Chereads / FINDING MOM / Chapter 14 - PERNYATAAN CINTA

Chapter 14 - PERNYATAAN CINTA

Part 13 Pernyataan Cinta

Setelah membaca pesan dari ayahnya, dan menghapus airmatanya. Manika keluar dari kamar. "Ayo, berangkat!" ajak Manika, pada Crystal dan Bryan.

Kedua anak itu menjawab dengan kompak. "Okay, let's go!"

Manika membawa dua tas sekolah milik mereka. Yang berat untuk ukuran anak-anak itu. Karena banyaknya buku ditambah botol air minum. Tak heran di Hongkong anak usia dibawah 12 tahun harus Diantar jemput, agar ada yang bawa tasnya. Walaupun ada bus sekolah yang antar jemput, tetap ada yang antar sampai naik dan turun dari bus dengan membawa tanda pengenal. Untuk menghindari dari penculikan.

Sepanjang perjalanan menuju ke sekolahan, nampak crystal dan Bryan, membahas kejutan semalam. Kedua anak itu, sangat antusias membahas seputar ulang tahun.

"Kak, Nik, tidak ingin, kalau ulang tahun, Kakak, di rayakan dengan pesta?" tanya Bryan.

"Kakak, sudah besar, nggak perlulah pesta."

"Mommy, Daddy, juga sudah besar, tapi mereka suka pesta ulang tahun." tutur Crystal.

"Iya, pesta itu, bukan cuma untuk, anak-anak saja, orang dewasa juga boleh," imbuh Bryan.

"Iya, Kakak, juga pengin, tapi, nggak cukup uang. Semua kan butuh uang."

"Iya juga sih, beli semuanya kan pakai uang yah," ucap Crystal.

"Nah itu tahu. Oke sudah sampai nih, sekolah yang rajin yah, biar pinter!" Manika memberikan tas kedua anak itu.

"Terima kasih, Kak, sampai jumpa nanti!" keduanya melambaikan tangan pada Manika, sebelum masuk melewati gerbang.

"Sampai jumpa nanti." Manika pun melangkah pergi.

Manika segera pulang ke rumah. Pekerjaan lainnya, sudah menanti sentuhan tangannya. Tanpa menoleh kiri kanan, ia fokus berjalan pulang.

Sepulangnya mengantar anak sekolah. Manika bersiap menyediakan sarapan untuk kedua majikannya. Sekaligus untuk dirinya. Biasanya ia akan sarapan terlebih dahulu. Sambil menunggu kedua majikannya keluar dari kamar.

Manika sedang menjemur pakaian, ketika kedua majikannya, keluar dari kamar sudah rapi, dengan pakaian kantornya. Keduanya mengucapkan salam, selamat pagi pada Manika, sebelum duduk menikmati sarapan yang sudah disiapkan oleh gadis itu.

Selesai sarapan kedua majikan Manika pun pamit, berangkat kerja. Gadis itu bergegas memberesi semua kamar, bersih-bersih seluruh ruangan. Dengan cekatan. Karena tugas yang lain masih banyak. Gadis itu belajar disiplin, dan gerak cepat seperti orang Hongkong pada umumnya. Yang selalu tepat waktu.

***

Sementara itu, di daerah Wan Chai. Ada yang berbeda dengan Tyas. Wajahnya terlihat lebih semringah. Kadang tersenyum sendiri. Sang majikan yang tahu pekerjanya lain dari biasanya pun tak tahan, untuk tidak bertanya.

"Kamu, kenapa sih, senyum-senyum sendiri? tannyanya penasaran.

"Tidak ada apa-apa," jawabnya tersipu.

"Tidak mungkin, pasti ada sesuatu, sepertinya gembira sekali, jangan-jangan, lagi jatuh cinta yah?" tebak sang majikan asal.

"Rahasia dong."

"Hm tahulah, aku, orang mana, dia?"

"Nantilah, kalau sudah pasti, saya, kasih tahu," ucap Tyas.

"Janji loh yah!"

"Iya."

Begitulah Tyas dan majikannya, yang sudah seperti teman, selalu terbuka. Jika ada sesuatu saling berbagi cerita. Majikan Tyas yang seorang janda, karena sang suami kepincut orang ketiga, dan lebih memilih selingkuhannya. Menjadi semakin akrab dengan Tyas.

"Yas, inget yah, kamu, punya hutang cerita padaku!" ucap Karen, sang majikan pada Tyas.

"Di catat saja hutang, saya, tapi jangan berbunga yah?" candanya.

Karen pun hanya bisa, menggelengkan kepala. Sebelum akhirnya berangkat ke kantor.

Waktu menunjukkan jam sembilan pagi. Sambil bekerja Tyas menelepon Manika.

"Hai, selamat ulang tahun, semoga tercapai, segala yang diimpikan, panjang umur, murah rejeki, dapat jodoh terbaik. Aamiin," seru Tyas semangat.

"Happy, amat, si amat aja murung. Emang beda yah, orang kalau lagi kesambet cinta," ucap Manika.

Tyas pun tertawa mendengar ucapan sahabatnya. "Aduh, Nik, bahasamu itu loh! Ada-ada saja, kesambet kok cinta,"

"Lah dari pada jatuh, sakit!" balas Manika asal. "Eh kapan, kamu, ngasih tahu, si Andrew hari ulang tahunku?"

"Semalem dia nelpon, ke aku, tanya banyak hal tentang you," jawab Tyas.

"Terus, you ngomong apa aja sama, dia?"

"Sorry Babe, this is a secret." Terdengar Tyas tertawa, setelah menjawab.

Tentu saja bikin Manika sebal. Sekitar sepuluh menit mereka ngobrol di telepon. Manika menyudahi, karena sudah waktunya, pergi ke pasar untuk belanja.

Kerja di Hongkong, di tuntut bisa gerak cepat, dan disiplin. Untung saja Manika mudah beradaptasi, sehingga bisa cepat menyesuaikan diri. Mengatur waktu, agar semua pekerjaan rumah beres.

Ketika Manika hendak pergi ke pasar, sang majikan meneleponnya. Memberitahu supaya nanti malam tidak usah masak, mereka akan makan di luar, ada undangan pesta dari temannya. Anak-anak pun akan ikut serta.

Setelah belanja seperlunya di pasar, Manika dengan gerak cepat, memasak untuk makan siang kedua anak asuhnya, yang akan di antarkan ke sekolahan. Begitulah kesibukannya setiap hatinya. Namun Manika menjalani dengan ikhlas dan senang, tanpa beban. Semua karena keluarga sang majikan memerlakunnya dengan baik.

***

Pandemi masih menjadi momok menakutkan. Bagi sebagian warga Hongkong. Banyak dari mereka, yang tak memberi izin, pada pekerjanya untuk berlibur. Karena takut terjangkit virus. Sebab sudah pasti, bertemu dengan banyak orang. Resiko tertular lebih besar. Saking paranoidnya.

Beruntung Manika, memiliki majikan yang tidak paranoid. Sehingga tetap bisa pergi kemana saja. Yang terpenting menjaga jarak. Juga selalu patuh dengan protokol kesehatan.

Manika sudah memberitahu, kedua sahabatnya. Minggu besok tidak libur. Karena hari ini, ia akan menjalani vaksin untuk ke tiga kalinya. Setelah pekerjaan rumah selesai. Gadis itu pun bersiap untuk pergi, ke tempat vaksin.

Bertempat di Shatin Central. Kini Manika menunggu giliran dipanggil. Sekitar sepuluh menit menunggu, kemudian petugas memersilakan Manika masuk.

Setelah suntik vaksin. Manika duduk di ruang tunggu. ia pun membuka ponselnya, agar tak jenuh. "Hai, Nik! Kamu di sini juga?" tegur seseorang. Manika pun menoleh, ke bangku di sebelahnya. Nampak sosok yang dikenalnya. Erick sedang tersenyum padanya. Terlihat dari sudut netranya.

"Erick?"

"Iya, Kamu, sama siapa ke sini?" tanya Erick.

"Seperti yang kamu lihat. Aku sendiri."

"Aku baru saja, pulang ke Hongkong. Rencananya mau kirim pesan ke kamu. Malah ketemu di sini." Erick menunjukan ponselnya. Membuktikan pada Manika kalau dia tidak berbohong.

Manika pun tersenyum. Gadis itu sebenarnya percaya, apa yang disampaikan Erick. Meski tanpa menunjukan ponselnya. Karena terlihat ada kejujuran di kedua netra lelaki itu.

Karena merasa tidak enak, dengan orang yang ada di sekitarnya. Obrolan mereka bersambung melalui chat di aplikasi hijau.

[Nik, apakah besok, kamu, libur]

[Nggak, di rumah saja]

[Baguslah, bisa istirahat]

Mereka saling berbalas pesan. Hingga waktu diperbolehkan untuk pulang. Ketika mau keluar. Petugas panitia memberi satu pack masker dan hand sanitizer ukuran kecil.

"Nik, mau langsung pulang?" Erick bertanya, berharap bisa ngobrol sebentar dengan Manika. Namun ia menyadari ini bukan hari libur. Sehingga tak terlalu berharap.

"Memang kenapa?"

"Ya, tidak apa-apa, cuma pengin ngobrol saja," jawabnya jujur.

"Ya, sudah yuk! Kebetulan malam ini aku nggak masak. Tadi sudah minta izin juga mau belanja keperluanku sendiri."

Tentu saja Erick sangat senang. Lelaki itu pun mengajak Manika ke sebuah cafe. Waktu menunjukkan jam, 3:50 sore. Saat yang tepat untuk minum teh atau kopi.

Mereka berdua pun, ngobrol santai sambil ngopi dan makan cake tiramisu. Serta beberapa makanan ringan.

Setelah ngobrol tentang banyak hal. Juga di selingi canda. Hingga akhirnya Erick, yang telah menyukai Manika, dari awal bertemu. Mengungkapkan perasaannya.

"Nik, aku, serius," ucap Erick.

Manika terdiam. Ia bingung harus menjawab apa. Walau lelaki yang kini, ada di hadapannya. Pernah membuat hatinya berdebar, diawal jumpa.

Tapi Manika bukan orang yang mudah menerima begitu saja. Banyak hal yang harus di pertimbangkan. Dan dipikirkan masak-masak sebelum mengambil keputusan.

Manika juga bukan tipe, gadis yang mudah di rayu laki-laki. Ia sangat menjaga jarak dengan lelaki, yang dianggapnya kurang menghargai wanita, sekaligus sebagai bentuk proteksi diri, agar laki-laki tidak menganggapnya gadis gampangan, yang mudah diajak berkencan.

Manika cukup lama terdiam, setelah mendapatkan, pernyataan cinta dari Erick. Ia tak tahu harus bicara apa, kepada lelaki yang ada di hadapannya saat ini.

"Nik, are you okay?" Erick akhirnya bertanya. Karena melihat Manika hanya diam saja.

"Apa yang membuatmu, menyukaiku? Padahal, kamu, tahu siapa, aku, hanya seorang pekerja migran, yang sedang mengadu nasib di Negerimu ini."

"Aku, tak peduli siapa, kamu. Aku menyukaimu dari awal kita bertemu,' tutur Erick.

"Tapi, aku, merasa tak pantas untukmu. Apa lagi banyak gadis cantik di sini, kenapa memilihku?"

"Gadis cantik di mana-mana ada. Tapi soal rasa, tak bisa dipaksa, harus menjatuhkan hati pada siapa. Semua datang begitu saja, tentang rasaku padamu, aku yakin dengan perasaan ini. Yang tumbuh secara alami.

Manika menyesap kopinya hingga tandas. Erick memerhatikan dengan hati tak karuan. Dia tak bisa memungkiri, sangat mendambakan gadis itu. Bahkan berniat menikahinya.

Namun, Erick juga bukanlah laki-laki egois, yang suka memaksa kehendaknya sendiri. Ia tetap akan berjuang mendapatkan Manika dengan cara yang baik.

Erick tak patah arang berusaha menaklukkan hati Manika. Lelaki itu pun berkata lagi. "Apa, kamu, sudah punya calon suami, Nik?"

Manika menatap Erick, tepat saat lelaki itu juga tengah menatapnya. Entah berapa detik mereka saling beradu pandang. Akhirnya Manika bersuara.

"Maaf, aku belum bisa menjawabnya sekarang. Beri aku waktu"

"Tak apa, aku, akan tunggu. Kamu, pikir saja dulu. Aku juga tak akan memaksamu," Erick berusaha tenang. Walau dihatinya sangat galau.

"Thank you." Manika berkata sambil menunduk. Ia tak mau melihat kekecewaan di wajah Erick, yang sudah pasti terpancar di sana saat ini.

Erick menarik nafas dalam-dalam. Mencoba menenangkan diri dan hatinya sendiri, karena cintanya belum di terima oleh gadis yang ia dambakan.

Mereka berdua akhirnya keluar dari cafe. Erick yang tahu kalau Manika hendak berbelanja. Menawarkan diri menemaninya. Gadis itu pun tak menolak.

Mereka berjalan beriringan memasuki sebuah toko. Erick mengikuti dari belakangnya. Setelah mengambil semua barang yang mau dibeli, gadis itu menuju kasir untuk membayar. Saat mengambil donpet dari tasnya. Ternyata Erick telah membayarnya menggunakan kartu kredit.

Manika memberikan uangnya pada Erick. Yang tadi hendak membayar, namun keduluan olehnya. Namun Erick tak menggubrisnya. Sampai akhirnya mereka berpisah.

"Terima kasih yah, untuk semuanya," ucap Manika. Sebelum mereka berpisah. Lelaki itu mengangguk dan tersenyum.

Manika menaiki bis untuk pulang. Pikirannya jadi tak karuan, begitu melihat barang belanjaannya. Ia pun mencoba untuk tetap berbaik sangka. Mengikuti lakon hidup, yang telah di gariskan untuk hidupnya. Karena ia menyadari, hanya mahluk lemah tanpa daya, kecuali atas kuasa sang pencipta alam semesta.

Tiba-tiba bayangan Erick dan Andrew, melintasi benaknya. Menghadirkan keresahan di hatinya.

Bersambung.