Chereads / I Give You My Attention / Chapter 5 - Dia Bilang, Aku Suka Atika?

Chapter 5 - Dia Bilang, Aku Suka Atika?

Suasana yang menyenangkan membuat Madan tak heran melihat kawan yang tak dikenal menghampirinya.

"Aduh. Ada di dalam tas. Malas sekali!" kata Madan juga ikut terbawa suasana. Bersikap seolah dekat. Tanpa memikirkan tutur kata.

"Yah. Pleasee! Mereka semua juga tak punya!" ujar Syifa memohon .

"Iya iya! Tunggu Sebentar!" Madan luluh dan menuruti permintaan Syifa. Membuka tasnya dan mengambil rautan.

Madan menyodorkan rautan miliknya kepada Syifa, "Nih!"

"Yes. Terima kasih!" ujar Syifa tersenyum senang.

"Iya!" jawab Madan kembali bersantai.

Madan kembali mendengarkan musiknya. Membiarkan tasnya terbuka. Memperhatikan Dwi dengan mata yang setengah terpejam.

Syifa menggilir rautan Madan ke yang lain. Mereka tak peduli siapa pemiliki rautan.

Hingga tak lama kemudian, Atika mulai membutuhkan rautan.

"Loh, ternyata ada rautan? Aku pinjam rautannya, Syifa!" Atika mengambil rautan Madan yang tergeletak di meja Syifa.

"Itu bukan miliki gua!" kata Syifa tak mengalihkan pandangannya dari kertas soalnya.

"Siapa pemilik rautan ini?" tanya Atika.

"Madan!" jawab Syifa.

Atika menoleh ke arah Madan. Suara Atika menyadarkan lamunan Madan.

"Dan? Oi. Madann!" Atika berusaha membuat Madan tersadar.

Ini kali pertama mereka bertemu. Tetapi tak ada rasa segan untuk memulai berinteraksi.

"Hah?" ucap Madan terkejut. Membuka matanya yang memerah.

Dilihatnya Atika yang kini berada dihadapannya. Suara Atika memberikan efek sadar yang lebih besar untuk Madan.

"Boleh pinjam rautannya?" tanya Atika.

"Iya. Pakai saja!" jawab Madan kembali memejamkan matanya.

"Okee terima kasih!" kata Atika.

Tak lama kemudian, Dwi selesai mengerjakan semua soalnya. Banyak waktu terbuang hanya karena Dwi harus mengoreksi jawabannya yang salah. Dwi mulai berenergi dan langsung menyerahkan kertasnya kepada mis Diana.

"Ini Mis. Saya sudah selesai!" Dwi tak membuat mis Diana melepas kesibukannya.

Dwi berbicara seakan mis Diana adalah kawannya.

'Apa apaan dia? Kenapa berbicara dengan nada seperti itu?' Madan sadar akan sikap tak wajar Dwi.

Mis Diana biasa saja. Tanpa ada rasa benci, mis Diana menerima kertas soal Dwi.

"Oke!" ucap mis Diana.

Dengan cepat Dwi langsung menghampiri Madan. Earphone masih menutupi kedua lubang telinganya.

"Buru buru mau pulang ya?" tanya mis Diana tersenyum.

"Ck. Tentu saja dong mis! Lima puluh soal bikin kepala saya terasa pusing!" jawab Dwi tak menoleh.

"Ahahaha. Kasian. Maka dari itu, belajarlah lebih rajin! Agar kedepannya kamu bisa pulang lebih awal!" Mis Diana tertawa melihat reaksi Dwi.

"Tetap saja! Matematika adalah masalahnya!" Dwi tak berhenti menggerutu. Mencurahkan isi hatinya akan kebenciannya terhadap pelajaran Matematika.

Tiba tiba saja Madan dihadapkan dengan Dwi yang tengah menumpu kedua tangannya diatas mejanya.

"Dwi jangan seperti itu! Mejanya bisa patah!" Madan menegur Dwi.

"Cie ciee!" Dwi berusaha berinteraksi dengan Madan menggunakan segala caranya. Membahas kembali kejadian yang telah berlalu.

"Apa sih?" Wajah Madan mulai terlihat tak enak.

Madan berharap Dwi menghentikan candaannya. Dwi tak melepas senyumnya.

"Hahaha merajuk? Mau langsung pulang atau mampir ke warung es?" tanya Dwi merayu Madan.

"Traktir." Tak ada niat untuk mampir kemanapun. Rasa kantuk membuat Madan memilih untuk langsung pulang.

"Hal yang bodoh!" ujar Dwi.

"Sepertinya gua harus pulang. Waktu tidur mulai terganggu! Cepatlah selesaikan pekerjaan lu!" Madan berpura-pura menguap.

Tidak lama kemudian, mis Diana memanggil Dwi. Mis Diana telah selesai memeriksa kertas Dwi.

"Dwii!" panggil mis Diana.

"Ya mis? Psatinya sudah benar semua kan?" tanya Dwi terlihat begitu yakin.

"Enak saja!" Mis Diana sedikit membual.

"Lalu, di nomor berapa saya salah lagi?" Dwi kecewa. Bahunya menurun. Lemas karena begitu terlambat.

"Sudah benar semua!" kata mis Diana tersenyum.

"Ada ada saja mis Diana! Akhirnya!" Dwi berjalan melompat kecil ke arah mis Diana.

Dwi merasa senang. Begitu juga dengan Madan. Tak sabar dirinya untuk segera kembali ke rumahnya. Rindu dengan kasurnya yang nyaman.

Madan memasukkan earphonenya ke dalam tas. Tak ingat bahwa rautannya belum di ambil dari Atika.

Madan sibuk menikmati musik. Suasana kelas membuat dirinya tak begitu fokus.

Dwi merapihkan tasnya dan memasukkan semua barangnya ke dalam tas. Menghampiri mis Diana yang masih terlihat sibuk membenahi banyaknya kertas bergelimpangan.

"Mis, saya pulang!" Dwi menarik tangan mis Diana.

"Hati hati dijalan! Madan besok jangan telat lagi!" jawab mis Diana sambil mengulurkan tangannya ke Dwi.

"Iyaa miis!" Madan terlihat lemah gemulai.

Mereka berdua meninggalkan kelasnya. Syifa dan Atika iri dengan Dwi dan Madan.

"Kita harus cepat juga!" kata Syifa kepada Atika.

Fokusnya meningkat tajam. Keduanya tak sadar bahwa Madan belum mengambil rautannya dari mereka.

Tak lama setelah itu, Syifa selesai mengerjakan semua soal. Berjalan menghampiri mis Diana. Berharap tak ada kesalahan pada jawabannya.

"Oh iya! Rautan Madan!" Syifa berbicara cukup keras.

"Oh iya!" Atika terkejut terbawa suasana.

Mereka berdua telat menyadarinya. Madan dan Dwi tak lagi berada dekat.

"Yasudah lah, nanti saja!" kata Atika menenangkan Syifa.

"Yasudah kalau begitu. Mis, ini soal saya!" Syifa memberikan kertas soalnya kepada mis Diana.

Madan merasa lapar. Terus melangkah hingga pikirannya berkhayal agar dirinya mendapatkan kekuatan yang bisa membuat tubuhnya terbang.

"Kenapa sejak tadi kau selalu terlihat lemas?" Dwi risih dengan penampakan Madan yang lemas.

"Sepertinya, gua kurang tidur!" Mata Madan menyipit.

"Memangnya, jam berapa lu tidur biasanya?" tanya Dwi.

"Tidak tahu. Sangat malam!" jawab Madan.

Dwi bercerita banyak. Tak peduli dengan Madan yang terlihat seakan tak peduli. Madan merespon sekuat tenaganya. Menanggapi cerita Dwi tidaklah mudah baginya.

Dwi tinggal tak jauh dari lokasi rumah Bima. Mereka cukup dekat meski mereka tak pernah sekelas.

Dipertigaan, mereka akan berpisah.

"Apa lu tidak langsung pulang?" tanya Madan. Hafal dengan kebiasaan Dwi. Memilih menghampiri orang tuanya.

"Tidak! Gua harus ke kantin!" Dwi menoleh ke samping. Memastikan kosongnya jalanan.

"Gua duluan!" ucap Dwi melambaikan tangannya.

"Iya!" saut Madan.

Madan sendiran. Ketidakpahaman atas perasaannya sendiri membuatnya berpikir, 'Apakah ini adalah definisi sebenarnya dari kesepian? Ketika bersama dengan teman, seakan tak ada yang spesial. Namun ketika mereka pergi, gua merasa kehilangan!'

Tak lama pun ia tiba dirumahnya. Teringat akan suasana canggung ketika Dwi mengoloknya tentang Atika.

Madan tak bisa berbohong. Atika menarik perhatiannya. Membuatnya enggan terburu buru untuk pulang.

Ketika waktu malam tiba, kekosongan waktunya membuat Madan kebingungan. 'Masih sangat lama untuk tertidur,' ujarnya dalam hati.

Madan senang memainkan gitar. Usahanya akan mengejar ilmu tentang alat musik tak berakhir sia sia.

Madan mengambil gitarnya.

"Apa lagu yang cocok untuk dinyanyikan?" Madan tak suka lagu romantis.

Namun anehnya, "Oh lagu itu saja!" Madan berubah. Hasrat untuk menyanyikan lagu romantis harus dipenuhinya.

Tak sadar akan perubahan yang ada pada dirinya. Madan menyanyikan lagu dengan seksama.

Madan bernyanyi.

Setelah memainkan gitar, tak ada lagi yang harus dilakukannya, Madan pun memutuskan untuk langsung tidur.

Sebelum itu Madan membuka kembali layar ponselnya. Notif dari seseorang tak dikenal membuatnya terkejut.

Unknown : Hei Madan! Katakan saja, lu tertarik dengan Atika kan? Omong omong, rautannya lupa gua kembalikan!

Melihat noitifikasinya saja, ia sudah merinding, 'Apa apaan dia? Siapa orang ini? Kenapa berbicara asal seperti ini?' Madan dikejutkan dengan pesan dari seseorang tak dikenalnya.

Tak mungkin bagi Madan untuk mencintai perempuan hanya dalam sekali pandang. Anehnya, rasa ragu membuat Madan tak mampu membuka pesan dari orang itu. Bahkan, Madan tak sadar bahwa orang itu sempat membahas tentang rautan miliknya.

'Uh. Mm. Sepertinya lebih baik gua balas besok saja!' Madan langsung mematikan ponselnya. Melemparnya seakan bom yang akan meledak tak lama lagi.

Madan tertidur lebih cepat daripada biasanya. Suara dengkuran terdengar tak lama setelah dirinya melempar ponsel.