Part 12 Kejutan
Manika mengambil ponselnya yang berbunyi, pertanda ada pesan masuk, ternyata dari Andrew. Sebuah photo dirinya dan lelaki itu, berlatar belakang pemandangan yang indah, tertangkap ponsel canggih milik Andrew. Terlihat pose Andrew memberi bola matahari pada dirinya. Sementara ia sedang memandang takjub kearah bola matahari, yang seolah berada di atas telapak tangan Andrew.
Manika membalas pesan Andrew singkat. [Thanks]
[See you next time, take care]
Balasan pesan dari Andrew, Manika tak lagi membalasnya.
"Nik, menurutmu, Thoriq, itu beneran nggak yah mau serius sama, Tyas?" tanya Ayuni.
"Kayaknya sih, serius, tapi kita lihat saja nanti, doakan saja yang terbaik untuk, kita semua."
"Itu selalu, duh siapa yah nanti kira-kira yang akan nikah duluan di antara, kita bertiga?"
"Kalau itu sih rahasia, Allah, yang maha membolak- balikkan hati manusia."
"Iya sih, siapa pun yang nikah duluan, berarti memang sudah waktunya. Tapi aku tetep berdoa, semoga waktunya tak terlalu lama, jadinya bisa punya anak seumuran kan keren."
"Aamiiin, semoga saja."
Kedua gadis itu tenggelam dalam pikiran masing-masing. Sementara kereta terus melaju. Hingga sampai di stasiun Kowloon Tong. Waktunya Ayuni turun. Mereka pun berpisah.
Kini Manika sendiri, meneruskan perjalanannya. Kereta jurusan Lo Wu, terus melaju, yang penuh sesak penumpang. Manika berdiri dari tempat duduknya. Begitu melihat seorang nenek yang sudah tua, memberikan tempat padanya. Nenek itu tersenyum ramah dan berterima kasih padanya.
Akhirnya Manika sampai di stasiun Sha tin. Waktu menunjukkan jam delapan kurang sepuluh menit malam. "Kak, Nik!" terdengar seseorang memanggil. Manika pun berbalik badan. terlihat teman satu apartment yang sama dengannya. Namanya Mathilda Menga, asal Ende, NTT.
Gadis manis berlesung pipi itu bertanya. "Mau pulang sekarang, Kak?"
Manika pun menjawab. "Iya, yuk! jalan kaki saja gimana?"
"Boleh, masih jam delapan kurang, juga, tapi beli roti dulu yuk!" ajak gadis itu, yang biasa di panggil Hilda.
Mereka pun menuju toko roti. Manika juga ikut membeli. Setelah itu, kedua gadis itu berjalan kaki melewati jembatan di atas sungai. Terlihat bangunan apartment, tempat mereka tinggal. Bersebelahan dengan Regal Riverside Hotel. Yang terbatasi jalan juga taman kecil.
Keduanya memilih jalan, di tepi sungai. Yang masih ramai oleh para pejalan kaki, juga orang yang sengaja berolah raga. Meski malam hari, sedikitpun tak ada rasa takut, walau sendirian. Karena jalanan selalu ramai.
"Kak, Nik, dari mana saja tadi?" Hilda bertanya, setelah mereka duduk di bangku tepi sungai.
"Dari Tsing Yi, terus ke Sunny Bay, bakar-bakaran di sana, bareng teman-teman."
"Hari ini cerah, pasti ramai ya, Kak? yang datang melihat sunset." tanyanya lagi.
"Iya, bagus sih, banyak yang mengambil gambar di sana."
"Tidak mampir, ke Discovery Bay? Bagus loh, Kak tempatnya!"
"Lain kali pengin ke sana juga."
"Ke Peng Chau, juga, Kak, naik ferry dari Central, bisa makan seafood puas, murah lagi."
"Iya, sudah kucatat, kalau seafood, jangan tanya, nggak bakal nolak, penggemar berat, aku."
"Sama dong, di Saikung juga keren, Kak, ada pasar apung, seafood tinggal milih."
"Yah, masuk catatan pokoknya. Tempat mana lagi yang keren?"
"Ada, Kak, paling keren, di Tsim Sha Tsui. Wisata. Udara, naik helicopter, bisa melihat pemandangan dari atas. Tapi, kita belum tahu berapa harga tiketnya."
"Wuih, beneran ada? Ini baru keren, ah jadi pengin, aku, Dek!"
"Samalah, Kak."
"Kita mesti cari informasi tentang ini."
"Siapa yang lebih dulu dapat informasi, jangan lupa eh, kasih tahu!"
"Beres."
Terdengar ponsel Manika berbunyi. Gegas mengambilnya. ada pesan masuk. Ia pun membuka dan membaca, pesan dari Ayuni dan Tyas juga Andrew. Menanyakan apakah dirinya sudah sampai rumah. Ia pun membalas pesan itu satu persatu. Pada kedua sahabatnya, dan Andrew.
Manika memasukan kembali ponselnya, ke dalam tas. Hilda pun nampak sedang makan roti yang tadi dibelinya. Sambil mengecek ponselnya.
"Belum makan, kamu Dek?" tanya Manika pada Hilda. Ia biasa memanggil yang lebih muda, dengan sebutan, Dek.
"Belum, Kak, tadi malas sekali mau makan eh. Sekarang baru terasa lapar," jawab gadis itu, dengan logat timurnya. Hanya dengan Manika, Hilda bicara menggunakan logat daerah asalnya. Karena Manika menyukainya.
"Habis dari mana saja seharian ini?"
"Tadinya mau pergi ke ocean park, kita. Sudah janji, tidak tahunnya teman-teman yang lain di tunggu-tunggu datang sudah siang. Percuma kan, ke sana siang-siang, tidak bisa bermain semua wahana, karena waktu terbatas, belum lagi antre naik kereta gantung. Ah sudah tidak jadi. Akhirnya ke Pantai Stanley," tutur Hilda penuh sesal.
"Oh dari Stanley, aku malah belum pernah ke sana."
"Mumpung di Hongkong, Kak, harus datangi semua tempat, kalau sengaja jalan-jalan, kita kan bukan orang kaya," tutur Hilda.
"Yah, kau, benar, Dek, aku pun berpikir begitu."
"Iyalah kalau, kita, orang kaya, mana mungkin saat ini berada di sini."
"Siapa tahu, kelak nasib kita berubah, kan roda berputar, Dek."
"Semoga, amin kan sajalah."
Keduanya tersenyum. Setelah menghabiskan rotinya. Hilda mengajak Manika jalan, waktu sudah hampir jam sembilan malam. Kedua gadis itu pun beranjak pulang.
Mereka menyeberang jembatan layang, khusus penyeberangan orang. Berjalan beberapa menit. Sampai di pintu masuk apartmen, security yang berjaga. Membukakan pintu untuk mereka, karena sudah hafal.
Jika security yang belum kenal dengan mereka. Pasti akan ditanya lantai berapa dan unit apa. Untuk menghindari orang asing yang bukan penghuni apartmen masuk.
Ada dua lift ditiap building. Yang hanya sampai lantai 28. Angka genap dan ganjil. Mereka pun berpisah. Hilda yang tinggal di lantai 20 lebih dulu naik. Sementara Manika tinggal di lantai 21. masih menunggu lift yang sedang turun.
Di dalam lift Manika sendirian, lift terus merangkak naik hingga sampai di lantai 21. Diambilnya kunci dari dalam tasnya.Begitu Manika membuka pintu. Crystal dan Bryan menyambutnya dengan riang.
"Hore, Kakak Niki, sudah pulang," seru Bryan senang.
"Kak, cepat mandi! Kita ada sesuatu buat, Kakak," ucap Cristal semangat.
"Oke!" Manika pun langsung menuju kamarnya.
"Jangan lama-lama ya, Kak!"
"Iya!" sahut Manika.
Manika bergegas mandi. Tak urung penasaran juga, dengan anak-anak yang sepertinya, sudah menunggunya. Ia merasa aneh karena tak biasanya mereka seperti itu. Selesai mandi, ternyata kedua bocah itu. sudah di depan kamarnya.
Anehnya semua lampu rumah sudah dimatikan. Hanya kamar Manika yang masih menyala. Cristal dan Bryan menggandeng tangan Manika. Mengajaknya ke ruang tamu, lampu kamarnya pun dimatikan oleh Crystal. ia pun menurut saja pada dua bocah itu.
Sesampainya di ruang tamu. Dalam gelap, Manika di suruh duduk di kursi yang sudah disiapkan untuknya. Tiba-tiba lampu menyala. Bersamaan sekeluarga itu menyanyikan lagi happy birthday, untuknya.
Antara bingung, senang dan haru. Karena hari ulang tahunnya masih besok. Bisa-bisanya mereka menyiapkan sekarang, padahal baru jam sembilan lebih.
Namun Manika tetap senang dan berterima kasih, karena seumur- umur belum pernah merayakan ulang tahun bersama keluarga. Yah keluarganya tidak membiasakan mengadakan perayaan ulang tahun. Paling hanya ucapan saja.
"Kakak, maaf ini terlalu cepat. kalau nunggu jam dua belas. Kasihan anak-anak besok kan sekolah," Majikan perempuan Manika mengungkap kan alasannya, mengapa kejutan itu di percepat.
"Kakak Nik, seneng tidak?" tanya Crystal.
"Seneng bangetlah, terima kasih, kalian baik sekali." Mata Manika nampak berkaca-kaca.
"Kakak Nik, kenapa?" tanya Bryan, yang melihat airmata Manika menetes.
"Kakak Niki, senenglah karena kita, sayang padanya," ucap majikan perempuan Manika.
"Iya, sekali lagi terima kasih, untuk kebaikan hati kalian semua." Manika sangat terharu. Belum genap setahun bersama mereka. Tapi perlakuan mereka begitu baik padanya.
"Kak, jangan nangislah!" ucap Crystal, sambil menggenggam tangan Manika.
"Kita semua sayang sama, Kak Niki, karena, Kakak, orang baik," sambung Bryan.
"Sudah, Kak Niki, ayo kuenya dipotong!" titah majikan laki-laki Manika.
"Iya, kelihatannya enak, aku sudah pengin nih." Majikan laki-laki Manika, memasang wajah lucu, akhirnya semua pun tertawa. Ayah dua anak itu memang humoris. Namun baik, setia pada istri, juga sangat sayang keluarga. Manika benar-benar senang dan beruntung, bisa bertemu keluar majikannya yang menganggapnya seperti keluarga.
Akhirnya Manika pun memotong kue ulang tahunnya, yang berbentuk bunga mawar, sangat indah, sampai-sampai sayang saat hendak memotongnya.
Mereka menikmati kue ulang tahun bersama. saling bercanda, suasana layaknya keluarga. Tak ada sekat hanya karena status Manika sebagai asisten rumah tangga. Gadis itu kembali bersyukur dipertemukan dengan orang baik seperti keluaga sang majikan
Tak hanya kejutan ulang tahun yang dipercepat. Namun mereka juga memberikan sejumlah uang yang belum tahu berapa. Sebagai hadiah ulang tahun. Karena mereka tidak tahu mau memberi hadiah apa. Takut Manika tidak suka. Akhirnya memberi uang saja, agar Manika bisa membeli sendiri barang yang ia sukai.
Selesai menikmati kue ulang tahun. Manika pun membereskan bekas makan mereka. kedua anak itu sudah berpamitan pada Manika. Mau gosok gigi terus tidur. Karena esok hari harus sekolah.
Manika masuk ke kamarnya. antara bahagia sekaligus sedih. Mau tak mau jadi teringat ibunya, yang sudah melahirkan dirinya. Perih di hati Manika kian menyayat. Bagai luka tersiram air garam. Orang lain ingat Tanggal lahirnya. Sementara orang yang melahirkannya bertahun-tahun tak pernah mengingatnya.
Waktu sudah hampir jam dua belas. Namun kantuk belum datang juga. Tepat jam dua belas. ponselnya bergetar. Manika membukanya, ternyata pesan dari Andrew, ucapan selamat ulang tahun.
Dari mana Andrew tahu hari ulang tahunnya. Belum sempat menemukan jawaban. Andrew kembali mengirim pesan. [Belum tidur Nik]
[Ini, sudah mau tidur, terima kasih yah]
[Untuk apa]
[Ucapan selamat ulang tahun, Tahu dari siapa Tanggal lahirku]
[Tyas, tidurlah! Biar besok pagi segar]
[Okay, good night]
[Good night, have a nice dream]
Manika pun mematikan ponselnya. Bersiap untuk tidur. Namun satu jam berlalu tak juga terlelap. Ia pu mendengarkan bacaan alquran murotal. lambat laun rasa kantuk akhirnya datang. Gadis itu pun terlelap dalam tidur.
***
Manika terbangun ketika alarm berbunyi. Walau masih ngantuk dan terasa berat. Namun demi tanggung jawab. Ia memaksakan diri untuk bangun. bergegas ke kamar mandi. Untuk cuci muka juga gosok gigi.
Rasa kantuk yang berat pun hilang walau belum sepenuhnya. Selesai mengguyur wajahnya dengan air hangat. Setelah itu ia bersiap pergi ke dapur menyiapkan sarapan. Untuk kedua anak asuhnya.
Sebelum sarapan siap, Manika lebih dulu membangunkan anak-anak. dan membuat sarapan untuk keduanya. setelah itu, mengantar mereka ke sekolah. Rutinitas yang sudah dijalani hampir setahun belakangan ini.
Sementara anak-anak sedang sarapan. Manika membuka ponselnya. Banyak pesan masuk. Yang mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Ah Kembali hatinya nyeri, teringat ibunya. Cepat-cepat di buangnya pikiran tentang sang ibu, yang hanya membuat hatinya Luka.
Pesan dari bapaknyalah yang paling membuatnya bahagia. 'Bapak, Nika kangen' bisiknya dalam hati. Manika mengusap airmatanya.
Bersambung.