursinya.