Mereka bercanda tawa hingga tidak menyadari bahwa tidak sedikit dari mereka yang baru saling mengenal. Inilah sihir yang seakan memantra para murid murid di ruangan tersebut karena suasana yang menyenangkan.
Biasanya, Madan pun juga dikenal dengan anak yang aktif. Sering membuat kawan kawannya tertawa dengan tingkah konyolnya. Kehadiran Atika pada saat ini tidak menahan Madan untuk berbuat yang sama seperti sebelumnya. Madan masih bisa bersenda gurau dengan kawan kawannya dan menunjukkan sisi konyolnya tanpa ragu.
"Eh, apa lo kenal dengan gua?" Syifa bertanya kepada Madan. Syifa berusaha dekat dengan Madan karena tertarik untuk berteman dengan Madan.
"Ini Dan. Namanya Syifa!" Hana ikut menjelaskannya.
"Yah, sebelum ini gua tidak kenal!" kata Madan berkata jujur.
Madan sendiri tidak tahu bahwa ada orang seperti Syifa disekolahnya. Mungkin, di waktu lain Madan akan dapat lebih mudah mengenali teman temannya setelah pertemuannya saat ini.
"Seriusan? Lo tidak kenal gua?" Syifa kembali memastikan lagi kepada Madan.
Secara tidak sadar, Syifa terlihat seakan semua orang harus tahu siapa dirinya. Meskipun, Syifa tidak memiliki niat seperti itu. Mereka baru saja berteman dan bisa membuat suasana terasa menyenangkan. Namun, kecanggungan tidak sepenuhnya hilang hingga membuat banyak dari mereka tak menyadari tingkahnya.
"Iyaa. Gua tidak tau! Memangnya lo siapa? Sialan! Bahkan gua tidak pernah melihat lo!" kata Madan. Menjelaskan fakta dengan cara yang mungkin terdengar sedikit menyakitkan di telinga Syifa.
"Gila! Dia keterlaluan, Syifa!" Dwi mulai mengompori Syifa.
"Wah. Lu benar benar kelewatan sih! Omong omong, ini rautan lo yang kemarin tertinggal!" Syifa berakting seakan akan dirinya tengah dibuat marah oleh Madan.
Ia pun menyodorkan rautan itu kepada Madan.
"Hahahaha." Bima yang menyimak perbicangan seru mereka hanya tertawa di atas kursinya.
Perbincangan mereka cenderung tidak penting. Namun, mereka menikmatinya.
Madan, tidak terlalu memikirkan apa yang tengah mereka katakan. Semua yang terjadi di dalam ruangan les mis Diana ditanggapinya sebagai gurauan semata.
Pada hari ini, kebetulan mis Diana memberikan materi dan soal yang sama kepada mereka. Tidak ada yang pulang lebih awal. Semuanya dibubarkan mis Diana hingga materi yang diberikannya benar benar selesai.
"Baiklah! Kalian boleh pulang! Lanjutkan besok! Langitnya sudah mulai gelap!" kata mis Diana menyudahi kelasnya.
"Hah? Lanjut besok? Bukankah besok hari sabtu!" Dwi mulai berpura pura bodoh demi mengeluarkan leluconnya.
"Iyaa. Di waktu selanjutnya maksudnya. Ah kamu!" Mis Diana menepuk bahu Dwi.
Mereka pun mulai merapikan satu persatu tas mereka. Hari ini adalah hari yang menyenangkan bagi Madan. Karena, Madan bukan hanya menikmati pelajarannya saja. Namun, Madan juga menikmati indahnya mendapatkan teman barunya.
"Kita pulang ya mis?" ucap Madan lebih dulu salam kepada mis Diana, "Assalamualaikum!" Mereka mengucapkan salam kepada mis Diana sambil berjalan keluar.
"Iyaa. Waalaikumsalam! Hati hati!" kata mis Diana tidak lupa mengingatkan mereka untuk tetap waspada.
Madan pulang bersamaan dengan kawan kawannya. Namun, beberapa dari mereka harus menunggu orang tua mereka untuk dijemput. Termasuk Atika yang rumahnya berada cukup jauh dari tempat les. Maka, Madan pun harus pulang bersama dengan Dwi dan Bima.
'Ah. Sayang sekali!' ucap Madan dalam hatinya seakan merasa menyesal karena tidak dapat bersama dengan Atika.
Ketika mereka sampai dirumah masing masing, mereka mendapatkan notifikasi dari seseorang yang mengundang mereka dalam sebuah grup. Grup yang berisikan anak anak murid les di tempat mis Diana.
Maka, inilah kesempatan bagi Madan dan kali petamanya mulai berbicara kepada Atika melalui ponselnya.
Madan dapat melihat kontak mereka satu persatu. Madan juga dapat melihat kontak Atika. Namun, Madan merasa ragu untuk mengubungi Atika.
'Ini adalah kesempatan yang sangat berpeluang. Lalu, kenapa gua harus merasa ragu?' Madan terus menahan jarinya agar tidak menghubungi Atika.
Pada akhirnya, Madan pun mengabaikan apa yang tengah dirasakannya. Memilih untuk tidak menganggap permasalahan yang dihadapinya dengan serius.
'Ah. Ngapain? Semua sudah ada jalannya! Jadi, sudahlah jangan terlalu dipikirkan!' kata Madan yang pada akhirnya hanya mengabaikan aplikasi chatting miliknya dan kembali membuka game yang ada pada ponselnya.
Sebelumnya, Madan tidak pernah merasa gelisah seperti saat ini. Mendekati perempuan adalah hal yang mudah baginya. Namun, Madan sadar bahwa itu karena dirinya masih berumur tiga belas tahun. Hubungan yang dilakukannya baginya adalah hal yang main main.
Madan sadar, bahwa dirinya masih belum pantas disebut sebagai remaja yang suka berpacaran. Namun, itu juga karena sebelumya Madan tidak pernah menemukan sosok seperti Atika yang bisa membuatnya hingga kepikiran terus menerus.
Hari telah berganti. Rabu kembali datang. Madan harus menghadapi hari yang menurutnya begitu penuh akan kejutan. Entah itu berbagai masalah, ataupun sebuah kesenangan yang akan membuatnya merasa begitu beruntung.
Madan telah sampai di depan pintu kelasnya. Seperti biasanya, Bima dan teman temanya yang lain telah sampai dan duduk di bangkunya masing masing lebih cepat daripada Madan.
Madan berjalan ke tempat duduknya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Eh, Madan!" sapa Bima.
"Kenapa?" tanya Madan merasa penasaran dengan apa yang berusaha disampaikan Bima hingga menyapanya lebih awal.
"Tidak ada! Sudah mengerjakan tugas?" Bima mulai membuat Madan paham maksud dari sikapnya yang terasa ramah.
"Sudah gua duga! Pasti ada yang dibutuhkan!" Madan mulai menunjukkan raut wajahnya yang tampak malas.
"Hehe!" Bima hanya bisa menyengir.
Madan mengeluarkan bukunya yang berisikan banyak tugasnya dari dalam tas.
Blpakk!
Madan melempar bukunya ke atas meja Bima.
Bima tidak mempermasalahkannya. Baginya, itu adalah hal yang biasa untuk mereka.
"Wah parah Bim! Ini tidak bisa dibiarkan! Madan semakin seenaknya!" Atala bercanda.
"Hei, Atala!" panggil Madan.
"Apa?" saut Atala.
"Sudah berapa lama hubungan lo dengan Acha berjalan?" tanya Madan mulai penasaran dengan hubungan Atala. Pertanyaannya membuat Atala juga merasa curiga dengan maksud dari pertanyaan Madan.
"Sudah hampir setahun. Memangnya kenapa? Apa lo ingin mendekatinya? Dekati saja!" kata Atala mengujarkan pertanyaan yang tidak ada kaitannya dengan Madan.
Madan menepuk jidatnya sendiri.
"Apa apaan? Gua hanya bertanya!" jawab Madan dengan raut wajah yang tampak kelelahan.
"Tanya apa?" Wajah Atala semakin serius. Mengira bahwa pertanyaan yang akan keluar dari mulut Madan akan berkaitan dengan hubungannya.
"Bagaimana cara lu menembak Acha?" tanya Madan.
Atala masih tidak paham dengan maksud sebenarnya dari pertanyaan Madan.
"Hah? Kenapa tiba tiba saja lo merasa penasaran dengan hubungan gua? Hahaha. Pada saat itu kita sedang berada di kelas. Dan gua memberikan bunga di depan banyaknya kawan kawan gua!" ujar Atala menjelaskannya kepada Madan.
"Apa lo serius dengan perkataan lu barusan?" tanya Madan meragukan penjelasan dari Atala.
"Pasti serius, bodoh! Untuk apa gua membual?" Atala tampak mulai berenergi. Merasa bahwa dirinya tidak dapat dipercaya. Sehingga harus mengeluarkan kata kata kasarnya demi menegaskan kepada Madan.
"Terus, bagaimana caranya lo mendekati Acha?" tanya Madan.
Atala mulai mengerti maksud dari Madan memberikannya pertanyaan tersebut.
"Gua mencuri kontaknya. Dan menghubunginya lewat ponsel. Kita mengobrol banyak. Lalu, dari sanalah kita mulai saling dekat hingga perlahan kita berpacaran!" kata Atala menjelaskannya kepada Madan.
Atala tidak tahu bahwa Madan tengah dekat dengan seorang perempuan. Itu membuat Madan merasa aman untuk bertanya kepada Atala.
Madan tahu, bahwa Atala bukanlah orang yang mudah untuk diajak berbicara. Madan harus menjadi orang yang jauh lebih dewasa dari kawan kawannya terlebih dahulu. Sebelum akhirnya memulai percapakannya dengan Atala.
Karena, Madan masih tidak ingin mempublikasikan perasaannya terhadap seseorang. Memberitahukannya kepada Atala adalah hal yang hanya akan membuat harga dirinya hancur.
"Nanti, waktu istirahat kita akan bertemu!" kata Atala memamerkan romantismenya dengan Acha.
"Heleh! Paling, kalian hanya akan saling terdiam canggung!" ejek Madan sambil mengangkat bokongnya dari atas kursinya.
Madan berniat untuk mengambil kitab sucinya di dalam lemari yang ada di kelasnya.
"Sialan! Apa apaan yang lo katakan hah? Jangan sok tau!" Atala merengek sambil terus mengejek Madan. Namun, Madan tidak begitu menggubrisnya.
Krieett!
Suara pintu lemari yang telah berkarat membuat suara yang tidak enak di dengar di telinga.
"Bim. Ayo turun!" ajak Madan kepada Bima.
"Iya sebentar lagi gua selesai!" saut Bima yang masih sibuk dengan tugasnya.
"Gua duluan ya?" kata Madan yang tiba tiba saja merasa tidak masalah untuk berjalan sendirian.
"Hah? Yasudah!" Bima pun tampak cukup keheranan mendengar Madan yang mencoba untuk pergi meninggalkannya. Namun, Bima tampak tidak masalah dengan keputusan Madan.
"Memang anaknya seperti itu dia, Bim!" Atala melakukan kebiasaannya. Berusaha menciptakan masalah dengan membuat suasana semakin memanas.
Madan tidak menghiraukan mereka dan langsung berjalan meninggalkan kelas.
Madan merasa beruntung karena mendapatkan informasi dari Atala. Yang juga bisa mempermudah masalahnya dalam hal mengatasi perasaannya.
Namun, perlahan Madan pun juga merasa cukup risih dengan sikap Atala yang dirasa kurang berkenan dihatinya. Madan telah memberikan banyak toleransi kepada Atala karena merasa bahwa ini hanyalah candaan mereka saja. Namun, Madan merasakan hal yang berbeda.
Di waktu istirahat, sebelumnya Atala telah menyampaikan kepada Madan bahwa dirinya akan segera bertemu dengan Acha.
Seperti pada umumnya, pertemuan remaja SMP yang tengah berpacaran akan terasa begitu spesial. Seakan mereka tengah merayakan sebuah acara yang meriah.
Madan dan Bima hanya duduk di dalam kelasnya. Dengan roti yang telah mereka beli di koperasi lantai dasar. Madan dan Bima enggar untuk pergi ke kantin. Melanjutkan game yang tengah mereka berdua mainkan bersama.
Sampai di momen yang tepat, Bima menyadari bahwa Atala tengah bertingkah tidak wajar. Dari tempat duduknya yang berada di paling belakang, Bima dapat melihat Atala yang berdiri di dekat tangga menuju ke bawah. Karena lokasi kelas mereka yang memang berada di pertigaan dekat tangga.
"Eh. Atala? Dia sedang apa?" ujar Bima sambil melongok dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi tanpa meninggalkan tempat duduknya.
"Dimana?" tanya Madan. Melihat Bima yang tampak begitu serius, Madan pun ikut penasaran dengan apa yang tengah dilakukan Atala.
Ketika Madan berhasil melihat Atala, Madan pun baru mengingatnya. Madan ingat bahwa dirinya telah diberitahukan kepada Atala tentang Atala yang akan bertemu dengan Acha.
"Oh. Itu adalah Acha! Atala sudah bilang sebelumnya. Bahwa, dia akan bertemu dengan Acha!" ujar Madan dengan wajah yang tampak begitu histeris.
Seperti biasanya, seorang kawan tidak akan bisa tinggal diam ketika kawannya yang lain tengah asik berpacaran. Salah satu diantara mereka pasti akan menjadi pengurusuh dan sumber kecanggungan diantara kedua pasangan tersebut.
"Loh. Dia tidak bilang apa apa tadi!" Bima keheranan dengan informasi yang baru saja disampaikan Madan. Ia tidak mendengar apapun dari pembicaraan Madan dan Atala pada saat sebelum tadarus.
"Mungkin telinga lu tertutup kulkas!" ujar Madan mulai menaiki mejanya demi menyebrangi itu.
"Inilah waktunya! Gua harus kesana dan mengganggu mereka! Hihihi." Madan bersemangat untuk segera pergi menghampiri Atala dan menggodanya.
Bima pun merasakan keinginan yang sama dengan Madan. Menjahili Atala akan menjadi sangat seru bagi mereka.
Namun, Bima sendiri tampak merasa malas untuk ikut campur pada hubungan asmara seseorang. Permainan yang ada di dalam ponselnya terasa lebih menarik daripada apa yang akan dilakukan Madan kepada Atala.
Madan telah sampai di depan kelasnya. Terlihat Atala yang tengah berbincang dengan Acha. Wajah Atala tampak begitu kaku. Berbeda dengan Acha yang justru menikmati pertemuan diantara mereka berdua.
Masing masing dari mereka berdua tidak bisa mendominasi situasi. Sehingga, dimata Madan mereka begitu canggung.
"Haaa! Apa kalian sedang berpacaran di depan kelas gua? Jangan bertingkah!" kata Madan menasihati keduanya. Wajahnya tertawa bahagia melihat dua pasangan yang berusaha melawan rasa canggungnya.
"Diamlah sialan! Jangan merusak!" Atala masih menahan amarahnya di depan Acha.
"Ayo. Duduk duduk! Jangan berdiri seperti itu! Itu hanya akan membuat kalian menjadi pusat perhatian murid lain!" Madan pun mengajak mereka untuk menghilangkan suasana canggung.
Atala menolak saran Madan. Karena mereka berniat untuk mengambil foto bersama sebelumnya.
"Tidak! Terima kasih. Akan lebih baik jika lo menolong gua untuk mengambil foto kita!" kata Atala menyodorkan ponselnya kepada Madan.
"Dengan senang hati, anak muda!" Madan bertingkah layaknya ia adalah seorang pelayan dari hubungan asmara Atala dan juga Acha.
Atala mulai merangkul Acha. Acha pun bersandar di bahu Atala.
Madan sendiri merasa bahwa Atala sangat cocok dengan Acha. Terlihat dari respon Acha membuat suasana terasa semakin asik
"Okee. Senyum ya! Satu. Dua. Tiga!" ucap Madan mengarahkan kamera ke Atala dan Acha yang tengah saling berdekatan.
Madan pun menyodorkan ponsel Atala kepada mereka. Membuat mereka dapat melihat hasil dari jepretan Madan yang mengambil gambar dari mereka berdua.
"Bagus kan?" tanya Madan membanggakan dirinya.
"Iya bagus!" respon Acha memuji skill Madan.
"Yaa, boleh lah!" kata Atala terpaksa.
Awalnya, Madan ingin mengganggu mereka. Namun, Madan sadar bahwa suatu saat ia juga tidak ingin diganggu mereka.