Tak lama, Kiel dan kawan kawannya masuk ke dalam kelas. Diantaranya terlihat Atala yang tengah tertawa. Mereka terlihat asik.
Atala berjalan dari pintu masuk. Perlahan menghampiri meja Madan.
"Sedang mengerjakan apa?" tanya Atala meletakkan kedua telapak tangannya diatas buku Madan.
Dimiringkan kepalanya demi memperhatikan tulisan Madan.
Madan merasa terganggu karena kedua telapak tangan Atala menutupi tulisannya, "Tugas yang kemarin. Pinggirkan tangan lo, Tal!" pinta Madan baik baik.
Atala tak mau mendengarkannya. Ia tak ingin menyingkirkan tangannya dari buku Madan.
"Hei. Minggir! Gua harus menyelesaikan tugas ini!" ujar Madan mulai meninggikan suaranya, menatap Atala yang masih memperhatikan tulisannya.
Entah apa yang terjadi diantara mereka, perasaan Madan terasa aneh ketika dirinya berada di dekat Atala.
"Hahaha." Atala menyingkirkan tangannya. Tawanya meremehkan Madan. Menatapnya bagai melihat seorang pecundang.
Rasa gengsi membuat Atala enggan untuk langsung menuruti permintaan Madan.
Atala mengacak acak buku Madan seiring dirinya pergi meninggalkan Madan. Sambil tertawa, Atala terlihat tak merasa bersalah.
Madan hanya bisa memperhatikan Atala dengan sedikit rasa geram. Sisi lainnya terus berprasangka positif menganggap Atala tak sungguh melakukannya.
'Sabar saja! Mungkin, dia ingin bercanda!' Madan menurunkan tensinya sendiri.
Madan bukanlah anak yang selalu menjauhi Kiel ataupun kawan kawannya. Madan juga paham, bahwa Kiel bukan anak yang sepenuhnya nakal. Hanya saja, Madan tidak begitu sering berinteraksi dengannya hingg sulit memahami sosok Kiel yang sebenarnya.
Tapi, apa apaan orang disekitarnya? Kenapa mereka terlihat lebih menyebalkan?
Hari ini adalah hari Selasa yang cukup normal bagi Madan. Mengingat dirinya yang selalu menghitung tingkat keburukan harinya. Membuat Madan merasa bahwa hari ini tak lebih buruk dari sebelumnya.
Madan pulang sekolah bersama dengan Bima. Salah satu kawannya yang tinggal di dekat dengan daerah tempat tinggal Madan.
Seperti kebiasaan mereka, Madan dan Bima mampir sebentar ke sebuah warung untuk jajan. Beristirahat sebentar, menghabiskan sisa uang jajan sekolahnya.
"Huh, hari ini panas sekali!" gumam Madan mengeluh. Mengibas bajunya demi menciptakan angin.
"Berlebihan sekali. Seperti perempuan!" Bima menanggapi keluhan Madan dengan candaannya.
Sebuah keanehan disadari Madan. Obrolannya dengan Bima terdengar lebih frontal. Madan tak dapat menjelaskan penyebab dirinya tak bisa bersikap sama dengan Atala. Seakan kehadiran Atala selalu membawa hawa intimidasi bagi Madan.
"Wah, ada apa di tubuh lo itu? Apa itu keringat? Ahahaha!" tawa Madan menyinggung Bima yang juga merasakan dampak dari teriknya matahari. Ditunjuknya bagian leher Bima yang terbasahi keringatnya sendiri.
"Eh? Asal lo tahu saja! Keringat gua adalah keringat yang sehat!" Bima mengelak dari fakta.
"Tak ada bedanya!" Madan terus memojokkan Bima.
Mereka berbicara di tempat yang bersebrangan. Beberapa motor yang lewat sesekali membuat pembicaraan mereka terpotong.
"Setelah pulang, apa yang akan lo lakukan?" tanya Bima tiba tiba penasaran dengan Madan.
Bima sendiri tidak begitu sibuk hari ini. Ia akan merasa kebingungan nantinya ketika dirinya sampai di rumah.
"Gua? Mungkin, gua akan tidur sebentar. Setelah itu gua akan pergi les seperti biasanya!" jawab Madan.
Sekarang, Bima kebingungan sendiri. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya setelah kegiatannya selesai.
"Dimana tempat lesnya?" tanya Bima terlihat semakin penasaran.
"Di ujung kompek sana. Lo tidak akan tahu!" Madan meremehkan Bima. Ia sadar bahwa tempat lesnya bukan tempat yang besar.
"Memangnya, disana ada tempat les?" tanya Bima memperpanjang obrolan.
"Sudah gua bilang. Lo tidak akan tahu!" Lagi lagi Madan mengeluarkan lelucon yang sama.
"Dasar bodoh!" Bima merasa kesal karena pertanyaannya tak digubris Madan dengan serius.
Mendengar Bima mengoloknya, Madan justru tertawa. Karena dirinya merasa berhasil membuat Bima emosi.
"Hahaha bercanda! Memangnya, ada perlu apa? Tidak biasanya lo bertanya tentang gua!" Wajah Madan terlihat curiga dengan Bima.
"Tidak ada! Tidak ada yang gua lakukan dirumah. Gua takut merasa bosan. Jadi, gua berniat untuk mengajak lo bermain setelah pulang sekolah nanti." Bima menjelaskannya cukup panjang.
Sangat disayangkan karena Madan tak bisa menemani Bima. Tetapi, Madan tak bisa berbuat apa apa. Kegiatannya tak bisa dihindarinya. Karena itu hanya akan membuatnya merasa rugi.
"Sayang sekali. Gua tidak bisa! Lain kali saja!" ujar Madan tersenyum membujuk Bima.
"Iyaa. Sok sibuk sekali!" Bima tak begitu senang dengan suasana yang dramatis. Baginya, bertengkar dengan Madan adalah sebuah kewajiban.
"Bukankah lo yang tidak punya kerjaan? Ahahaha!" Madan tertawa terbahak bahak. Ia berhasil membalas candaan Bima.
"Sialan!" ucap Bima membuat tawa Madan terdengar semakin keras.
Mereka beristirahat cukup lama. Tempat ini berada di gang yang sama dekat rumah Bima. Bima tak butuh waktu lama untuk sampai di rumahnya dari warung ini.
"Yuk kita jalan lagi?" ajak Bima sambil melempar plastik es yang sudah habis.
"Yuk!" Madan mulai menghabiskan es nya lebih cepat. Membuangnya ke tempat sampah di dekat Bima.
Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka. Bersama dengan Bima, tak merasa canggung seperti ketika bersama dengan Atala. Padahal, Bima sendiri adalah sosok yang lebih pendiam dibandingkan dengan Atala.
Hampir setiap harinya, Madan pulang bersama dengan Bima tanpa menaiki kendaraan. Perjalanan mereka yang panjang membuat mereka banyak bertukar cerita tentang kehidupannya masing masing. Tak hanya tentang sekolah, Madan juga banyak menceritakan hal yang berkaitan dengan percintaan kepada Bima.
Tak lama, mereka tiba di pertigaan gang kecil yang akan memisahkan mereka.
"Gua pergi duluan!" ujar Bima melambaikan tangannya.
"Iya!" jawab Madan merespon ucapan Bima.
Madan dan Bima pun pulang ke rumahnya masing masing. Tak ada yang bisa dilakukan Madan setelah dirinya berpisah dengan Bima.
Madan mengisi masa kecilnya dengan kenakalan. Berkelahi adalah hal yang sering dilakukannya pada masa dirinya berada di sekolah dasar. Beberapa orang yang pernah menjadi musuhnya masih berkeliaran di jalanan.
'Waktunya tidak tepat!' Madan menyadari keberadaan musuhnya berjalan bersama kawan kawannya.
Madan tak suka suasana canggung. Ketika berpapasan dengan mereka, apa yang harus dilakukannya?
Madan tak henti menatap mereka, 'Tak akan gua alihkan sampai mereka mengalihkan pandangannya lebih dulu!' ujarnya dalam hati. Madan mengunci matanya menatap mata mereka dengan tatapan santai.
Merasa tak ada yang terjadi, Madan melanjutkan perjalanannya dan berhenti menatap mereka.
Ekor matanya tak dapat membohongi Madan. Salah satu dari mereka menoleh ke belakang. Seakan berniat menghentikan Madan.
"Hei?" ucap salah satu mereka.
Ketika Madan menoleh, Madan tak mengenali orang itu, 'Sepertinya dia adalah kawannya!' pikir Madan.
"Apa?" saut Madan.
Pertemuan mereka hanya sebatas tegur sapa. Meski suasananya berbeda.
Kawannya menarik orang yang memanggil Madan, "Sudahlah!" kata salah satu dari mereka.
Mereka pun berjalan mengabaikan Madan, 'Banyak laga sekali. Apa karena kalian ramai, membuat kalian lupa siapa gua?' Tatapan Madan berubah sedikit sinis.
Pastinya, Madan juga merasa cukup tegang. Berdiri sendirian diantara banyaknya gerombolan musuhnya membuat Madan tak tahu apa yang harus dilakukannya.
Madan sampai di rumahnya dengan wajah yang cukup lesu. Baginya, waktu belajar di sekolahnya terlalu lama. Madan sampai di rumahnya pada pukul dua siang.
Madan merasa begitu lelah. Ia merebahkan tubuhnya diatas kasur yang sangat nyaman.
"Ekh." Madan menghela nafasnya.
Tak lama Madan baru merebahkan tubuhnya, Madan langsung membuka ponselnya. Waktu istirahat digunakannya untuk bermain game.
"Haah. Enaknyaa!" Madan tak henti bergumam. Merasa begitu puas akan perasaan lelah yang hilang seketika.
Mungkin, Madan jarang membuka ponselnya ketika berada di sekolah. Tapi sebenarnya, Madan selalu menghabiskan waktu dirumahnya dengan bermain game.
Ditengah waktu istirahatnya, Madan mendapatkan notifikasi pesan. Pesan tersebut berisikan informasi bahwa jam mulai untuk kelas lesnya telah diubah. Madan harus datang lebih cepat.
"Ah sialan! Apa apaan ini? Kenapa tiba tiba saja waktunya di majukan? Jam empat katanya? Memangnya apa yang sedang terjadi?" gerutu Madan. Tak sadar dirinya tengah berbicara sendiri.
Madan sempat bertanya kepada teman satu ruangannya.
Madan : Hana. Memangnya, apa alasan mis Diana mengubah waktunya? Apa lo tahu?
Hana : Tidak begitu yakin. Tapi sepertinya, ruangan kita akan digabung dengan kelas lain?
'Itu artinya, kita akan bertemu dengan murid lain? Huh. Sebelumnya saja, gua sering kali datang terlambat. Bagaimana nasib gua jika waktunya ternyata dipercepat? Hari ini akan menjadi hari yang melelahkan!' gumam Madan dalam hatinya.
Rasa lelah membuatnya kesulitan dalam berpikir. Jika waktu yang dimilikinya hanya sedikit, Madan tak merasa yakin bahwa dirinya bisa mneggunakannya untuk beristirahat. Khawatir godaan pada game di ponselnya membuat dirinya melewatkan waktu istirahat.
Nyatanya, hal yang membuat Madan terkejut adalah tugas yang belum sempat diselesaikannya.
"Ah, persetan! Sebaiknya gua tidur saja!" ujar Madan membalikkan badannya.
Madan membuat alarm. Handphonenya akan berdering dua jam lagi.
Merasa tak perlu khawatir. Mengandalkan sepenuhnya pada alarm ponselnya. Madan hanya perlu menikmati waktu tidurnya sebentar. Sebelum akhirnya pergi ke tempat lesnya.
Ngorkkk. Fiuhh!
Belum lama Madan memejamkan matanya, Madan langsung terlelap.
Tidak ada yang tahu apakah alarm ponselnya berhasil membuatnya terbangun di waktu yang tepat.