Chereads / I Give You My Attention / Chapter 8 - Menceritakan Mimpi Indah

Chapter 8 - Menceritakan Mimpi Indah

Waktu berjalan begitu cepat ketika kegiatan yang ada di sekolah tidak begitu memberatkan Madan.

Madan kembali mengingat apa yang sebenarnya bisa membuat paginya merasa begitu senang. Mimpi yang dialaminya adalah mimpi yang sangat nyata. Membuat Madan merasa rindu dan ingin mengulang kemblai ingatan tersebut.

'Sebenarnya, tadi malam itu mimpi apa?' tanya Madan dalam hatinya.

Madan telah berusaha begitu keras agar ia dapat mengingat kembali mimpi yang dialaminya. Itu adalah tentang seseorang. Mimpinya tidak begitu jelas. Namun, Madan tahu bahwa ada seseorang di dalam mimpinya yang membuat dirinya merasa cukup senang.

'Oh my god! Tidak mungkin! Gua ingat sekarang. Bagaimana bisa gua menjadi orang yang seperti ini? Itu bahkan pertemuan gua untuk yang pert, bukan yang pertama juga sih. Tapi, bagaimana bisa gua memimpikan Atika?' Madan berteriak di dalam hatinya. Ia tidak habis pikir dengan perasaannya.

Dibandingkan menyibukkan dirinya dengan perasaan yang gembira, Madan justru terus menyalahkan Dwi karena Dwi lah pelaku sebenarnya dalam permasalahannya saat ini.

"Dwi! Orang itu! Memang sangat kurang ajar!" Madan yang tengah duduk di meja kantin berbicara sendiri.

Bima kebingungan melihat sikap Madan.

"Lo kenapa? Gila? Sepertinya lo panas! Ayo kita kembali ke kelas!" Bima berusaha menyadarkan Madan yang terlihat tidak normal.

Bima langsung berdiri dari tempat duduknya dan berjalan pergi keluar kantin.

"Tunggu!" ucap Madan mengejar Bima.

Madan ingin sekali menceritakannya kepada Bima. Karena baginya, orang yang paling tepat untuk mendengar ceritanya hanyalah Bima.

'Apa gua harus menceritakannya kepada anak ini? Gua khawatir dia akan meremehkan cerita ini!' Kekhawatiran Madan membuatnya enggan untuk bercerita dengan Bima.

Madan berdiri dari tempat duduknya. Mempercepat langkah kakinya agar dapat menyusul Bima.

Hari Rabu, akan menjadi hari yang sangat menyenangkan bagi Madan. Itu hanyalah mimpinya sesaat yang belum jelas akan cerita. Namun, kehadiran Atika membuat Madan merasa bahwa mimpinya adalah hal yang spesial.

Namun, Madan merasa cukup ragu untuk menceritakannya kepada Bima. Madan terus menahan ceritanya hingga bel pulang berbunyi.

Kringgg!

Madan pun akhirnya dapat mendengar bel pulang.

Seperti biasanya, Madan pasti mengajak Bima dan yang lainnya untuk pulang bareng. Kebetulan, pada saat ini mereka harus pulang berdua lagi. Sidik dan Wahyu yang tak jarang ikut bersama mereka, kini mereka punya urusan yang harus diurus.

"Ayo! Tidak dijemput kan?" tanya Madan menghampiri Bima.

"Tentu saja tidak! Gua berbeda dengan lo!" Bima mengolok Madan.

Madan dan Bima pun langsung berjalan ke lantai dasar dan keluar dari gedung sekolahnya.

Di tengah tengah perjalanan mereka yang membosankan, Madan dan Bima kehabisan topik pembicaraan. Madan pun menceritakan mimpinya yang berhasil membuat dirinya merasa begitu gembira hari ini.

"Bim!" ucap Madan sambil tersenyum ke arah Bima yang terus menunduk.

"Hah?" saut Bima.

Madan merasa cukup ragu untuk mengatakannya kepada Bima. Namun, ini adalah kesempatannya untuk bercerita.

"Pada saat gua datang ke tempat les gua kemarin, gua bertemu dengan seorang perempuan yang baru gua lihat ada di ruangan kelas gua." Madan menceritakan sepenggal. Berniat melihat reaksi Bima terlebih dahulu sebelum melanjutkan ceritanya.

"Apa itu adalah perempuan yang lo maksud di kantin?" Bima mulai tertarik mendengarkan cerita Madan.

"Iya benar! Entah kenapa tiba tiba saja gua memimpikan perempuan tersebut tadi malam!" Madan tidak bisa menahan ekspresinya yang jelek.

"Hahaha. Singkirkan wajah jelek lo itu! Sialan! Itu artinya, lo punya perasaan dengannya!" Bima langsung mengambil kesimpulannya sendiri.

"Oh? Benarkah begitu?" Madan tak berkutik.

"Memangnya, siapa perempuan tersebut?" tanya Bima penasaran.

"Atika!" jawab Madan dengan mudahnya.

"Oh, bukankah dia adalah temannya Syifa?" tanya Bima. Ternyata, Bima pun kenal dengan mereka berdua.

Madan terkejut karena ternyata Bima juga kenal dengan Atika, "Hah? Lo tau orang itu? Gua jarang melihat wajahnya!"

"Yah, mungkin benar kata Jonathan. Masalah ini bukan ada di mereka! Tapi, lo sendiri, Dan! Lo yang tak memperhatikan mereka. Sehingga lo tak sadar akan keberadaan mereka." Bima geram dengan Madan yang selalu mengabaikan lingkungannya.

"Lalu, bagaimana lo bisa kenal dengan mereka?" tanya Madan penasaran.

"Syifa adalah teman gua! Gua juga kenal dengan Atika!" jawab Bima.

Pada akhirnya, Madan pun berhasil menceritakan mimpi yang menghantui pikirannya.

Tak lama, mereka sampai di warung biasa. Seperti biasanya, mereka selalu beristirahat dan membeli sebuah minuman agar dapat menghilangkan rasa haus karena teriknya matahari.

"Dan!" Bima memanggil Madan sambil memberikan uangnya kepada sang penjaga warung.

"Oi?" saut Madan.

"Sepertinya gua akan les di tempat itu!" Informasi dari Bima benar benar membuat Madan merasa cukup senang.

"Dih? Kenapa lo harus mengikuti gua? Apa lo penggemar?" ledek Madan.

"Hahaha dasar! Gua dengar, banyak murid sekolah kita yang akan masuk ke tempat itu!" ujar Bima.

Akhir akhir ini, disekolah Madan telah beredar luas tentang murid didikan mis Diana yang berhasil mengerjakan soal ulangan dengan mudah. Mereka berhasil mengerjakan soal ulangan karena kertas mis Diana memiliki bocoran soal ulangan yang entah bagaimana caranya.

Mereka menganggap bahwa mis Diana memiliki koneksi dengan para guru. Itulah yang menjadi ketertarikan mereka.

Para murid mis Diana tak ingin menutup mulutnya. Mereka begitu bangga hingga memamerkan tempatnya belajar kepada temannya yang lain. Sehingga, itu mengundang banyaknya murid lain untuk mendaftar di tempat les mis Diana.

"Hahaha. Mis Diana adalah guru yang paling sempurna!" kata Madan.

"Tapi, sejak kapan lo belajar di itu?" tanya Bima.

"Sudah lama sekali! Anaknya adalah teman SD gua! Dan mis Diana sendiri pernah menjadi guru bahasa inggris ketika gua masih TK!" jawab Madan.

Fakta yang di dengar Bima dari Madan membuat Bima merasa cukup takjub pada koneksi mereka berdua.

"Gila! Berarti, lo kenal cukup lama dengan guru se keren dia?" Bima pun ikut memuji mis Diana.

"Yaa begitulah! Tidak dapat di pungkiri lagi kalau tempat les mis Diana akan tersebar lagi. Itu bukan tempat les yang terkenal atau professional layaknya tempat les lain. Tapi, bagi gua bertemu dengan mis Diana adalah sebuah keberuntungan yang sangat besar!" ujar Madan dengan tatapan kosongnya. Madan terlihat berbicara dengan serius. Seakan dirinya benar mencurahkan isi hatinya.

Es yang terus mereka tarik mulai terlihat tiris.

"Jadwalnya? Mau hari apa?" tanya Madan.

"Jumat ini, gua sudah harus masuk!" jawab Bima.

Pfrkkr!

Madan menyemprotkan air yang ada di dalam mulutnya. Begitu terkejut mendengar jawaban dari Bima.

"Sialan! Nanti baju gua bisa basah, bodoh!" Bima bergerak reflek menghindari serangan Madan.

"Hahaha. Sorry sorry! Tapi, apa itu benar?" Madan tak percaya.

"Memangnya, ada apa?" Bima penasaran dengan apa yang disembunyikan Madan.

"Tidak! Hanya saja, tandanya kita akan satu ruangan!" Wajahnya tampak tenang seakan kehadiran Bima di ruang kelasnya nantinya bukanlah hal yang spesial.

"Aduh. Kenapa juga gua harus bertemu dengan lo lagi?" tanya Bima menyengir.

"Gak! Lu sendiri adalah beban! Terlalu merepotkan!" Kata-kata menyakitkan diumpatkan Madan berusaha menjatuhkan mental Bima.

"Hahaha. Ayok kita pulang!" Bima mengajak Madan untuk segera pergi.

Mereka mulai berjalan pulang meninggalkan warung.

Madan merasa cukup gembira pada hari ini. Berbagai informasi yang sederhana dan cerita yang telah disampaikannya kepada Bima. Hal sesederhana itu dapat membuat Madan merasakan betapa indahnya hari Rabu.

'Oh Rabu. Ahahaha. Apa ini memang perasaan gua yang sedang berlebihan, atau memang keberuntungan gua hanya ada pada hari ini?' Madan terus bertanya tanya di dalam hatinya. Dan terus memastikan kembali bahwa dirinya bukan sedang berada di dalam mimpi.

Madan sendiri bukan tipe orang yang terlalu senang ketika dirinya berada di dalam sebuah hubungan. Madan mulai menyadari, bahwa umurnya masih belum pantas disebut sebagai remaja. Madan sendiri akan merasakan keanehannya ketika dirinya berjalan bersama dengan seorang perempuan nanti. Karena Madan merasa bahwa dirinya masih terlalu muda untuk berpacaran.

Mungkin, tinggi badannya tumbuh lebih cepat daripada anak seumurannya. Setidaknya itu bisa membuatnya lebih percaya diri.

Keesokan harinya, disekolahnya Madan memastikan kembali kepada Bima tentang jadwal lesnya.

Pada jam istirahat, Madan langsung menghampiri ke meja Bima yang terletak cukup jauh darinya.

"Bim! Apa lo yakin bahwa jadwal lo adalah hari ini?" tanya Madan. Melihat Bima yang masih sibuk dengan ponselnya

Atala yang tertidur pada jam pelajaran mulai terbangun dengan mata yang merah. Atala tampak begitu kelelahan.

"Les apa? Les dimana?" Atala memotong pembicaraan mereka. Tak peduli dengan apa yang mereka bicarakan. Hanya saja, Atala mau ikut berdiskusi.

Sementara Bima, dirinya yang selalu sibuk akan game yang ada pada ponselnya membuat Madan kesulitan untuk berbicara kepadanya.

"Yah, penasaran ya? Penasaran?" Madan meledek Atala dengan candaannya. Menaikkan sebelah alisnya dengan wajah tengil.

Madan melakukan kesalahan. Atala yang baru saja terbangun dari tidurnya masih harus mengumpulkan kesadarannya sepenuhnya agar dapat mengetahui apa yang dilakukannya.

"Lama kelamaan, lo semakin tengil ya? Biar saja! Lihat lo nanti!" Atala mulai mengancam Madan

Atala pun berjalan keluar kelasnya. Mencari temannya untuk pergi ke kantin bersama. Tidak terlihat Kiel di dalam kelasnya. Maka, Atala pun akan mencari Kiel di lantai dasar. Berjalan menuju ke kantin sendirian dengan suasana hati yang tidak enak.

"Hah? Kenapa jadi begini? Sialan!" Wajah Madan tampak heran dengan reaksi Atala. Padahal, dirinya pun sedang bercanda.

"Wah, Madan! Atala akan merajuk dengan lo!" Adi selalu hadir disamping Madan ketika situasi yang Madan hadapi memiliki peluang untuk dikomporinya.

"Persetan!" Madan tampak tak begitu peduli.

Sambil terus menatap layar ponselnya, ternyata Martinus menyimak pertengkaran kecil antara Madan dan Atala, "Biarkan saja! Dia memang begitu. Anak itu tidak mudah untuk dibawa bercanda. Padahal, dia sendiri sering menjadikan orang lain sebagai lelucon!"

Bima sendiri terlihat seakan terbiasa dengan sikap Atala. Selalu aktif dan tidak ingin menerima candaan yang setimpal dengan yang dilakukannya.

"Jadi gimana? Lo akan datang jam berapa?" tanya Madan berusaha mengubah suasana.