Bab 1 Perjuangan Manika
[Assalamu'alaikum, Yas, aku dan Ayuni sudah sampai di bandara, lagi nunggu hasil swab,] tulis manika melalui pesan di ponselnya untuk Tyas Sahabatnya.
[Walaikum salam, syukurlah, karantina di hotel apa?] balas Tyas.
[Vela boutique hotel 84-86 Morrison Hill Road - Wan Chai, Kalau Ayuni di hotel best western - Causeway bay] balas Manika.
[Oh ya udah nggak apa, masih deket dari Wan Chai ke Causeway bay. Selamat datang di Hongkong, semoga kalian betah sampai habis kontrak, berdoa saja bosnya baik.] Kembali Tyas membalas
[Terima kasih ya Yas, untuk semua bantuanmu, kami bisa sampai di sini semua karena kamu.] Kembali Manika membalas.
Karena tak ada balasan lagi, Manika memasukan ponselnya kedalam tas. Pandangannya menyapu ke penjuru ruangan, dilihatnya teman-teman seperjuangan, yang duduk berjauhan satu dengan yang lainnya, karena harus jaga jarak.
Manika masih tidak percaya, kalau saat ini sudah berada di Hongkong. Ia sangat bersyukur pesawat Singapore airlines yang membawanya mendarat dengan selamat.
Butuh perjuangan untuk bisa sampai di Negeri ini, apa lagi musim pendemi. Tidak hanya peraturan ketat yang harus di taati oleh semua orang, termasuk Manika. Namun perjuangannya mendapat ijin dari bapaknya itulah yang paling sulit.
"Bapak tidak ikhlas kalau kamu ke luar Negeri, Nduk," kata Bayu Prastowo pada Manika suatu hari, ketika sang anak meminta ijinnya.
"Nika janji, Pak, tidak akan lupa diri seperti …." Belum selesai bicara, Bayu memotong kata-kata Manika.
"Cukup, Nduk, pokoknya Bapak tidak mengijinkan titik!" Bayu segera berlalu, meninggalkan Manika yang terdiam mematung.
Manika tak berani membantah. Karena rasa sayangnya pada sang bapak. Semenjak ibunya pamit ke luar Negeri, bertahun-tahun tak ada kabar beritanya, bapaknyalah yang membesarkan dirinya.
Usia Manika baru tujuh tahun, ketika sang ibu pamit ke luar Negeri. Tak disangka kepergian Larasati tak pernah kembali, jangankan kirim uang kabar pun tak pernah. Bayu dan Manika masih berharap suatu saat dia akan kembali pulang.
Tahun berganti, hingga Manika lulus SMA, Larasati tetap tak ada kabar beritanya. Bayu bertahan dengan kesetiaannya. Walau keluarga sang istri sudah berkali-kali menyuruhnya untuk menikah lagi, ia tetap bergeming.
Setelah lulus SMA itulah Manika minta ijin pada bapaknya untuk ke luar Negeri tepatnya ke Hongkong. Dengan tujuan mencari ibunya selain bekerja Namun tidak mendapat ijin dari bapaknya.
Akhirnya Manika kuliah menuruti kemauan sang bapak, walau hanya D1. Ia tak ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya. Karena tak ingin sang bapak bekerja keras untuk membiayainya. Ia memilih untuk bekerja. Hingga pada suatu hari, Manika tak sengaja mendengar percakapan bapak dan temannya.
"Yu, sebaiknya kau talak saja istrimu," ucap Sandi, salah satu teman Bayu, yang baru pulang dari Hongkong.
"Kenapa?" tanya Bayu.
"Laras istrimu, hidup bebas di Hongkong," ucap Sandi.
"Maksudmu, bebas bagaimana? Kamu ketemu sama istriku?" tanya Bayu kembali.
"Iya."
"Bagaimana ceritanya?"
"Laras di sana, hidup bebas. Dengan laki-laki lain, aku lihat sendiri. Untung saja dia tak mengenaliku. Perlu kamu tahu, istrimu itu sering ganti pasangan. Mungkin itu yang membuatnya tak pernah berkirim kabar padamu. Dia terlena dan menikmati hidupnya," tutur Sandi panjang lebar.
Sandi mengambil ponselnya, memperlihatkan foto-foto Larasati pada Bayu. Meskipun penampilan sang istri bak model, dengan pakaian minim dan seksi. Tapi Bayu masih mengenalinnya.
"Sekarang percaya?" tanya sandi.
Bayu terdiam tak tahu harus berkata apa. Sandi adalah sahabatnya tak mungkin ia berbohong, apa lagi ada bukti foto istrinya, yang nampak masih muda dan bahagia.
"Siang malam aku memikirkannya. selama lebih dari lima belas tahun. Aku pikir, dia mengalami nasib buruk ternyata …. " Bayu tak mampu meneruskan kata-katanya. Hatinya hancur, kesetiaan dan penantiannya sia-sia. Ia tak menyangka, wanita yang sangat ia cintai. Kini telah toreh kan luka.
"Sudahlah, Yu, lupakan dia! Tak pantas orang seperti, Laras, kau tunggu. Setahun dua tahun masih bisa dimaklumi, lah ini sudah belasan tahun, Yu!"
Sandi terus berusaha menyadarkan sahabatnya. Agar tak lagi berharap pada istrinya yang lupa diri, di Negeri orang.
Bayu menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskan perlahan. Mencoba menahan mengurangi sesak yang menghimpit dadanya.Tanpa sepengetahuannya, sang putri mendengar semuanya.
Hati Manika lebih hancur mendengar kabar tentang ibunya. Sakit sekali rasanya. Ia dan bapaknya berdoa siang malam. Selalu memikirkan keselamatan sang ibu di negeri orang. Ternyata yang dipikirkan lupa diri menikmati hidupnya dengan bebas. Tak ingat anak dan suami.
Ada kebencian menyusup dalam hati Manika. Kerinduan bertahun-tahun menguap, menyisakan amarah terpendam. 'Ya Allah, maafkan hamba, kalau di hati ini tumbuh rasa benci, pada orang yang telah melahirkanku' batinnya berkata.
Manika menelepon sahabatnya, Tyas, yang sedang bekerja di Hongkong semenjak lulus SMA. Menceritakan kepedihan hatinya, dan mengutarakan keinginannya. Ingin bekerja sekaligus mencari ibunya.
Karena sudah tahu sang bapak tak mungkin mengizinkan, Manika pun mencari ide. Yaitu menyuruh bapaknya menikah. Gadis itu berpikir keras, agar izin dari bapaknya ia dapatkan.
Dengan bantuan Tyas, akhirnya Manika menemukan sosok yang pantas untuk pendamping bapaknya, yaitu Mustika. Tak lain kakak sepupu Tyas.
Berbagai upaya Manika merayu bapaknya untuk menikahi Mustika. Sementara Tyas pun merayu sang, kakak sepupu, untuk menerima Bayu.
Akhirnya Bayu mau menikah dengan Mustika. Kendati pada awalnya tak saling suka. Namun lambat laun cinta hadir di antara mereka. Manika pun sangat bahagia.
Manika membulatkan tekatnya, untuk pergi ke Hongkong. Berkat bantuan Tyas. Manika berdua dengan Ayuni sahabatnya. mendapatkan pekerjaan.
Tinggal satu langkah lagi izin dari bapaknya. Walau awalnya menentang namun akhirnya Bayu mengalah karena melihat kesungguhan putrinya. Dengan syarat harus selalu memberi kabar, dalam kondisi apa pun.
Manika sangat berterima kasih pada ibu sambungnya yang turut serta meyakinkan bapaknya hingga izin itu diperolehnya.
"Nik, ayo jalan! malah bengong." panggilan Ayuni membuyarkan lamunan Manika. Mereka berjalan sesuai petunjuk dari para petugas bandara. Dengan tetap menjaga jarak.
Setelah melalui imigrasi dan mengambil bagasi mereka di arahkan menaiki kereta menuju satu ruangan. Dari sana mereka akan diantar ke hotel masing-masing yang telah di booking oleh sang majikan. Manika dan Ayuni naik mobil yang sama karena hotel mereka berdekatan.
Sepanjang perjalanan dari bandara menuju hotel. Yang terlihat gedung-gedung yang menjulang tinggi baik perkantoran, mau pun apartemen, dari yang biasa sampai yang terlihat mewah.
Pegawai yang khusus mengantar setiap pendatang, dari luar Negeri memberitahu. Sesaat lagi tiba di vela boutique hotel. Manika pun bersiap-siap. Setelah mengucap salam perpisahan dengan Ayuni. akhirnya sampailah tepat di depan pintu Hotel.
Pegawai hotel yang menyambut kedatangan Manika. Mengantarnya ke tempat resepsionis. Setelah mendapat kunci kamar. Ia di antar sampai masuk lift. Pegawai hotel berpesan, lebih tepatnya memperingatkan. Agar selama dalam lift tidak menyentuh apapun. Tombol sudah di pencet di angka sembilan.
Sampai di lantai sembilan Manika mencari kamar no 12, Akhirnya sampai di kamar hotel yang nyaman dengan pemandangan menghadap jalan raya. Ramai lalu lintas, juga banyak para pejalan kaki.
Menjalani karantina selama 21 hari hanya makan tidur, nonton televisi dan ngobrol lewat telepon. Untungnya Wi-fi gratis sinyal selalu kuat. Setiap pagi Manika tetap berolah raga agar badan tetap sehat.
Bagaimana kisah Manika selanjutnya? Ikuti terus ya. Jangan lupa beri dukungan.
Bersambung.