Madan sempat merasa iri dengan teman temannya yang telah memiliki pacar. Madan merasa penasaran dengan apa yang mereka rasakan ketika bisa bertemu di tempat yang sangat dekat setiap harinya.
Sebelumnya, Madan merasa bahwa pacaran adalah hal yang membosankan. Karena dirinya hanya berada pada hubungan asmara pada umur yang terbilang masih sangat muda. Sehingga, Madan hanya bisa merasakan kecanggungan, malu, dan berbagai hal lain yang membuatnya tidak nyaman.
'Gua sempat mengatakan bahwa gua tidak tertarik lagi untuk berpacaran. Tapi, kenapa sekarang berbeda?' Ketika sebuah pertanyaan terbesit dikepala Madan, di waktu yang sama Madan pun merasakan rindu kepada Atika.
Setelah menjalani berbagai cerita di hari Rabunya saat ini, akhirnya Madan dapat mendengar bel pulang.
Kriiingg!
Entah apa yang sebenarnya terjadi dan apa perbedaan diantara suara bel lainnnya. Suara bel pulang terdengar begitu nikmat di telinga Madan.
Seperti biasanya, Madan pulang bersama dengan Bima. Namun, kali ini Madan dan Bima juga mendapatkan teman pulang bersama. Orang itu bernama Sidik.
Mereka berdua telah mengenal Sidik. Madan pernah satu kelas dengan Sidik pada saat dirinya berada di kelas tujuh. Sementara Bima, dirinya bisa kenal dengan Sidik melalui koneksi temannya yang lain. Dan juga, letak dari rumah Sidik pun berdekatan dengan mereka. Bahkan, sangat dekat dengan tempat les mis Diana.
"Pulang bareng?" tanya Sidik yang tiba tiba saja berada di depan kelas Madan.
"Ayo!" jawab Madan juga menoleh ke arah Bima. Memberi isyarat bahwa mereka mendapatkan teman pulang lagi.
Semenjak saat itu, setiap pulang sekolah Sidik memutuskan untuk berjalan kaki agar bisa pulang bersama dengan Madan dan juga Bima.
Sebelumnya, orang yang menjadi teman untuk pulang bersama dengan Madan adalah Sidik. Madan juga bercerita banyak dengan Sidik. Menganggap Sidik sebagai salah satu temannya yang asik. Tetapi, Madan masih menahan ceritanya tentang perasaannya kepada Atika.
Madan tahu, bahwa dirinya tidak bisa menceritakan semua tentang dirinya kepada semua temannya. Tetapi, entah mengapa jika ceritanya berkaitan dengan Atika, Madan selalu merasa tertarik untuk menceritakannya kepada seseorang.
"Apa lu juga les di tempat yang sama dengan Madan, Bim?" tanya Sidik di tengah tengah pembicaraan mereka yang seru.
"Iya! Gua baru masuk! Enak juga!" jawab Bima.
"Dari mana lu tau tentang tempat les itu?" tanya Madan. Ia penasaran darimana tempat itu bisa ditemukan oleh orang seperti Sidik.
"Akhir akhir ini pembicaraan di sekolah sedang ramai ramainya membahas tentang tempat les. Gua merasa banyak juga orang yang bergabung di tempat itu. Dan ternyata, itu dekat dirumah gua. Lo harusnya tahu itu, Dan!" ujar Sidik berusaha membuat teman temannya merasakan perasaannya yang takjub ketika mengetahui fakta tersebut.
"Iya! Dekat sekali!" Bima merespon pertanyaan Sidik.
"Lu tidak perlu repot untuk memikirkan transportasi atau mencari teman. Karena, gua yakin lu akan mengenal semua orang yang ada disekitar tempat les itu!" Madan berbicara seakan Sidik selalu risih ketika sendirian.
Sidik sendiri sempat menjadi teman yang berusaha dihindari Madan. Kembali lagi kepada Madan yang pada akhirnya menyadari bahwa rasa kesalnya hanya terjadi disuatu momen. Sidik bukan orang yang selalu menyebalkan.
Game online yang mereka mainkan bersama pada saat Madan menduduki kelas tujuh, membuat banyak hubungan pertemanan menjadi terasa tidak harmonis. Madan dapat merasakan perubahan emosi yang begitu besar pada teman temannya yang menganggap serius sebuah game.
"Langit ini benar benar cerah. Sepertinya akan ada kabar baik yang datang untuk gua!" ujar Madan membuat dirinya seakan berada di sebuah film.
"Apa lu tak merasa jijik memiliki teman sepertinya, Bim?" Sidik yang merasa risih dengan tingkah konyol Madan pun menyinggung Madan di depannya.
"Iya! Sangat sangat jijik! Bahkan, gua merasa sangat terpaksa untuk pulang bersama dengannya!" kata Bima memahami candaan Sidik.
"Ah kalian. Terima kasih ya, karena sudah sayang dengan gua!" Madan mengeluarkan senyum menjijikannya.
"Hahaha." Mereka pun tertawa.
Perjalanan panjang pun akan terasa menyenangkan. Hingga rasa letih berhasil disembunyikan. Jika seseorang berada di lingkungan yang tepat.
Madan sempat membayangkan, 'Ini terasa menyenangkan. Bagaimana jika kebersamaan antara gua dengan perempuan itu se seru ini? Akh, sialan! Kenapa gua harus terus mengingat perempuan itu?' Madan menggerutu di dalam hatinya.
Sesampainya Madan dirumahnya, meletakkan tas dan berbagai barang barangnya pada tempatnya. Merebahkan tubuhnya diatas kasur. Madan baru merasakan dan menyadari bahwa tubuhnya terasa begitu lelah.
"Uhhh! Gilaa. Lega banget! Berasal dari mana lelah ini? Kenapa selama perjalanan rasa lelah ini tidak terasa?" Madan berbicara sendiri di dalam kamarnya sambil membuka ponselnya.
Madan berniat untuk langsung menonton video yang ada pada platform besar. Namun, betapa terkejutnya Madan ketika melihat notif dari sebuah aplikasi yang berasal dari seseorang yang belum pernah dihubunginya.
Madan menebak nebak orang asing yang menghubunginya, 'Hah? Siapa ini? Pasti, ini anak anak yang berasal dari grup baru itu.'
Madan tidak berpikir terlalu jauh. Madan masih menganggap bahwa ini hanyalah masalah biasa. Namun, Madan tidak pernah mengira bahwa orang yang ternyata menghubunginya adalah Atika.
'Apa?' Madan terkejut. Madan masih terlihat santai meski suara detak jantungnya dapat terdengar kecil ditelinganya.
Atika menghubungi Madan karena ada urusan yang perlu diselesaikan Atika.
'Dia benar Atika? Terus, kenapa dia menanyakan soal ini kepada gua? Memangnya dia tidak punya teman selain gua?' Balon teks singkat dari Atika terus membuat Madan bertanya-tanya.
Madan sendiri juga dikenal dengan kepintarannya yang lumayan diakui mis Diana. Setelah Farel, Madan lah yang mengajari kawan kawannya ketika Farel dan mis Diana tengah sibuk dengan urusan mereka. Seharusnya tidak heran jika salah satu kawannya menanyakan sebuah soal yang membuatnya kesulitan. Dan Madan paham akan hal itu.
'Apa semua temannya bodoh? Tidak mungkin!' Madan masih berusaha berpikir waras dalam menanggapi pesan singkat dari Atika.
Meskipun berkali kali Madan meragukan balon teks dari Atika, namun Madan tetap merespon obrolan yang berusaha dibuat Atika dengan baik.
Atika meminta penjelasannya tentang materi yang kesulitan untuk dihadapinya. Lalu, Madan menjelaskannya dengan niat dan usaha yang cukup besar.
Mengambil kertas dan berusaha menulis cara dari penyelesaian soalnya dengan jelas agar mudah dipahami Atika.
'Ini sudah benar kan? Yah, biar saja! Ini adalah jawaban gua! Gua tidak ingin mengatakan kepadanya bahwa ini adalah jawaban yang benar sepenuhnya!' Niatnya terbesit dikepalanya untuk menghindari kesalahan jika itu benar benar terjadi.
Madan pun mengirim foto yang memotret kertas jawabannya kepada Atika. Madan tidak pernah berharap bahwa dirinya harus memperpanjang obrolan mereka. Hanya sekedar mendapatkan pesan dari Atika adalah hal yang cukup spesial bagi Madan.
'Yang tadi itu apa? Itu benar benar mengejutkan. Dan kenapa rasanya jantung gua berdetak?' Madan merebahkan tubuhnya sambil menatap ke atas langit langit di kamarnya.
Tetapi, cerita Madan pada hari ini belum selesai sampai disana. Karena ternyata pembicaraannya dengan Atika masih berlanjut.
Entah apa yang mereka bahas sebenarnya, namun Madan tidak pernah menyangka bahwa ia bisa berbicara sejauh ini dengan Atika.
'Ternyata, tidak perlu repot repot untuk mencari cara bagaimana untuk mendekati perempuan ini! Tidak salah karena gua tetap bersikap santai!' Madan memuji dirinya yang membuat keputusan tepat.
Mereka saling mengirim pesan hingga malam mulai datang. Itu tidak membuat Madan melupakan kesibukannya yang lain. Anehnya, kesibukan masing masing dari mereka tidak membuat obrolan mereka terhenti.
Padahal. Madan tidak pernah menyangka bahwa mimpinya yang di hadiri dengan sosok Atika akan menjadi kenyataan.
'Tapi, apa ini sebenarnya? Apa ini adalah mimpi setelah mimpi?' Madan masih tidak percaya dengan apa yang terjadi dengan dirinya.
Beberapa balon teks dari Atika mengubah suasana pada harinya.
"Haaah. Beruntungnya pada saat kemarin, gua sempat membatalkan niat gua untuk tidak masuk les! Inilah hadiah dari anak rajin!" Bahkan, Madan sampai tak sadar bahwa dirinya mulai terlihat seperti orang gila yang tengah berbicara sendiri di dalam kamarnya.