"Hai!" sapa Andra dengan sangat canggung, pemuda itu nyaris tak mau menatap mata indah yang kini tengah memberikan seluruh perhatian kepadanya.
"Aku sudah dengar tentang kakak, tapi hanya sekilas itu pun dari Marko." balas Sasya, gadis cantik itu mengalihkan pandangannya karena Andra tampak tidak nyaman. Dia bertanya-tanya apakah semua ini adalah sebuah kebetulan, ini pertemuan kedua mereka dan Andra sebentar lagi akan mewujudkan list terakhirnya. Keraguan akan pacar pertamanya kini terjawab sudah, Sasya tidak akan ragu lagi jika dia adalah Andra. Pemuda itu tinggi semampai dan punya badan yang bagus, dia juga punya garis wajah tegas dan bentuk alis yang tajam, mungkin Sasya harus membenarkan cerita Marko tentang Andra yang galak dan killer di Mapala. Karena saat pemuda itu diam tanpa ekspresi seperti saat ini, terkesan berwatak dingin dan cuek. Tipikal wajah yang pasti digilai banyak wanita, sekarang Sasya tahu mengapa pemuda itu begitu populer. Sebelumnya tadi, Sasya sempat melihat akun Instagram milik pemuda itu, ada banyak sekali foto pemandangan dan foto pemuda itu yang tampak keren saat mendaki gunung. Satu postingan disana punya banyak sekali like dan komentar, kebanyakan dari para kaum hawa.
"Mau duduk di sofa saja? Atau mau ngobrol di taman?" tawar gadis itu.
Andra memaksakan diri untuk menatap Sasya, setelah menggeleng tegas sebagai jawaban. "Gak perlu, disini aja gak apa-apa." jawabnya.
"Oh, iya, kita belum perkenalan kan ya." Andra menepuk dahinya sendiri, lalu mengulurkan tangannya agar disambut oleh sang calon pacar, boleh kan Andra memanggil Sasya demikian? Lagipula sebentar lagi dia dan Sasya juga akan menjadi sepasang kekasih, sekalipun tanpa cinta dan kasih. "Aku Andra Bagaskara, temannya Marko."
Uluran tangan itu disambut dengan baik oleh tangan pucat nan kurus itu, "Larasya Hariyono, panggil saja Sasya."
"Aku sudah dengar sedikit cerita tentang kakak dari Marko." ulang gadis itu lagi.
"Oh ya?"
"Iya."
"Apa saja?" tanya Andra.
Sasya terdiam sejenak untuk mengingat kembali semua yang Marko katakan kemarin malam, "Jurusan teknik elektro kan? Satu tingkatan semester sama Marko juga. Asalnya dari Jawa tengah, disini merantau sendiri dan tinggal di kosan namanya D'Boejangan tapi punya budhe yang tinggal di Jakarta. Kata Marko kakak itu populer banget di kampus dan punya banyak mantan pacar, pernah jadi playboy waktu awal-awal masuk kuliah, dan kakak juga senior yang killer di UKM Mapala. Katanya kakak mau ikutan ekspedisi puncak Jayawijaya ya?"
"Ah, iya." jawab Andra malu, ternyata Marko sudah menceritakan garis besar hidup Andra kepada sepupunya itu. Sasya sudah banyak tahu tentang dirinya, berbanding terbalik dengan dia yang hanya tahu gadis itu sebatas sepupu Marko yang mengidap kanker ganas. Dan ya satu lagi! Putri bungsu kaya raya.
"Jadi?" tanya Sasya.
"Jadi?" ulang Andra bingung.
"Jadi mau bantu aku mewujudkan list terakhir di hidupku kan? Kakak beneran terima tawaran yang disampaikan Marko?"
Andra mengerjap pelan berusaha untuk kembali meyakinkan hatinya, "Terima, tapi dengan syarat."
"Apa syaratnya?"
"Kayaknya kita butuh hitam diatas putih deh, kita butuh perjanjian tertulis buat jaga-jaga aja kalau salah satu dari kita ada yang ingkar. Apa kita butuh saksi juga?" tanya Andra mengutarakan apa yang ada di pikirannya, dia hanya merasa kurang yakin sekalipun gadis itu sudah sangat meyakinkan kalau terlahir dari kalangan keluarga kaya.
Kerutan di kening pemuda itu tercetak saat gadis di hadapannya justru tertawa setelah mendengar pertanyaannya, Andra jadi berpikir adakah yang salah dari ucapannya.
Pertanyaan itu tidak aneh, tapi Sasya tidak menganggap semua ini harus dikemas sedemikian formal hanya untuk sebuah status pacaran selama satu atau dua bulan. Gadis itu menyudahi tawanya, "Kakak gak percaya sama aku?"
"Eh..."
"Aku gak akan bohong, apa yang aku janjikan sesuai dengan apa yang diucapkan Marko, kok."
"Yaa, gimana ya?" Andra meringis pelan.
"Tapi gak apa-apa kalau kakak tetap butuh surat perjanjian, kalau memang perlu bisa pakai materai juga."
Setelah mendapatkan jawaban yang diinginkan, Andra segera membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah map. Di dalamnya ada surat perjanjian yang Andra buat demi kepentingannya. Syukurlah ia sempat memikirkan hal ini sebelum pergi, tidak sia-sia ia berkutat di depan layar komputer sekre UKM Mapala untuk membuat dua lembar surat ini.
Anggaplah ini konyol, tapi Andra hanya butuh sebuah kepastian.
"Ini!" Andra menyerahkan map itu kepada si gadis.
Saat map terbuka, lembar pertama yang terlihat bertuliskan judulnya, Sasya menahan tawa saat membawa judul itu 'Surat Perjanjian Pacar Sewaan'. Yang benar saja, "Jadi, aku harus tanda tangan disini?" tunjuk gadis itu pada lembar kedua.
"Eh, baca dulu syaratnya!"
"Apa itu perlu?"
"Iya perlu lah, kan buat validasi juga. Takutnya syarat itu nanti memberatkan kamu." jawab Andra.
Sasya pun mau tak mau membacanya, "Disini tertulis kita akan pacaran selama dua bulan, November dan Desember. Setelahnya kita akan putus di bulan Januari."
"Iya, benar sekali." jawab Andra.
"Pihak pertama yaitu Larasya Hariyono, akan membayarkan sejumlah uang sewa kepada pihak kedua yaitu Andra Bagaskara sesuai dengan perjanjian yang berlaku."
Andra mengangguk, "Isi perjanjian!" pemuda itu memberikan kode agar Sasya membaca isi perjanjian yang telah ia buat.
"Isi perjanjian adalah Pihak kedua akan menjadi pacar sewaan pihak pertama selama dua bulan tanpa tekanan, tuntutan dan ancaman apapun. Selama masa pacaran, pihak kedua tidak akan mengeluarkan uang sepeser pun jika bukan inisiatif sendiri. Selama masa pacaran, kedua pihak hanya akan menjalani pacaran yang normal dan umum dilakukan banyak pasangan." baca Sasya dengan teliti, selanjutnya gadis itu hanya membaca syarat-syarat biasa yang diajukan Andra.
Gadis itu mengangguk, "Oke, aku terima syaratnya!"
"Yakin?" tanya Andra memastikan, "Kamu yakin gak akan menyesal? Jumlah yang aku minta banyak loh, apa kamu gak keberatan dengan itu."
"Katanya uang itu untuk biaya ekspedisi, aku tahu kalau biaya ekspedisi kakak gak sedikit." jawabnya.
"Tapi, dua puluh juta itu gak sedikit Sya." ujar Andra.
"Aku sama sekali tidak keberatan, kak."
Andra tidak tahu harus bersorak atau merasa bersalah dengan uang sewa yang terbilang gila hanya untuk pacaran selama satu bulan itu. Tapi, melihat Sasya tampak sangat ringan saat membubuhkan tanda tangannya, Andra jadi merasa lega dan bahagia. Sebentar lagi keinginannya akan terwujud, ekspedisi itu akan menjadi titik tertinggi dalam pencapaian hidupnya. Sebentar lagi jurnal Ekspedisi Puncak Jayawijaya karya Andra Bagaskara akan terbit di perpustakaan utama. Bersanding dengan jurnal milik Andra yang sebelumnya.
Mengoleksi jurnal menjadi hobi bagi pemuda itu, rasanya Andra sangat haus pujian dan gila hormat saat orang-orang menyanjungnya karena jurnal itu. Banyak mahasiswa mengaku bergabung ke dalam UKM Mapala karena terinspirasi setelah membaca jurnal Andra.
Tanda tangan pun selesai dibuat, Andra menyimpan kembali map dan surat penting di dalamnya. "Tolong kakak isikan nomor rekening!" ujar Sasya.
"Hah?"
"Nomor rekening!" Sasya menyodorkan ponselnya.
"Nomor rekening siapa?" tanya Andra.
Gadis itu mengeryit, mungkin juga karena belum mengisi perut jadi Andra kurang fokus sejak tadi. "Nomor rekening punya kakak, aku mau transfer buat DPnya." jelas gadis itu.
Andra menurut, ia mengetikkan beberapa digit angka untuk melengkapi nomor rekeningnya. Setelah selesai, ia langsung memberikannya kepada Sasya.
"Kamu mau bayar DPnya sekarang, Sya?" tanya Andra tidak habis pikir, orang kaya memang beda.
"Iya lah, bukannya setelah tanda tangan itu kita resmi pacaran." jawabnya.
"Loh?!"
"Kok loh?" ulang Sasya.
"Pacaran tuh gak gini, Sya, harus ada pdkt dan tembak menembak dulu baru resmi jadi pacar."
"Oo gitu ya, terus apa yang harus aku lakukan?"
"Kamu gak perlu khawatir, impianmu untuk punya pacar kan, kakak akan berusaha jadi pacar yang baik. Kakak akan bikin skenarionya nanti, kamu gak boleh tahu!" ujar Andra dengan misterius.