Saat itu baru saja hujan.
Entah itu takdir atau apapun itu, semua terjadi begitu saja, seorang pria dengan tatapan misterius berdiri disana.
"Maaf"
Kata gadis itu pelan setelah tidak sengaja menyimpratkan air ke seragam sekolah pria yang disampingnya ketika mengibaskan lengan seragamnya yang sempat terkena hujan.
"Apakah dia tidak mendengarku?" Kata gadis itu lagi dalam hati.
Kemudiaan sesuatu yang tidak dipercaya terjadi. Pria itu melepas jas seragamnya lalu berlari kearah hujan. Sebelum berlari, pria itu memberi jas seragam sekolahnya kepada gadis mungil yang merasa bersalah disampingnya tadi. Gadis itu masih berdiri mematung di depan toko bunga tempat mereka berteduh setelah hujan yang tak terduga.
*SMA Sahardja*
"Feliziya Patrice, panggilannya Lia", kata gadis cantik itu memperkenalkan diri di depan kelas sambil memegang jas seragam sekolah yang ia dapat dari pria misterius yang ia temui didepan toko bunga. Sekarang baru ia sadar seragam itu adalah seragam sekolah barunya yang elite ini. Ia tidak menyangka bahwa ada sekolah semewah ini.
"Lia, kamu boleh duduk dikursi ketiga sebelah kanan", kata Ibu Guru membuyarkan pikiran Lia yang berpenampilan ala pejabat eropa menunjuk kearah bangku kosong satu-satunya. Sekolah ini memiliki meja dan kursi terpisah setiap siswa, tidak ada istilah teman semeja. Namun bukan itu yang mengalihkan perhatian Lia, tapi seorang siswa yang kemeja seragamnya basah hingga menunjukkan otot-ototnya. Seragam itu sangat cocok dipakai siswa SMA setampan dia, bahkan seragam itu terlihat sangat menarik.
Pria itu sadar bahwa Lia sedang mengamatinya. Tatapannya berpindah dari buku yang ia baca sedari tadi menangkap bola mata Lia. Lia yang tertangkap basah mengamati pria itu cepat-cepat mengambil bukunya seolah ia tidak ingin ketahuan menatap pria itu. Namun Lia malah menjatuhkan semua bukunya kelantai.
"Reygan, panggil Rey" kata pria yang mengenakan seragam basah itu sambil mengembalikan buku Lia yang ia bantu kumpulkan dari lantai. Lia masih duduk terdiam di bangkunya tanpa mengatakan sepatah kata apapun. "Nice to meet you cantik, semoga nyaman di sekolah ini", kata Rey sambil mengacak pelan rambut Lia lalu kembali ke tempat duduknya.
Lia tersadar lalu segera memperbaiki kacamata yang makin mempercantik wajah kecilnya lalu menjilat bibir pink nya untuk menghilangkan grogi. Lia melihat sekitar namun tidak benar-benar memperhatikan seluruh siswa dikelas. Ada tiga pasang mata singa betina yang siap menyerangnya ketika bel istirahat berbunyi.
Bel istirahat berbunyi. Lia berjalan dikoridor mewah sekolah itu sendirian. Sambil berjalan pelan, ia mengamati kanan kirinya.
*Jam Istirahat SMA Sahardja*
"Brusssssshhhhhh..."
Suara tumpahan air itu cukup menyita perhatian seluruh siswa yang ada dilantai satu dan dilantai dua. Perhatian mereka mengarah pada siswi yang basah kuyup ditengah ruangan lantai satu. Percuma Lia menghindari hujan pagi ini, sekarang bajunya basah kuyup dan berbau kain pel. Dan sekarang seragam basahnya mempertegas tiap lekuk tubuhnya, tentu saja meski memakai tangtop hitam Lia tetap merasa malu. Entah mengapa seragam sekolah elite ini memakai kain putih tipis dan hanya dihiasi desain kotak-kotak biru tua yang elegant. Memang tak bisa dipungkiri, seragam yang dipakainya benar benar terlihat mewah walaupun menggunakan warna putih yang menerawang. Tapi tetap saja, dalam keadaan seperti ini, siswi baru yang basah kuyup adalah yang terburuk.
Tak ada yang menolong, tak satu orang pun. Yang terdengar hanya suara tiga siswi yang terbahak-bahak. Semua orang yang melihat mereka bertiga pasti tau yang mereka kenakan semua adalah barang branded. Ujung rambut hingga ujung kaki mereka terlihat berkilauan.
"HAHAHAHAHAHA", tawa itu tak berhenti, lalu Lia memutuskan untuk tidak melawan tiga singa betina itu dan berlari. Sebelum berlari, Lia melihat Rey yang berdiri ditangga namun tidak berbuat apapun. Belum beberapa langkah Lia berlari, Lia menabrak seorang siswa, dan badan kekarnya membuat Lia hilang keseimbangan dan terjatuh.
Kali ini suara tawa riuh tadi berubah menjadi hening, sangat hening. Pria itu melihat kearah Lia, tersungkur didepannya, seragam yang basah, dan sekarang rok nya tersibak akibat terjatuh. Dengan cepat pria itu mengeluarkan tangannya dari saku celananya lalu melepas jas sekolahnya. Lalu menutup badan Lia dengan jas nya dan dengan cepat menggendong Lia keluar dari kerumunan itu. Lia tidak berkomentar dan hanya mengalungkan tangannya ke leher pria itu. Lia bahkan tidak penasaran ia akan dibawa kemana. Lia hanya ingin dunia kiamat saja daripada harus menahan malu seperti ini. Kedua teman Pria itu mengikuti mereka dari belakang, sedangkan siswa-siswi lainnya hanya bisa menatap dari kejauhan.
"Ambilin seragam baru Ken, dan lo Bas ambil kopi hangat di kantin", perintah pria itu kepada dua temannya sambil meletakkan Lia ke sofa yang terlihat sangat empuk dan mewah. Lia mengamati ruangan itu sambil mencoba mengidentifikasi ruangan apa tempat mereka sekarang. Jelas ruangan ini bukan UKS, apalagi ruang musik. Lia tidak menyangka bahwa sekolah memiliki ruangan yang lebih mirip ruang keluarga, ada beberapa alat musik, peralatan olahraga, kulkas, daann…
Tiba-tiba pria itu mengambil kaki Lia, mengecek pergelangan kakinya mungkin keseleo. Lalu matanya menyisir kaki Lia yang kecil namun cukup jenjang dan menemukan luka di lututnya. Pria itu melepas headband dari kepalanya lalu melilitkannya di lutut Lia.
"Gua ga ngobatin luka lo, cuma gua tutup biar ga infeksi, gua bukan dokter", katanya sambil berdiri lalu mengambil seragam dan kopi yang baru saja dibawakan teman-temannya.
"Kalo lo mau, lo boleh pake seragam ini", kata pria itu sambil melempar satu set seragam baru kearah Lia. Akhirnya Lia punya jas sekolah yang belum sempat ia beli karena terlalu mahal. "Kalo ga diganti juga gapapa, gua suka kok", lanjut pria itu sambil mengedipkan mata lalu berjalan keluar ruangan itu. Lia terdiam, sarafnya tak bekerja, matanya masih tertuju pada pintu yang baru saja tertutup. Jantung Lia akan meledak karena pintu itu tiba-tiba terbuka lagi, "kopinya gua letakin di meja, gaada racunnya" pria itu meletakkan kopi yang hampir lupa ia berikan lalu berjalan meninggalkan ruangan itu. Sebelum menutup pintu, pria itu kembali menyeloteh, "Pintunya dikunci kalo lo ganti baju, tapi kalo ga lo kunci gua dengan senang hati bakal masuk", katanya dengan senyum kecil yang ia lemparkan pada Lia.
Lia mematung, otaknya tidak bisa mencerna apa yang baru saja terjadi. Buru-buru ia memperbaiki posisi kacamatanya lalu meraih seragam yang baru saja diberikan pria itu. Lia yakin otot pria itu jauh lebih kuat dibanding milik Rey. Segera Lia menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran anehnnya. Lalu Lia berjalan kearah pintu untuk mengunci pintu. Lia baru saja tertimpa musibah namun ia tersenyum melihat seragamnya. Entah karena Lia bangga karena memakai seragam mahal, atau karena seragam itu adalah pemberian dari seseorang. Ia mengeringkan rambutnya mengenakan hairdryer yang tersedia diruangan itu meski sekarang kepalanya berbau pembersih lantai. Namun otaknya tidak menyadari itu karena sekarang Lia sedang mengagumi ruangan itu yang ukurannya lebih besar dibanding rumah neneknya tempat ia tinggal.
Lia berjalan pulang dari sekolah dengan tatapan kosong. Kali ini matanya tertuju kearah toko bunga tempat ia berteduh tadi pagi. Ia melihat anggrek kuning kesukaan neneknya dan berniat ingin membelinya. Sesaat sebelum ia masuk toko bunga itu, ia melihat pria yang menggendongnya disekolah tadi sedang mengamati setangkai mawar putih. Air mata Lia tiba-tiba menetes tanpa ia sadari, Ibu Lia sangat menyukai mawar putih. Namun Lia membencinya. Lia melap air matanya lalu memutuskan untuk tidak membuka pintu toko bunga lalu pergi. Ketika membalikkan badan, Lia melihat bouquet anggrek kuning, sangat indah. Bouquet itu dipegang Rey, dengan senyumannya yang manis dan meneduhkan. Entah mengapa, Lia merasa seperti hati nya sedang musim semi, bunga yang bermekaran.
"Feliziya Patrice, maukah makan eskrim denganku?", kata Rey dengan mata menyipit karena senyuman manis diwajahnya itu sambil memberikan bouquet anggrek kuning kepada Lia. Lia sangat senang. Lia hanya menjawab dengan anggukan. Bunga bermekaran di hati Lia sekarang berayun-ayun ditiup angin sepoi. Bahagia kali ini menghapus kisah pahitnya di sekolah tadi.
Rey meraih tangan Lia lalu mereka berjalan bersama.
Disis lain, pria berotot kekar melihat mereka dari jendela toko bunga.