"Iya! Gua akan datang pukul tiga!" jawab Bima tidak kunjung melepas layar ponselnya. Permainan yang ada di dalam ponselnya membuatnya terus sibuk.
"Wah sama juga ternyata. Oke kalau begitu! Mau ke kantin?" Madan mengajak Bima. Hanya saja, Madan juga berharap Adi dan Jonathan mendengar ajakannya.
"Iya, setelah ini!" Jari jemarinya terus menekan layar ponselnya dengan raut wajah yang tampak begitu serius. Begitu juga dengan Adi dan Jonathan.
Apa yang terjadi dengan Madan seakan membuat perubahan yang sangat besar. Kegiatan yang ada pada hari ini dilakukannya dengan lebih bersemangat.
Madan tidak mengerti, mengapa perasaan yang ada pada dirinya perlahan muncul. Sebelumnya, Madan merasa tidak begitu peduli dengan orang orang baru seperti Atika dan Syifa. Tetapi, Madan masih belum bisa menemukan alasan dirinya bereaksi sebesar ini.
Madan masih terus mencari alasan dirinya bisa sampai memiliki perasaan yang muncul terhadap Atika. Merasa senang karena Atika hadir di dalam mimpinya tidak bisa dijelaskan dengan alasan lain. Hal itu tentu saja berkaitan langsung dengan hati Madan.
'Entah apa penyebabnya, mengapa gua bisa sampai sejauh ini? Apa ini sungguh karena ulah Dwi? Atau mungkin, perempuan itu memang berhasil mencuri hati gua?' Madan terus bertanya dalam hatinya.
Madan harus berangkat ke tempat lesnya sekarang. Madan merasa tidak membuat janji dengan Bima. Ia tidak bisa mengingatnya.
Namun sebenarnya, di sela sela pikiran Madan yang tengah disibukkan dengan berbagai hal, Bima telah mengatakan kepadanya bahwa dirinya harus datang bersamaan dengan Madan. Karena, Bima tidak ingin dirinya sendirian ketika sampai di tempat les tersebut.
Madan keluar pintu rumahnya dengan perasaan yang bersemangat. Senyum yang cukup lebar dan fokus yang mulai memudar. Karena rasa senangnya semata mata hanya tertuju pada apa yang tengah dipikirkannya saja.
"Loh? Bima? Kenapa lo ada disini?" Madan tampak begitu heran dengan kehadiran Bima yang tengah bersandar di depan pintu rumahnya.
Bima menoleh ke arah Madan dan menatap Madan dengan raut wajah yang tampak tidak senang.
"Apa yang baru saja lo katakan? Kenapa gua ada disini? Gua ada disini karna kita sudah berjanji untuk jalan bareng, bodoh!" Bima memarahi Madan.
Madan terlihat masih kesulitan untuk mengingat kembali janji yang dibuatnya dengan Bima.
"Kenapa lo tidak bilang?" dengan polosnya Madan mengujarkan pertanyaan bodohnya.
"Bukankah kita sudah bicarakan ini disekolah tadi? Jangan pura pura lupa! Lagipula, kenapa ponsel lo dimatikan? Gua sudah menunggu lo lam." Belum sempat Bima menyelesaikan ocehannya, Madan langsung memotong.
"Sssttt!" Madan berjalan mendorong bahu Bima agar segera berjalan ke tempat les bersamanya.
"Sialan bocah satu ini! Gua sedang bicara!" Bima mulai mengeluarkan suara kerasnya. Bima merasa dirinya tidak dianggap Madan.
Madan berjalan di depan Bima dengan kepala yang tertunduk. Ia terlihat seperti memikirkan sesuatu. Bima penasaran dengan apa yang ada di pikiran Madan.
"Hoi!" Bima mempercepat langkah kakinya dan langsung menghampiri Madan.
"Jangan ganggu!" kata Madan menunjukkan telapak tangannya.
"Apa yang sedang lo pikirkan?" Bima mengujarkan pertanyaannya dengan nada yang cukup tinggi.
"Tidak tahu!" jawab Madan masih tampak sok misterius.
Bima mulai berpikir tentang apa yang tengah terjadi dengan temannya yang satu ini.
"Wah. Jangan jangan, lo sedang memikirkan Atika? Pantas saja!" ujar Bima menebak isi kepala Madan.
Mendengar itu, Madan merasa bahwa dirinya berada dalam bahaya. Sebentar lagi, ia akan bertemu dengan Atika. Madan tidak ingin Bima akan menjadi orang yang sama seperti Dwi yang selalu mengoloknya di depan Atika.
"Tidak! Jangan sok tau!" kata Madan menyembunyikan faktanya dari Bima.
"Haha. Gua akan bilang langsung ke Atika!" Bima mengancam Madan.
"Kalau lu sampai bilang, gua pastikan kepala belakang lo akan lebih peyang lagi daripada saat ini!" Madan megancam Bima dengan candaannya.
Bima pun terpancing emosi karena candaan Madan yang menghina fisiknya.
"Sialan!" ucap Bima berteriak sambil menggenggam keras bahu Madan.
"Sakit sakit!" Madan berusaha memberontak. Namun dirinya tidak kuasa menahan tawa karena lelucon yang dibuatnya sendiri.
Jarak antara rumah Madan dengan tempat lesnya tidak begitu jauh. Sehingga, itu tidak akan terasa memberatkan dirinya yang terus berjalan melangkah.
Akhirnya, Madan sampai di tempat lesnya. Madan mulai membuka pintu ruangannya.
Kriiett!
Suara pintu itu tidak pernah hilang.
"Assalamualaikum!" bersamaan dengan suara pintu yang berisik, Madan mengucapkan salamnya.
"Waalaikumsalam!" seisi ruangan menjawab salamnya.
Bima mengikutinya dari belakang. Mis Diana masih belum menyadari bahwa murid barunya telah datang sekarang.
"Assalamualaikum!" Bima pun ikut mengucapkan salamnya.
Mis Diana yang pada awalnya terlihat sibuk, matanya langsung tertuju pada Bima. Karena Bima adalah anak yang baru memulai pembelajarannya di tempat mis Diana.
"Waalaikumsalam. Oh, inikah yang namanya Bima?" Mis Diana menyambut Bima cukup ramah.
"Iya mis!" jawab Bima berbicara seakan dirinya telah lama mengenal mis Diana.
"Oalah. Dari mana kamu tahu tempat les ini?" Mis Diana mengeluarkan banyak pertanyaannya kepada Bima. Karena ia tak pernah menyangka bahwa anak anak dari sekolah mereka mulai berdatangan dan mendaftar.
Bima sendiri pun sekarang sibuk berbicara dengan mis Diana. Mis Diana berusaha menyambut Bima dan membuuat Bima agar terasa nyaman. Meskipun, bagi Bima itu bukanlah hal yang begitu penting.
Sementara itu, disamping pembicaraan mereka yang cukup serius, Madan sendiri tengah melakukan kontak mata dengan Atika yang juga tengah memperhatikannya.
Madan tidak sadar dirinya telah kehilangan kuasa untuk mengontrol dirinya. Seakan Madan merasa sangat lega karena pada akhirnya dirinya bisa mengobati rasa penasarannya dengan perempuan yang sempat hadir di dalam mimpinya.
"Iya mis! Ramai sekali anak anak di kelas yang membicarakan tentang tempat les ini." Semua pembicaraan yang dilakukan antara Bima dan mis Diana seakan melewati telinga Madan begitu saja.
Dwi sempat terkejut melihat kehadiran Bima teman rumahnya yang ternyata ikut bergabung ke dalam tempat les disini. Mata Dwi terus tertuju kepada Bima yang terus menjawab pertanyaan mis Diana.
Sampai pada akhirnya, energi yang dirasakan Dwi dari Madan dan Atika membuatnya sadar akan suatu hal.
"Hei Madaaan! Sedang apa Madaaan? Sedang bertatapan ya?" Dwi mulai bertingkah.
Madan pun berusaha untuk berakting senatural mungkin. Menyembunyikan ekspresinya seakan tidak ada yang terjadi sebelumnya.
'Ah sialan! Gua lupa jika anak berisik ini ada di sini. Kenapa dia tidak bisa berhenti bertingkah sih?' Madan terus menggerutu di dalam hatinya.
Pada awalnya, seisi ruangan juga hanya tertuju pada kedatangan Bima. Banyak dari mereka yang mengenalnya. Berbeda dengan Farel karena berasal dari SMP yang berbeda dengan Madan dan kawan kawannya.
Namun, suara Dwi membuat kawan kawannya juga mulai menjadikan Madan sebagai pusat perhatian mereka.
"Hahaha dilihat terus? Sudahlah Atikaa!" Syifa juga mulai menggoda Atika.
"Ahahaha!" Farel menertawakan Madan yang dibuat malu hanya dengan kalimat dari suara keras Dwi.
Madan pun langsung mencari tempat duduk yang kosong disekitarnya. Keadaan yang membuatnya menjadi pusat perhatian membuat Madan merasa gugup. Sehingga, Madan yang seharusnya bisa duduk di tempat dimana dirinya akan berdekatan dengan Bima dan Dwi, madan justru meletakkan tasnya diatas tempat duduk yang terletak di dekat papan tulis.
"Loh, Madan? Kenapa duduk disana?" tanya Dwi kepada Madan yang masih berusaha untuk tetap terlihat cool.
Mendengar pertanyaan Dwi, Madan seakan tersadarkan sendiri. 'Oh iya! Kenapa gua harus duduk disini? Dasar bodoh! Bodoh!' Madan sempat berpikir sejenak tentang tingkahnya yang membuat mereka semakin kebingungan.
"Madan? Kenapa kamu duduk di sini? Bagaimana cara mis Diana mengajar? Jika kamu duduk disini. Ayo pindah!" kata mis Diana menyuruh Madan pindah.
Madan tidak ingin dirinya seakan telah melakukan hal yang bodoh. 'Gua harus mencari alasan apapun agar gua tidak terlihat kebingungan!' pikir Madan.
"Biar makin jelas mis! Saya kurang fokus kalau duduk di belakang sana! Biar saya geser sedikit bangku saya!" kata Madan memaksakan dirinya untuk tetap berada di dekat papan tulis.
Kyiiieeet!
Suara gesekan bangku besi yang digeser Madan terdengar ngilu.
"Haduh. Ada ada saja!" kata mis Diana menghela nafasnya.
Bima yang melihat Madan duduk menjauhi dirinya dapat mengerti alasan Madan bertingkah seperti ini.
'Hahaha. Madan kehilangan kesadarannya. Dasar! Dia memang anak yang sulit untuk fokus!' ucap Bima dalam hatinya.
Mis Diana mempersilahkan Bima, "Yasudah Bima. Duduklah!"
Bima pun mulai berjalan meghampiri bangku kosong yang berada di samping Dwi, "Oi Dwi!" tegur Bima kepada Dwi teman rumahnya.
"Pasti lo mau mengikuti gua kan?" Dwi langsung menyerang Bima dengan candaannya.
"Wuekk! Najis!" ucap Bima langsung memberikan reaksi jijiknya.
"Hahaha." Dwi tertawa.
Mereka pun mengikuti pembelajaran dan mulai mengerjakan soal yang diberikan mis Diana.
Suasana dikelasnya berjalan normal. Meski Madan tak bisa berhenti mencuri pandangan agar bisa memperhatikan Atika.