Chereads / Penguasa & Pangeran di SMA / Chapter 7 - BAB 7 Hanya Sahabat, Tidak Lebih

Chapter 7 - BAB 7 Hanya Sahabat, Tidak Lebih

"Wah, gua ga nyangka dia beneran cantik banget"

"Kan, bener kata gua, cantikan kalo dilihat langsung"

"Wihh, gila sih. Lihat deh lekukan tubuhnya, gua ga nyangka anak SMA bisa punya body sesempurna itu"

"Ga heran sih, dia sering satu panggung bareng Kendal Jenner"

"Serius lo? Gua baru tau negara kita punya aset sebagus dia"

"Siapa tadi namanya? Cha apa? Charlotte ya?"

"Yap Charlotte, Ibunya pengusaha Real estate terkaya dan jadi wanita paling berpegaruh"

"Sayangnya dia masih dibawah umur, jadi belum debut di negar kita. Lo tau sendiri budaya timur negara kita gimana"

"Mm, iyasih. Kalo gitu kita puas puasin karir gemilang kita jadi artis papan atas sebelum dia

debut di negara ini"

"CHHEEERRRRSSSS"

Tiga artis ternama dengan bayaran termahal sedang duduk di bartender kecil hotel mewah dengan lokasi paling strategis. Biasanya hanya orang-orang penting yang datang kesini. Memang hotel ini diperuntukkan untuk orang-orang kaya yang ingin mencari kesenangan tapi tidak diketahui publik. Keamanan hotel ini sangat terjaga, dibutukan akses khusus untuk masuk. Bahkan semua karyawan hotel sudah menghafal seluruh anggota terbatas hotel ini.

Dan malam ini, baru saja Charlotte masuk ke loby mewah hotel itu. Charlotte menarik perhatian semua orang yang ada di loby hotel dengan dress hitam nya yang simple dengan aksen tembus pandang di punggung hingga pinggang kecilnya. Dress itu benar-benar memperlihatkan lekuk tubuh indahnya tanpa cela. Mengenakan higheels merah menyala yang mempertegas kaki jenjangnya. Cluth mini merk Balenciga ditangannya membuat segala hal yang ada pada diri Charlotte terlihat sempurna.

Melihat Charlotte yang baru saja sampai, tiga orang pelayan hotel langsung berlari kearahnya lalu menundukkan badan memberi hormat.

"Gua mau sendiri hari ini. Gua ga butuh apa-apa kecuali gua yang manggil nanti. Edgar bakal datang nanti suruh aja langsung ke penthouse", kata Charlotte kepada pelayan-pelayan itu dengan tegas dan cepat,

"Baik Nona", kata pelayan itu sambil memencet tombol lift khusus menuju penthouse.

Sesampainya di penthouse yang terletak di lantai 50 hotel itu, Charlotte melepaskan dress mewahnya. Charlotte segera mengganti pakaiannya dengan baju renang lalu berjalan menuju kolam. Tidak lupa ia membawa sebotol anggur merah merk import paris dan dua gelas wine yang tersedia diatas meja penthouse. Setelah menenggelamkan diri ke dalam kolam renang lalu bolak-balik berenang di kolam luas itu, akhirnya Charlotte memutuskan beristirahat sebentar. Charlotte masih merendam tubuhnya di dalam kolam. Ia menikmati anggur merahnya di kolam sampil menikmati pemandangan laut malam hari yang teoat berada di depan bangunan hotel itu. Pemandangan itu benar-benar indah jika dilihat dari lantai lima puluh.

Setidaknya pemandangan itu meredakan stress berat yang dialami Charlotte. Ia tidak menyangka hidupnya akan seberat ini. Bahkan orang lain mengira bahwa hidup Charlotte adalah kehidupan yang paling bahagia. Orang lain tidak pernah tahu, bahwa Charlotte memiliki hidup yang berat hingga ia ingin mati saja.

Edgar yang baru saja sampai di halaman hotel tempat Charlotte berada langsung turun lalu meninggalkan mobilnya yang dengan sigap diparkirkan oleh penjaga loby. Edgar berlari kearah loby hotel, dan langsung disambut para pelayan dengan cepat.

"Mba Charlotte di Penthouse Mas", kata pelayan sambil memencet tombol lift khusus ketika melihat Edgar terburu-buru.

"Makasih Mba", jawab Edgar lalu lift tertutup.

"CHARLOTTE! CHARLOTTE!", teriak Edgar memanggil Charlotte dari mulai memasuki pintu penthouse yang megah sambil menelusuri tiap ruangan penthouse mencari Charlotte.

"Gua disini", jawab Charlotte setengah berteriak dari kolam.

Edgar langsung berlari kearah kolam setelah mendengar suara Charlotte. Ia mematung di depan kolam. Ia melihat Charlotte sedang menikmati pemandangan pantai malam hari. Charlotte hanya mengenakan bikini berwarna hitam yang memperlihatkan tiap lekuk tubuh dan punggung indahnya. Kaki jenjang nya sangat jelas terlihat meski terendam di dalam kolam. Entah mengapa tangan kiri Charlotte yang sedang memegang gelas wine benar-benar terlihat seksi malam ini.

"Woi, Nyett! Malah bengong. Tumben banget lo manggil nama lengkap gua. Kesurupan apa lo?" Tanya Charlotte pada Edgar sambil menatapnya sekilas lalu kembali menikmati pemandangan.

"Ehmm..ehmm..kebiasaan lo ya bikin panik", Edgar berdeham untuk mengusir pikiran anehnya lalu mengalihkan pandangannya dari punggung Charlotte.

"Kenapa? Lo piker gua bakal bunuh diri? Dih itumah dulu, gua ga ego lagi sekarang"

Edgar mengisi gelasnya dengan anggur merah. Lalu ia ikut menikmati pemandangan maam itu dari kursi yang ada di pinggir kolam.

"So, apa yang urgent?" Tanya Edgar setelah mereka berdua tenggelam dalam kesunyian dalam beberapa menit.

"Gua ga tau mau mulai cerita darimana Ed. Kepala gua mau pecah"

"Beban lo jangan lo tanggung sendiri Cha, bagi ke gua. Gua bakal dengerin lo, sama kayak yang lo lakuin dulu ke gua"

"Mommy sakit Ed, dan gua baru tau tadi. Gua merasa ga pantas disebut anak"

"Tante Celine sakit? Sakit apa Cha? Sekarang keadaannya gimana?

"Gua ga tau Ed, gua ga tau. Gua ga sanggup dengar apapun mengenai kondisi Mommy. Gua takut kalo hasilnya buruk" kali ini Charlotte mulai menangis.

"Om Andrew dimana? Om Andrew di rumah sakit sama tante Celine? Kalo lo ga sanggup nanya bokap lo, gua yang bakal nanya",

"Justru itu, justru itu Ed. Daddy sumber masalahnya. Daddy ngancurin hidup gua Ed. Daddy brengsek", sekarang Charlotte menangis terisak-isak.

"Ma..maksudnya gimana Cha"

"Daddy Ed, Daddy selingkuh. Daddy selingkuh dirumah, dirumah aku sama Mommy. Daddy selingkuh dirumah hasil kerja kerasnya Mommy", tangis Charlotte pecah.

Edgar terdiam. Ia merasa kasihan melihat keadaan Charlotte. Tangisan Charlotte membuatnya ikut merasa sedih. Membayangkan Charlotte melihat semua kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri membuat Edgar tak tega.

Edgar meletakkan gelas wine nya ke atas meja. Perlahan Edgar melepas jam tangan miliknya lalu meletakkan jam tangan itu keatas meja sambil memandangi Charlotte yang menutup wajahnya sambil menangis tersedu-sedu di dalam kolam. Edgar melepas sepatu yang ia kenakan, dilepanya juga kaus kaki nya. Edgar melepas kancing kemeja hitam yang ia kenakan dan yang terakhir celana jeans nya. Perlahan Edgar masuk ke dalam kolam yang sekarang ia hanya mengenakan celana pendek hitam.

Edgar meraih tangan Charlotte, lalu memeluknya. Edgar menepuk-nepuk punggung Charlotte yang dingin. Sekarang Charlotte punya bahu yang lebar untuk bersandar saat dia menangis seperti ini. Charlotte merasa aman, setidaknya ada seseorang yang bisa ia andalkan saat dunia nya hancur. Charlotte memeluk erat Edgar seperti tak ingim melepaskannya sama sekali sambil menangis sepuasnya.

Edgar mengelus rambut Charlotte, sahabatnya, tepatnya sudah ia anggap seperti adik sendiri. Ya, ia memandang Charlotte hanya seperti adik, atau sahabat, tidak lebih. Tapi entah mengapa, sejak Edgar sampai di depan kolam tadi, sepertinya anggapan itu sedikit goyah.