Chereads / Liebe Wand / Chapter 42 - PERTEMUAN ANEH

Chapter 42 - PERTEMUAN ANEH

Indah masih duduk mematung di depan rumah sambil merenungi apa saja yang mungkin bisa direnungkan. Entahlah, semakin ia ingin bisa bebas dari segala pikiran yang menghantuinya selama ini, selama itu pula pikiran-pikiran aneh dan semakin menyudutkan dan menyalahkannya semakin besar datang menghantuinya.

Bahkan sekarang malam sudah semakin gelap. Indah yang sedikit penakut sama sekali tak bergeming. Kalaupun ketemu hantu tak masalah. Toh apa yang bisa ia lakukan untuk kehidupan ini. Pikirannya dalam hati.

Sesaat, ia sedikit terkejut karena melihat seseorang jalan sempoyongan. Indah terkesiap. Jantungnya berdegup kencang. Siapa dia. Kenapa jalannya seperti zombi. Indah berdiri, menelan ludah dan bersiap masuk rumah sebelum ia berhasil melihat sekilas wajah orang itu. Tapi, ia mencoba memperhatikan orang itu lagi. Entahlah, ia seperti mengenalinya saja. Tapi, samar-samar ia berpikir, tentang siapa orang itu. Ia mengambil nafas, dan bersiap memasuki rumah itu saat bayangan itu semakin jelas.

"Vian."

"Hai Indah," Vian tersenyum.

"Kamu dari mana malam-malam begini?"

"Aku nyari rumah kamu, eh ternyata rumah kamu di sini?" Bau alkohol menyeruak. Membuat Indah menutup hidung.

"Kamu bau banget, darimana sih?"

"Iya, aku bau banget ya. Biasa, tadi habis nolongin anak-anak. Mereka mabok, muntah-muntah."

"Oh."

"Rumah kamu yang mana?"

"I ... ini rumah aku," desis Indah bingung.

"Oh, boleh aku masuk ya. Sudah malam, aku takut ada hantu."

"Em ... tap ... tapi ...."

Indah bingung. Ini kan sudah malam.

"Kenapa? Nggak boleh?" Vian melipat tangannya.

"Tapi ini kan sudah malam. Nggak enak sama tetangga."

Vian tersenyum, "Ayolah Indah, ini Jakarta. Kota besar. Sudah nggak ada yang peduli. Lagipula, sekarang masih sepi kan."

Indah melihat sekeliling. Benar juga apa yang dikatakan Vian. Pikirnya dalam hati.

Indah mengangguk. Ia pun mempersilahkan Vian masuk. Vian segera meletakkan ranselnya dan duduk di kursi sambil langsung memejamkan mata.

Meski bingung Indah menutup pintu dan mengamati adik-adik, takut kalau ada yang terbangun. Ia menatap Vian yang dalam sekejap saja sudah tertidur pulas. Pelan, ia mendekati lelaki itu. Entahlah, menatapnya saja seakan membuatnya bahagia. Bukankah saat ia tidur bersama, ia belum sempat melihat Vian tidur. Dan sekarang, Indah seperti menemukan emas. Ya, ia bahagia menatap wajah tampan itu tidur. Ia merasa, Vian berada di dalam kuasa sepenuhnya.

Pelan Indah tersenyum, dan malu sendiri. Ia memperhatikan sekeliling dan bingung sendiri. Ia, malu pada siapa. Baiklah, sudah kepalang basah. Indah tak tahan lagi. Ia menyentuh wajah tampan itu dan menempelkan bibirnya, pada bibir Vian, membuatnya sedikit membuka mata.

Deg!

Indah terkesiap. Tak menyangka Vian akan terbangun. Dan entahlah, jantungnya beregup sangat kencang dan debaran itu semakin menyiksa. Ia seperti tak bisa melakukan apapun. Masalahnya, kenapa Vian harus membuka mata di saat yang tidak tepat. Benar-benar membuatnya sangat malu.

"Eh, maaf," Indah tersipu.

Vian tersenyum, "I love you."

Deg!

"Em, apa?"

"Ada apa?"

"Kamu tadi bilang apa?"

"Oh itu ...."

"Iya, katakan sekali lagi!"

"Oh ...."

Indah berharap Vian mengatakannya lagi. Entahlah, ini ada hal yang paling romantis yang pernah terjadi padanya. Indah mulai merasakan kebahagiaan yang aneh.

Vian tersenyum lagi, lalu tertidur.

Sementara Indah hanya bisa menahan nafas. Apa yang baru saja didengarnya, sungguh membuatnya bahagia. Sebenarnya, rayuan seperti itu sudah sering ia dapatkan. Dan hal itu membuat dirinya biasa-biasa saja. Tapi malam ini, dengan melihat Vian yang seperti ini, sungguh membuat dirinya sangat tak berdaya. Indah mengigit bibir, mengamati wajah Vian sepuasnya. Sungguh, wajah yang begitu sempurna. Kulit bersih itu, kedua mata yang selalu tampak sayu tapi menyiratkan keindahan, hidung mancung tapi sangat mewakili orang Indonesia, dipadu dengan bibir tebal yang mani itu. Sungguh, ketampanan Vian baginya sangat Indonesia banget menurut Indah. Ya, dia adalah keturunan orang Indonesia asli yang menurutnya paling tampan.

"Kak ...."

"Siapa itu ...," bisik Indah.

"Kak ...."

"Iya."

"Kakak ...."

Deg! Indah tergagap. Pergi ke kamar dan mendapati semua adiknya masih tidur. Untunglah. Rupanya Bela mengigau. Ia mengamati Vian lagi yang juga masih tertidur. Tapi, seperti ini terus bisa bahaya. Bagaimana kalau adiknya tahu.

Indah segera membangunkan Vian. Sebenarnya, sangat tidak tega dan sayang sekali. Tapi, kalau sampai orang lain tahu bahkan Pak RT bagaimana. Tentu ia tak mau kena masalah. Apalagi, sekarang Ayah sedang dirawat. Ini benar-benar buruk. Bagaimana bisa ia berpikir yang aneh-aneh. Seharusnya ia tak mengijinkan Vian masuk tadi.

"Vi, bangun."

"Emmmm ...."

"Bangun Vi. Pulanglah. Ini sudah malam. Gak baik malam-malam berkunjung ke rumah orang," bisik Indah.

Vian sedikit membuka mata, tersenyum, "Apa?"

"Pulanglah."

"Apa? Pulang?" Vian mengerutkan kening.

"Shuut ... jangan keras-keras, nanti adik-adik bangun!" Indah meletakkan telunjuknya di bibir.

"Oh, iya."

"Sekarang, kamu pulang ya, kapan-kapan kamu bisa berkunjung lagi. Tapi, jangan malam ya."

Vian mengangguk, "Ini, ambillah, untukmu."

"Apa ini?" Indah heran. Ia mengamati tas ransel milik Vian.

"Sekarang itu milikmu, ambilah. Semuanya. Di dalam ada isinya kok?"

"Oh. Terima kasih ya. Kamu selalu bantu aku Vi."

Vian tersenyum, "Sama-sama. Oh ya. Bisa minta tolong ambilkan air putih. Nggak tahu ini tenggorokanku kering sekali."

"Oh iya, tentu," Indah bergegas mengambilkan air minum.

"Oh ya, kamu pulang naik apa?" Indah menyodorkan gelas berisi minuman.

"Taksi online lah. Tolong pesankan ya."

"Oh ok, siap," Indah segera mengambil ponselnya.

"Alamatnya, silahkan isi ya," Indah menyodorkan ponselnya dan mengambil gelas yang sudah kosong dalam sekejap.

"Terimakasih ya."

"Sama-sama."

"Aku seneng banget bisa main ke sini."

Indah mengerutkan kening, "Main?"

"Iya," Vian mengangguk.

Indah tersenyum, "Main kok malem-malem."

"Bukankah itu lebih seru."

"Tapi nggak enak Vi."

"Benarkah?"

"Iya dong," Indah mengangguk.

"Besok aku ke sini lagi ya."

Deg! Perkataan Vian itu membuat Indah berdebar-debar.

"Ya, tentu saja, aku tunggu."

"Ah nggak jadi deh, kapan-kapan aja," kata Vim asal.

Sesaat, mereka terdiam. Indah tersipu malu dan bolak-balik menunduk. Membuat Vian tertawa cekikikan.

"Shuut .... Vi. Kamu diem dong, nanti adik-adikku bangun," Indah buru-buru menutup mulut Vian.

"Em ...," dibekap seperti itu, Vian hanya bergumam tidak jelas.

"Hus ... awas, jangan keras-keras!"

"Iya iya. Maaf, kamu tenang aja. Habis kamu lucu," bisik Vian.

Indah melengos, "Eh, taksi onlinenya sudah mau nyampe tuh."

"Ok," Vian bergegas.

"Eh, jaketnya," Indah buru-buru memakaikan jaket Vian. Membuat mereka semakin dekat. Indah tersipu malu, karena ditatap Vian seperti itu. Oh, Tuhan, kenapa malam ini indah sekali. Bisik Indah dalam hati.

"Ehm."

Indah tersentak. Vian tertawa lagi.

"Shuuut ...," Indah memberinya isyarat.

"Tenang, sudah ya, aku pulang, terimakasih untuk semuanya."

"Sama-sama."

"Kak, itu siapa?"

Deg!