Part 5 Pemberian Pertama
Setelah mengucapkan terima kasih, Erick pun pamit, sebelum pergi ia menatap Manika dalam-dalam. Untuk beberapa saat. Mereka saling berpandangan. Ketika sadar keduanya jadi salah tingkah dan tersipu.
Manika masih memperhatikan Erick, hingga lelaki itu tak terlihat. Ia merasa aneh dengan lelaki itu. Ketika mata mereka bertemu. Namun cepat-cepat tersadar dan menggelengkan kepala, ia yakin hanya terbawa perasaan saja. Nanti juga akan hilang dengan sendirinya.
Kembali meneruskan niatnya untuk mencari makan, Manika menuju ke Taman, di mana banyak sesama pekerja menikmati libur. Biasanya selalu ada yang memanfaatkan waktu. Untuk berjualan masakan ala kampung. Meskipun sebenarnya hal itu dilarang oleh pemerintah Hongkong. Tapi tetap saja banyak yang nekat jualan.
Manika pun memesan gado-gado. Duduk bersama dengan pembeli yang lain, beralaskan tikar yang disediakan oleh si penjual. Tak lama kemudian ia pun menikmati makan siangnya, yang terasa nikmati. Entah karena lapar, atau memang gado-gadonya yang enak.
Biasanya Manika bersama kedua sahabatnya. Delalu makan di tempat yang berbeda. Mencicipi masakan dari berbagai Negara. Karena ia pikir mumpung kerja. Sambil berwisata sekalian wisata kuliner.
Selesai makan dan membayar, Manika beranjak pergi. Ia tipe orang yang tak suka duduk diam tak melakukan apa pun. Seperti sebagian orang. Yang hanya duduk seharian di kala menikmati hari libur.
Bergegas melangkah menuju ke perpustakaan. Setidaknya bisa membaca buku duduk nyaman tanpa terganggu. Bisa juga memakai komputer gratis. Tempat itulah yang selalu ia kunjungi kala libur seorang diri.
Manika bukannya tak pandai bergaul. Tetapi dia memiliki jiwa petualang. Tak semua orang sepemikiran. Sebab itu ia hanya berteman sekadarnya saja dengan yang lain.
Berbeda dengan Tyas dan Ayuni, yang saling memahami. Makanya tempat ternyaman bagi Manika, saat libur sendiri di perpustakaan, karena tenang bebas dari kebisingan.
*****
Tyas yang sedang belanja di pasar. Untuk acara makan malam, di rumah bosnya. Mencoba menelepon Manika. Ingin tahu keberadaan sahabatnya itu. Setelah agak lama akhirnya telepon pun dijawab.
"Lama amat angkat teleponnya, lagi di mana, Nik?" Ucap Tyas.
Karena di pasar sangat ramai. Ia tak bisa mendengar suara Manika, Panggilan pun terputus. Tyas mencoba menelepon lagi. Namun pesan dari Manika telah lebih dulu sampai. Yang memberitahu kalau saat ini, dia sedang berada di perpustakaan. Tyas pun membalas pesan dari sahabatnya itu. Selanjutnya kembali berbelanja.
Setelah megecek catatan di kertas, Tyas merasa lega. Karena bahan masakan sudah terbeli semua. Singgah sebentar di toko indonesia, untuk membeli tempe, juga kencur rencana mau buat sambal. Tyas duduk untuk minum dan makan beberapa gorengan. Setelah selesai ia pun ke kasir untuk membayar.
"Cuma ini aja Mbak, tempe, kencur, cabe rawit?" tanya si pegawai kasir.
"Tambah gorengan dua, dan minuman botol ini." Tyas menunjukan botol minumannya.
"Semua 46 dolar Mbak," ucap pegawai kasir.
Tyas memberikan uang kertas lima puluhan dolar, untuk membayar. Setelah menerima kembalian ia bergegas melangkah untuk pulang. Baru saja keluar dari pasar. Hampir saja bertabrakan dengan seseorang, ia tersenyum, begitu pun dengan sosok perempuan cantik yang hampir menabraknya.
"Nggak libur, Mbak?" tanya si perempuan cantik pada Tyas.
"Nggak nih lembur, mau ada pesta di rumah," jawab Tyas.
"Oh gitu, nggak apa yang penting di bayar sebagai ganti nggak libur," ucap perempuan itu lagi.
Belum sempat Tyas bicara lagi, seseorang memanggil perempuan itu, dari arah seberang.
"Laras, sini!" perempuan itu berjalan kearah temannya, setelah pamit pada Tyas.
Tyas memandangi kepergian kedua perempuan itu. Ia baru sadar kalau perempuan itu bernama Laras, Tyas mencoba mengejar. namun karena bawaan belanjanya banyak, ia mengurungkan niatnya. Apa lagi di lihatnya kedua orang itu jalannya seperti buru-buru.
Tyas memang belum pernah bertemu, dengan Laras ibunya Manika, hanya melihat photo yang di tunjukkan oleh sahabatnya. Itu pun photo lama. Jadi ia tak yakin kalau perempuan tadi ibunya Manika. Apa lagi perempuan tadi terlihat masih muda dan cantik.
****
Sementara itu, Manika yang berada di perpustakaan. Karena sudah lumayan lama. Rasa kantuk mulai menyerang. Sebelum ketiduran ia pun keluar. Berjalan-jalan sendiri di New town Plaza. Memasuki toko pakaian dengan mereka dagang yang cukup ternama, namun harga masih terjangkau.
Pengunjung cukup banyak. Walau pendemi belum berakhir. Namun warga Hongkong, yang taat dengan protocol kesehatan. Tetap bisa bepergian. Asalkan tetap patuh dengan aturan yang ada.
Manika yang sedang memilih cardigan. Tak sengaja melihat, sebuah kertas terjatuh, dari saku seseorang yang kebetulan melewatinya. Ia memungut kertas itu, dan mengejar pemiliknya
"Permisi, maaf ini milikmu terjatuh." Manika memberikan kertas tersebut kepada pemiliknya, dalam bahasa inggris
"Oh terima kasih," ucap lelaki berwajah bule itu.
"Sama-sama." Manika tersenyum, dan mengangguk. Ia kembali memilih cardigan. Sementara lelaki itu nampak berjalan. Menuju ke tempat pakaian pria. Dari jauh lelaki bule itu mencuri pandang ke arah Manika.
Sayangnya lelaki itu tak bisa memandang wajah Manika, karena tertutup masker. Hanya kedua mata dan alisnya yang rapi alami, bukan buatan, nampak cantik dalam pandangannya.
Manika berniat membeli cardigan. Sesaat ia nampak bingung. Memilih dua warna kesukaannya. Antara hitam dan krem. Tiba-tiba saja lelaki bule tadi menghampirinya dan berkata.
"Keduanya bagus, kenapa nggak beli dua-duanya saja, dari pada bingung." Lelaki itu tersenyum pada Manika.
"Aku cuma mau beli satu," tutur Manika.
"Sini aku bantu!" Lelaki itu mengambil kedua cardigan yang di pegang Manika. Hendak membawanya menuju kasir
"Hey, apa yang kamu lakukan!" seru Manika.
"Biar sekalian sama punyaku bayarnya," ucapnya terlihat santai, tak memedulikan gadis itu, yang terlihat serba salah.
"Biar aku bayar sendiri. Aku cuma mau beli satu," Manika masih berusaha, Namun lelaki itu bergeming. Tetap melangkah meninggalkan gadis itu yang keheranan.
Manika pun terdiam. Sementara lelaki yang belum tahu siapa namanya itu. Sedang membayar di kasir. Setelah selesai ia mendekati Manika. Memberikan paper bag berisi cardigan. Tentu saja Manika jadi bingung juga tak enak hati. Karena merasa belum kenal. Lagi pula ia tak biasa menerima pemberian dari seorang laki-laki.
"Ambillah, sebagai Hadiah perkenalkan kita!" pinta lelaki itu.
"Maaf, aku tak biasa Dan belum pernah, menerima hadiah, dari orang yang belum kenal," ucap Manika.
"Kalau begitu, kita, kenalkan dulu yuk!" ajaknya sambil mengulurkan tangannya.
Mau tak mau akhirnya, Manika pun menerima uluran tangan lelaki itu.
"Namaku, Andrew, dari Canada."
"Aku, Manika, dari Indonesia."
"Bagaimana cara memanggilmu, yang mudah?" tanya Andrew.
"Panggil saja, Nik, atau Niki, Nika juga boleh."
"Oke Nik, sekarang kita sudah saling kenal. Tidak ada alasan lagi, untuk menolak. Ambillah ini!" Andrew menyodorkan kembali, paper bag itu pada Manika.
Dengan ragu-ragu gadis itu menerimanya.
"Terima kasih," ucapnya.
"Sama-sama." balas Andrew.
Bersambung.