" Sin, Sinta!" Teriakku sambil mengetuk pintu.
Suara aneh itu tiba-tiba berhenti. Aku mengetuk kamar sinta berkali-kali, tetapi gadis itu tidak kunjung membukakan pintu.
"Ada, apa Ren?" Tanya mas Alvin yang baru saja datang, entah dari mana.
"Kamu darimana saja, mas. sudah tengah
Malam begini baru pulang?" Cecarku menatap lelakiku penuh curiga.
"Tadi mas ketiduran di kantor, Ren?" Jawabnya sambil mengacak rambut.
"Mas, aku mendengar suara aneh di kamar Sinta. Tolong kamu dobrak pintu kamar dia, mas!" Titahku ke mas Alvin.
Belum sempat mas Alvin mendobrak pintu kamar tersebut, tiba-tiba Sinta keluar menggunakan piyama sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Aku melihat kamar Sinta begitu berantakan persis seperti hari kemarin.
Aku nyelonong masuk dan memeriksa kamar Sinta. Tapi tidak ada siapa-siapa. Segera kusibak hordeng kamarnya dan ternyata jendelanya setengah terbuka.
"Kemana laki-laki yang bersamamu tadi, Sin?" Tanyaku masih bisa mencoba mengontrol emosi.
Aku terus mencari-cari di lantai serta tempat tidur Sinta. Pasti mereka meninggalkan jejak disini. Aku harus menemukannya dan mendesak Sinta supaya mengatakan siapa laki-laki yang masuk kedalam kamarnya tadi.
"Kamu nyari apa, Ren?" Tanya mas Alvin sembari menautkan alisnya.
"Kemarin aku menemukan alat kontrasepsi di kamar ini, mas. aku juga nemu ko***m bekas pakai di dalam tong sampah kamar Sinta!" Terangku sudah tidak bisa lagi menyimpan rahasia dari mas Alvin.
"Sudah, mungkin kamu salah lihat, Ren. Sinta itu tidak mungkin berbuat seperti itu!" Bela mas Alvin.
"Emangnya, aku ini anak kecil, mas. Biarpun kita nggak pernah pake yang begituan, tapi aku bisa baca, mas!"
Aku sedikit menaikan nada bicaraku.
Mas Alvin merangkul pundakku dan membimbingku keluar dari kamar Sinta. Aku merasa heran, kenapa dia terlihat santai menanggapi masalah ini, padahal aku sudah takut setengah mati Kalau dia akan marah dan mengusir Sinta.
"Mas, kok kamu bisa salah ngancingin baju begini, sih?" Ucapku seraya memperhatikan kancing baju yang dipasang tidak pada tempatnya.
"Iya, tadi mas buru-buru. setelah mandi di tempat kerjaan!" Jawabnya sambil membuka kemejanya dan meletakkannya di keranjang.
Aku hanya berusaha mengiyakan saja, karena jujur, aku merasa aneh saja dengan sikap mas Alvin akhir-akhir ini.
"Aku mandi dulu ya, Ren. Badanku gerah banget!" Ucap mas Alvin sembari berjalan menuju kamar mandi.
"Mandi, kan mas bilang tadi sudah mandi. kenapa mandi lagi?" Tanyaku balik pada mas Alvin, seraya memandangnya penuh curiga.
"Iya kan itu tadi, sekarang gerah lagi, mungkin karena faktor cuaca di musim panas ini kali!" jawab mas Alvin sambil mengusap-ngusap pundaknya. seperti agak kebingungan.
"Ya sudah, kamu tidur duluan. Aku mandi dulu!" Sahutnya lagi, sambil membuka pintu kamar mandi.
"Iya mas, nanti sesudah selesai mandi kamu segera tidur ya, mas!"
"Iya sayangku, Rena." Jawabnya sambil menggodaku.
Aku bergegas menaiki kasur dan merebahkan bobot ini karena sudah terasa sangat lelah.
Lagi-lagi bayangan adikku Sinta, sedang bersama laki-laki menari dalam benakku. Aku merasa sangat frustasi, lama kelamaan nanti aku bisa gila.
"Mas, mandinya sudah atau belum?" Teriakku sambil mengetuk pintunya.
"Mas!" Teriakku lagi.
Tidak ada jawaban sama sekali. Kemudian aku memutar gagang pintu tersebut dan melihatnya kedalam. ternyata mas Alvin sudah tidak ada di dalam kamar mandi.
Aku cepat-cepat keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju kamar sinta. karena firasatku menunjukan ke arah kamarnya Sinta. Aku menempelkan daun telingaku ke pintu tersebut dan kembali mendengar suara menjijikan itu lagi.
Karena saking penasaranku yang sangat begitu besar. Aku pergi ke gudang dan mengambil sebuah linggis dan berencana akan mencongkel kamar Sinta. Entah dari mana aku mempunyai kekuatan untuk mencongkel pintu tersebut. Hingga akhirnya aku bisa membuka pintu itu dan kemudian masuk kedalam.
Lagi-lagi aku tidak menemukan apapun di dalam sana. Bahkan kali ini aku melihat sinta sedang tidur pulas. Aku mengusap wajah kasar sambil beristighfar. Ketika aku menoleh kearah jendela, aku melihat sekelebat bayangan di balik tirai, segera aku membuka jendela itu dan melihat keluar siapa orang yang berada di dekat jendela tersebut, tapi tidak ada siapa-siapa di luar sana.
Aku benar-benar nggak habis pikir dengan semua ini kenapa semua ini terjadi begitu cepat. Apa aku ini berhalusinasi. Aku menepuk pipiku dengan kedua tanganku, tetapi terasa sakit. Berarti semua itu memang nyata adanya. tapi mengapa, tidak ada yang percaya dengan semua ini. Apalagi dengan Sinta, bila aku bertanya dia selalu mengelaknya. Itu hanya membuat keadaanku semakin dianggap Mengada-ngada oleh mas Alvin.
Kemudian aku menutup kembali jendela tersebut dan kembali ke kamar pribadiku. Aku terkejut ketika melihat mas Alvin sudah berada di dalam kamar.
"Kamu dari mana, Ren?" Tanya mas Alvin sembari duduk di atas kasur.
"tadi aku nyariin kamu, ma? Aku cari kamu di kamar mandi tapi kamu nggak ada. Kamu kemana, mas?" Tanyaku kembali dengan nada menyentak.
"Oh itu, tadi mas pergi kedapur untuk memanaskan air dan bermaksud akan menyeduh kopi!" Jawabnya sambil tersenyum ketika melihat ke arahku.
"Terus, mana kopinya?" Tanyaku seraya
melihat di mana mas Alvin menyimpan kopinya tersebut.
"Oh iya, mas tadi tidak jadi menyeduh kopinya, karena mas keburu ngantuk!"
Jawabnya sambil mengangkat selimut dan berbaring diatas kasur.
"Ya sudah, kita tidur yuk. ini sudah malam. lagi pula besok mas harus kerja, nanti kesiangan." Ajak mas Alvin untuk tidur bersamanya seraya mengangkat tangan sebelah kanan nya untuk menyapa diriku.
Akupun segera naik ke atas tempa tidur. Dengan perasaan yang teramat gelisah dengan semua jawaban mas Alvin yang berbelit-belit.
Semalam aku tidak bermimpi ataupun berhalusinasi. Semua itu benar-benar nyata dan aku melihatnya sendiri. Tapi, aku masih belum tahu siapa laki-laki tersebut.
ke esokan harinya. setelah mas Alvin dan Sinta pergi dengan aktivitas masing-masing. aku bergegas memanggil tukang untuk memperbaiki pintu kamar Sinta, yang telah aku rusak tadi malam.
Sembari menunggu tukang datang, aku kembali kekamar Sinta untuk mencari bukti lain.
Aku membuka lemarinya tapi tidak ada apa-apa selain pakaian-pakaian yang menggantung dan tas-tas beserta selimut yang dia letakan disana.
Kemudian aku membuka lacinya Sinta. Tapi belum empat aku membuka laci tersebut, mataku tertuju pada sebuah barang yang tergeletak di bawah lemari. Ternyata barang tersebut adalah sebuah jam tangan. Dan aku melihat dengan jelas sekali ternyata jam tersebut milik seseorang yang sangat kukenal.
Aku sangatlah terkejut, ketika melihat dan menemukan jam tangannya mas Alvin yang berada di kamar sinta. Hatiku seketika bergemuruh dengan perasaan yang tidak menentu antara percaya dan tidak percaya.
Tak lama terdengar suara pintu diketuk.
Tok! Tok! Tok! ternyata si mas-mas tukang sudah datang.
"Maaf mbak, apa benar disini memerlukan bantuan?" Ucap si mas-mas tersebut seraya membawa tas berisikan alat-alatnya.
"Oh iya mas, tadi saya yang pesan. mas masuk aja dan tolong benerin pintu kamar yang ada disana ya, mas!" Sahutku sembari mengantar si mas tersebut menuju pintu kamar Sinta.
Aku memutar-mutar jam tersebut seraya membayangkan adik dan suamiku telah melakukan hal nyeleneh seperti itu.
Aku benar-benar kecewa kalau semua itu memang terjadi. Tapi aku berharap kalau semua ini tidak benar adanya.
Tak terasa si mas-mas tukang pun sudah selesai benerin pintunya tersebut. Ku lihat pintu itu, ternyata memang benar, gagang dan kuncinya pun sudah terpasang dengan baik lagi. Dengan segera aku membayarnya.
"Terima kasih, ya mas?" Ucapku sambil memberikan uang kepadanya.
"Sama-sama mbak." Jawab mas tersebut sembari permisi dan membalikan badannya beranjak pergi dari rumahku.
akupun mengangguk tersenyum, Kemudian aku masuk kedalam rumah dan melihat jam dinding yang berada tidak jauh dari sana. Ternyata waktu sudah menunjukan pukul dua belas siang, tapi kenapa Sinta masih belum pulang juga.
Biasanya jam dua belas, dia sudah pulang, kenapa hari ini dia masih belum pulang juga. Apa lagi jika harus menunggu mas Alvin, yang pulangnya selalu sore. Padahal aku sudah tidak sabar nungguin salah satu dari mereka, kalau bisa dua-duanya sekalian. untuk menanyakan soal jam yang telah ku temukan barusan.
.