Part 7 Regal Riverside Hotel
"Nah itu dia, aku belum tau, padahal rencana malam ini aku mau kasih jawaban, gimana dong," tanya Manika bingung.
"Ajak aja keduanya jalan-jalan bareng bereskan," ucap Tyas.
"Betul setuju," Ayuni menimpali.
"Ya udah deh, aku coba telepon dia dulu," ucap Manika.
"Oke," jawab Tyas dan Ayuni kompak.
Manika segera mencari nomor kontak, Andrew, di ponselnya, untuk menelepon, namun panggilan telepon dari Erick lebih dulu masuk.
"Hello Erick, ada apa?" tanya Manika.
"Nik, maaf yah minggu ini aku nggak jadi ketemu kamu, ada urusan mendadak soal pekerjaan. Bagaimana kalau minggu depan?" tutur Erick memberitahu.
"Nggak apa, minggu depan juga boleh," ucap Manika.
"Ya sudah, cuma mau ngomong itu saja. Selamat tidur, semoga mimpi indah." Erick langsung menutup sambungan teleponnya.
Manika tersenyum lega. Setey mendapat telepon dari Erick. Tak lama kemudian, Andrew pun menelepon.
"Hello Nik, sudah istirahat?" tanya Andrew begitu teleponnya di angkat.
"Iya, sudah nih," jawab Manika.
"Besok hari sabtu loh. Bagaimana minggu, kita bisa ketemu kan?" tanya Andrew penuh harap.
"Ketemu dimana? Kalau aku bareng sama teman-temanku, nggak apa kan?" ucap Manika.
Andrew terdiam sesaat, sebelum menjawab.
"Memang tiap kamu libur harus bareng teman-temanmu terus ya Nik?" Andrew balik bertanya.
"Ya nggak juga sih, tapi …." Saat ucapan Manika terhenti, Andrew langsung berkata.
"Kamu, takut kalau jalan berdua denganku? Takut kalau, aku akan berbuat jahat, iya kan?" desak Andrew.
Manika tak tahu harus bilang apa. Kenyataannya apa yang Andrew katakan memang benar. Apa lagi mereka belum lama saling kenal, di Negeri orang pula.
"Nik, masih disitu?" Seru Andrew membuat Manika kaget.
"I … iya, eh aku masih di sini," jawab Manika gugup.
"Nggak usah takut gitu, Nik, okelah nanti hari minggu kita ketemu bareng teman-temanmu. Tapi aku juga bareng teman-temanku, biar adil, bagaimana?" ucap Andrew.
"Oke gak masalah, emang mau kemana nanti?" Manika balik bertanya.
"Ya bagaimana nanti saja, tadinya aku pikir cuma kita berdua. Berhubung ada teman, ya ganti acara dong." sesaat Andrew terdiam. Lalu kembali berkata. "Tenang saja, aku gak akan berbuat macam-macam sama kamu dan teman-temanmu."
"Ya sudah, istirahat yuuk, sudah malam!" Ucap Manika.
"Ya sudah, good night," ucap Andrew sebelum menutup telepon.
Manika segera menghubungi kedua sahabatnya kembali.
"Gimana Nik, oke nggak?" Serbu Ayuni tak sabar.
"Erick nggak jadi. ada urusan pekerjaan katanya. Bilangnya minggu depan aja. Kalau Andrew jadi, malah dia ngajak temannya juga. tutur Manika.
"Baguslah malah jadi rame. Tapi kita harus tetap hati-hati dan waspada, itu penting! Jangan lupa bawa senjata!" titah Tyas.
"Siap 86!" Seru Manika dan Ayuni kompak.
Mereka pun menyudahi obrolan nya. Bersiap untuk istirahat. Menuju ke alam mimpi.
***
Sabtu pagi yang indah, langit begitu cerah, Manika sudah berkutat di dapur, sedang memasak bubur. Untuk sarapan. Karena sang majikan sudah berpesan ingin sarapan bubur, di akhir pekan ini.
Setelah mengecilkan api kompor. Gadis itu turun dari apartment. Berniat membeli cakwe, untuk teman makan bubur. Tak butuh waktu lama ia sudah kembali.
Manika melanjutkan pekerjaannya Mengambil cucian yang telah selesai di dalam mesin cuci, untuk di jemur.
"Selamat pagi, Kak!" sapa Crystal gadis berusia sembilan tahun, yang tak lain anak majikan Manika. Di Hongkong mayoritas, hampir rata-rata orang tua, mengajari anaknya untuk memanggil kakak, kepada asisten rumah tangganya.
"Selamat pagi," ucap Manika, yang sedang menjemur pakaian di teras.
Crystal tersenyum langsung duduk di sofa dan menonton film disney kesukaannya. Untung si adik belum bangun. Kalau tidak, jangan tanya, bisa rebutan remote. Sudah pasti bertengkar. Tak akan ada yang mau mengalah.
Manika hanya geleng kepala, ia heran sama anak-anak. Ketika hari biasa, yang mana harus sekolah susah dibangunkan. Giliran hari libur pagi-pagi sudah bangun dengan sendirinya.
"Adik belum bangun?" tanya Manika.
"Belum," jawab Crystal.
"Baguslah jadi kamu bisa nonton sendirian,"
Crystal tersenyum mendengar ucapan Manika.
Selesai menjemur, Manika ke dapur, untuk sarapan terlebih dahulu. Meski masak bubur, ia lebih memilih dua lembar roti tawar dan selai kacang. tambah segelas susu coklat. Cukup untuk mengganjal perutnya.
Selesai sarapan, gadis itu menyusun peralatan di atas meja makan. Menyiapkan makanan untuk sang majikan sekeluarga.
Bubur dan cakwe plus bihun goreng telah siap. Tinggal menuangkan ke mangkok. crystal, meski sudah bangun tetap menunggu makan bersama, kedua orang tuanya, juga adiknya. Bubur tersimpan dalam termos khusus, agar tetap panas.
Manika melanjutkan rutinitasnya. menyetrika pakaian, yang sudah menumpuk dari kemarin. Dalam seminggu jadwalnya dua kali. Karena hanya baju kerja dan seragam sekolah saja yang disetrika.
Tak lama kemudian kedua majikannya dan si anak bungsu keluar dari kamar. Mereka langsung menuju ruang makan. Mengetahui Manika yang sedang menyetrika, sang majikan perempuan berkata.
"Kakak, kamu sudah sarapan?"
"Sudah, perlu saya bantu?" ucap Manika.
"Tidak usah, kamu selesaikan saja pekerjaanmu,"
Manika kembali menyetrika, yang masih separuh. Semua pekerjaan ia lakukan dengan penuh tanggung jawab. Mengingat sang majikan sekeluarga yang sangat baik. Menghargai, juga memiliki toleransi yang tinggi.
*****
Malam harinya Manika diajak makan di luar, sebenarnya ia tak suka. Tapi tak enak hati karena sering menolak. akhirnya mau juga.
Restaurant di dalam regal riverside hotel, kini mereka berada. Manika memilih menu vegetarian.
Sementara menunggu pesanan datang. Manika pamit ke toilet. Cepat-cepat masuk karena sudah kebelet buang air kecil.
Ketika sedang mencuci tangan, sekilas Manika melirik perempuan di sebelahnya. Yang sedang memakai lipstick. Melalui cermin di depannya.
Perempuan cantik. Dengan pakaian modis yang cukup glamour. Serta tas branded ternama.
Perempuan itu, tersenyum melihat Manika. Kala mata mereka bertemu di dalam cermin, Manika pun membalas senyumnya, sambil mengangguk sopan.
"Indonesia?" tanya perempuan itu ramah pada Manika.
"Iya," jawab Manika. "Saya pikir Anda, bukan orang Indonesia," imbuh gadis itu.
"Banyak yang bilang begitu," ucap perempuan itu. "Diajak bos makan malam di sini?" Kembali perempuan itu bertanya.
"Iya, Mbak, sendiri?" Manika bertanya, sambil memerhatikan wajah yang kini berhadapan dengannya, ia merasa tak asing.
"Sama teman, aku keluar dulu yah." Pungkasnya. lalu perempuan itu pun keluar dari toilet.
Untuk sesaat, Manika tertegun sendirian. Sejurus kemudian ia baru menyadari. Kalau perempuan yang baru saja berlalu dari hadapannya, mirip dengan ibunya.
Kendati bertahun lamanya, tak pernah bertemu. Namun entah mengapa. Manika merasa, kalau perempuan cantik itu mirip ibunya. Walau tertutupi makeup. Tapi garis wajah perempuan itu, sama dengan orang yang telah melahirkannya.
Ada yang bergemuruh dalam dada gadis itu. Hatinya yang lama terluka, seperti tersiram air garam, kembali perih, bila mengingatnya. Semua rasa sulit terlukiskan kata.
Manika bergegas keluar. pandangannya menyapu, setiap sudut ruangan di dalam restaurant itu. Sampai akhirnya iris netranya, menangkap sosok yang mirip sang ibu. Berada di meja paling ujung. Bersama dengan seorang laki-laki.
Bersambung.