Part 3 Berkesan
Manika dan Ayuni benar-benar heran, sepanjang jalan melihat banyak sekali warga dari negara Philippina yang sedang berlibur.
Tyas mengajak mereka naik tram listrik, kendaraan yang menjadi salah satu ikon kota Hongkong peninggalan inggris, yang hanya ada di pusat Kota. Selain unik jauh dekat ongkosnya sama, sangat murah yaitu dua dolar enam puluh sen. Tidak heran kalau selalu penuh dengan penumpang, apa lagi hari minggu.
Lagi-lagi Manika dan Ayuni, dimanja dengan pemandangan indah, kali ini kanan kiri gedung yang rapat, di bawahnya pertokoan, dari Central melewati Admiralty, Wan Chai, dan akhirnya mereka sampai di Causeway bay.
Turun dari Tram atau teng-teng, begitu warga menyebutnya. Mereka bertiga menuju salah satu rumah makan Indonesia, untuk makan siang, walau sudah terlambat sebenarnya. Ayuni dan Manika dibuat tercengang begitu banyaknya teman-teman seperjuangan berada di Causeway bay, hingga untuk jalan saja sulit. Terutama di jalan Sugar street, yang padat sampai berdesakan.
Mereka berdua heran, karena saat ini musim pandemi, tapi di Hongkong bisa berdesakan seperti yang terlihat. Tyas menjelaskan kalau saat ini sudah ada kelonggaran, yang penting tetap pakai masker.
Akhirnya mereka mendapat tempat duduk, dan siap memesan makanan. Ayuni pesan nasi bebek goreng dan lalapan, Tyas nasi iga bakar, sementara Manika memilih sate campur plus nasi tentunya.
Tak lama kemudian pesanan pun datang, mereka makan saling bertukar lauk, kebiasaan dulu ketika di kampung terbawa sampai ke Hongkong. Ketika sedang menikmati hidangan makan siang dengan lahap, terdengar dari meja sebelah, yang sedang membicarakan kejadian penusukan terhadap perempuan bernama Larasati.
"Kamu di sana waktu kejadian?" tanya salah satu orang itu.
"Iya, tapi waktu si Laras belum di tusuk," kata yang lain.
"Lah terus yang liat siapa?" tanya yang lainnya.
"Siapa lagi kalau bukan teman deketnya si Laras, untung aku pergi tepat waktu, kalau nggak, bisa di kantor polisi aku saat ini,"
"Syukurlah kamu nggak terlibat, aku kan udah bilang, jangan bergaul terlalu dekat sama mereka. Laras itu bukan orang baik, dia itu nggak peduli biar sudah punya cowok, masih tetep kurang. Mungkin dia itu maniak seks kali," tutur salah satu dari mereka.
Manika yang sedang makan, langsung berhenti. Tyas dan Ayuni tentu saja tahu apa penyebabnya. Tyas menyentuh tangan sahabatnya yang sedang galau.
"Habiskan dulu makannya, nanti kita cari tahu, sama-sama yah!" bujuk Tyas pada Manika.
"Iya, Nik, janganlah berprasangka buruk," bisik Ayuni lirih.
Manika tak menjawab. Namun ia kembali memaksakan diri menghabiskan makanannya. Karena terbiasa sedari kecil di ajari bapaknya untuk tidak membuang makanan. Di luar sana masih banyak orang yang kelaparan. Begitu kata sang bapak.
Empat orang di meja sebelah. Yang tadi membicarakan Laras siap-siap untuk keluar. Tyas yang sudah selesai makan langsung mengikuti mereka. Sampai di luar ia bertanya pada salah satu orang tersebut.
"Mbak, maaf boleh tanya?" ucap Tyas.
"Ya, ada apa yah?" ucap salah satu orang itu.
"Itu, tadi aku denger Mbak berempat ngomongin tentang Laras, boleh tahu nggak, dia aslinya mana?" tanya Tyas.
"Mbak, kenal dengannya?" mereka balik bertanya.
"Justru itu, aku lagi nyari temenku, sekampung yang hilang kontak, namanya Larasati dari Banjarnegara, siapa tau kan orang itu tetanggaku," tutur Tyas.
"Ooh gitu, tapi yang kita bicarakan bukan tetangganya Mbak, orang dia dari Cilacap," pungkas orang itu lalu mereka pun pergi.
Tinggallah Tyas yang mematung di tempatnya. Tak tahu apa yang harus ia lakukan. Jawaban orang itu membuatnya syok. Ternyata perempuan yang bernama Laras, yang menjadi korban penusukan, berasal dari Cilacap. Mungkinkah itu ibunya Manika. Walau bisa saja orang lain yang kebetulan nama dan asalnya sama.
Untuk beberapa saat Tyas masih termenung, hingga tak menyadari. Kedua sahabatnya sudah berada di dekatnya. Memerhatikan dirinya dengan perubahannya yang nampak gelisah.
"Gimana, Yas, dapat informasi apa dari mereka tadi?" tanya Ayuni membuyarkan lamunan Tyas. Belum sempat menjawab, Manika sudah bersuara.
"Sudahlah, nggak usah di pikir. Dia Ibuku atau bukan, aku nggak peduli. Mendingan sekarang kita jalan yuk, katanya mau ngajak ke kantor KJRI." Manika menggandeng tangan Tyas, mereka pun berjalan menuju tempat yang sudah di janjikan.
Tyas mengerti, ada luka di hati Manika. ia tak ingin menambah rasa sakitnya. Namun ia akan tetap mencari tahu tentang Larasati yang kini berada di rumah sakit.
Hari libur pertama buat Manika dan Ayuni cukup berkesan. Meskipun agak sedikit terganggu, dengan berita tentang Larasati. Yang belum tahu kejelasannya. Namun mereka mencoba untuk tidak memikirkan hal itu.
Setelah singgah sebentar di kantor perwakilan RI, mereka bertiga berjalan-jalan di pusat perbelanjaan times square. Setelah itu tak lupa mampir ke masjid ammar, daerah Wan Chai, yang lokasinya tak terlalu jauh, dari Causeway bay, untuk menunaikan sholat ashar.
"Nanti, kalian, bisa pulang sendiri, atau aku antar?" tanya Tyas, pada Manika dan Ayuni, setelah mereka keluar dari masjid.
"Kami, pulang sendiri saja. Insya Allah, bisalah, kalau nggak tahu kan bisa nanya orang, lagian, orang Indonesia bertebaran di mana-mana ada," jawab Ayuni.
"Beneran nih nggak kuantar?"
"Iya, kita bukan anak kecil, tenang aja, kalau nggak tahu tinggal nelpon si boss, beres kan," jawab Manika.
"Ya udah kita jalan-jalan lagi yuk, masih ada waktu!" ajak Tyas. Mereka pun kembali berjalan melewati pasar, pertokoan, menikmati sore yang cerah.
Waktu semakin beranjak, Manika dan Ayuni akhirnya pamit pada Tyas, karena hari pertama libur, tak ingin pulang terlalu malam. Berdua mereka naik MTR (kereta) dari causeway bay pindah di stasiun Admiralty, mereka pun berpisah di kowloon tong.
Manika melanjutkan perjalanan, dengan berpindah kereta lagi, ia bersyukur karena ada beberapa, sesama orang indonesia yang sama tujuannya. Akhirnya sampai di stasiun Sha Tin.
Bersama teman baru yang ketemu di dalam kereta, menuju terminal. Kurang lebih sepuluh menit naik bus sampai di bawah apartmen tempat tinggalnya, setelah mengucapkan terima kasih, Manika pun turun dari bus.
Kepulangan Manika di sambut kedua anak majikan, mereka bertanya padanya, dari mana saja. Namun belum sempat menjawab, majikan perempuan menyuruhnya langsung mandi, karena habis bepergian. Manika pun memahami dan bergegas masuk ke kamarnya.
Selesai mandi, Manika pun mengerjakan kewajibannya yaitu shalat, ia sangat bersyukur karena memiliki kamar sendiri, sehingga bisa bebas melakukan kegiatan beribadah. Kedua anak majikan sudah di beri pengertian oleh orang tuanya, untuk tidak memasuki kamar Manika tanpa seijinnya.
Manika keluar dari kamar, menuju ke dapur barang kali ada piring kotor yang perlu di cuci, meskipun libur bebas dari tugas, ia pikir tak mengapa mengerjakannya, tapi ternyata dapur terlihat bersih. Ia pun mengira kalau sang majikan sekeluarga habis makan di luar.
Segera Manika keluar dari dapur, tiba-tiba kedua anak majikan langsung menarik tangannya mengajaknya bermain, ia pun mengikuti kedua bocah itu ke kamar mereka.
Di lain tempat, Tyas yang masih berada di luar, bertemu dengan salah satu temannya, untuk mencari tahu tentang ibunya Manika.
Setelah menghubungi orang-orang yang ia kenal, yang tergabung dalam organisasi, baik keagamaan mau pun ketenagakerjaan. Namun belum juga mendapatkan informasi, tentang Larasati si korban penusukan.
"Yas, kamu kok pengin tau banget, si korban penusukan yang di Tsim Sha Tsui itu. Emang siapa sih dia?" Sari teman Tyas bertanya dengan penasaran.
Bersambung.