"Aduh," pekik Pak Mario.
"Ayo turun yang, sepertinya tadi kita nabrak anak-anak."
Mereka segera turun. Terlihat seorang anak laki-laki memegangi lututnya.
"Adik, nggak apa-apa?" tanya Pak Mario panik.
"Aduh, sakit Pak."
"Baik, kita bawa ke rumah sakit Yang," ujar Bu Popi.
Pak Mario bergegas membawa anak itu ke mobil.
"Kencrengan saya ...," ujar anak itu.
Bu Popi segera mengambil kencrengannya yang tertinggal.
Mobilpun melaju ke rumah sakit.
"Hey, kamu nggak apa-apa kan," kata Pak Mario sambil tetap serius menyetir.
Bu Popi yang menggendong anak itu melihat luka di kaki anak itu. Dengan gemetar ia mencoba memeriksanya.
"Nggak apa-apa kan sayang," bisik Bu Popi.
"Gak apa-apa kok Bu," kata anak lelaki itu, dengan rasa kagum pada wanita yang sangat lemah lembut ini.
*****
"Kok belum datang ya. Biasanya jam segini Dino sudah datang," ujar Dini gelisah.
"Ok deh, Bel, kamu pulang aja jaga adik-adik. Biar aku dan Dini di sini nunggu Dino.
"Ok deh," Belapun bergegas.
"Memangnya biasanya ngamennya sebelah mana?" tanya Indah membungguk, menjenjari adiknya yang sedang duduk.
"Nggak tentu Kak. Tergantung sikon. Kalau pas lagi banyak yang ngepalak ya kita ganti lokasi."
"Lah, kok gitu?"
"Iya Kak, saingan kita banyak. Kita harus pandai-pandai melindungi diri."
"Tapi, selama kamu di sini nggak apa-apa kan, nggak yang nyakitin kamu kan."
Dini menggeleng, "Nggak apa-apa kok Kak, aku baik-baik aja."
"Lebih baik, kamu nggak usah ngamen-ngamen kayak gini lagi. Terlalu bahaya."
"Lah, terus kita mau kerja apa?"
"Udah-udah. Dipikir nanti aja. Sekarang, kita nunggu Dino aja ya."
"Oh, iya Kak."
Indah mengambil nafas. Baiklah, adiknya harus berjibaku dengan kerasnya Ibukota setiap hari hanya untuk mengais sedikit rupiah. Sementara dirinya, benar-benar payah. Ia kembali menyesali dan mengutuki dirinya sendiri. Seharusnya ia belajar yang serius di sekolah. Bukannya cuma main-main seperti itu. Indah berdecak, benci degan dirinya sendiri.
Suasana semakin panas. Sengat matahari membuat kulit Indah terasa terbakar.
"Ok kita tunggu lima menit lagi ya. Tadi gak barengan?"
"Supaya kita cepet dapat uangnya kita nggak barengan Kak. Cuma kita udah janjian jam satu harus sudah di sini. Ini udah mau setengah dua loh. Kan tadi Dini barusan tanya sama Mbak-mbak itu," Dini menunjuk ke arah seorang gadis yang sedang menelfon tak jauh dari tempatnya.
"Iya, iya. Sabar ya, kita tunggu sebentar lagi."
Dini mendengus kesal, "Tapi sampai kapan Kak?"
"Ya sampai Dino datang."
"Lah dia nggak datang-datang."
"Iya itu makanya kita tunggu."
"Kalau misalnya gak datang-datang, gimana?"
"Nggak lah, dia pasti datang."
*****
"Bagaimana Dok, keadaannya?" tanya Pak Mario panik.
"Tidak apa-apa kok. Cuma lecet sedikit. Sekarang sudah bisa langsung pulang."
Pak Mario dan Bu Popi berbinar, "Ah terimakasih Dok."
"Sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu ya."
"Iya Dok."
"Mudah-mudahan, dia tidak apa-apa yang," seru Bu Popi.
"Iya, saya juga berharap begitu."
"Tapi, kalau misalnya dia kenapa-napa bagaimana?"
"Mudah-mudahan saja tidak ada apa-apa. Kita berdoa saja," bisik Pak Mario tenang. Ia tahu, istrinya ini sedang panik.
"Iya deh, amin."
"Iya amin."
Pak Mario dan Bu Popi bergegas masuk ke ruangan tempat anak itu dirawat.
"Halo, bagaimana keadaanmu? Sudah baikan?" tanya Bu Popi.
"Sudah kok Bu, cuma agak linu sedikit."
"Alhamdulillah, untung tadi kamu nyetirnya pelan banget yang."
"Gimana nggak pelan orang itu tadi bukan jalan umum kan. Banyak gundukannya."
"Oh pantesan sepi. Oh ya Nak, siapa namamu?"
"Dino Bu."
"Dino. Ya sudah, sekarang Ibu antarkan pulang ya."
Dino mengangguk, "Tapi, saya sudah bisa pulang sendiri kok Bu. Ini sudah nggak apa-apa."
"Nggak-nggak. Lebih baik kita mengantarkan kamu pulang aja ya. Kelas berapa kamu?" tanya Pak Mario.
"Lima Pak."
"Bagus. Kamu masih sekolah kan."
Dino mengangguk.
"Baiklah, kita pulang sekarang ya, sama sekalian kita mampir dulu ke minimarket untuk beli makanan dan jajan buat kamu. Sekalian, Ibu juga mau beli es krim buat anak-anak Ibu di rumah. Mau nggak?" tanya Bu Popi.
"Nggak, nggak. Nggak usah Bu. Antarkan saya pulang saja."
"Gak apa-apa dong kita jajan sebentar, hitung-hitung sebagai tanda permintaan maaf kami," kata Pak Mario.
"Nggak Pak. Bapak nggak salah. Aku aja yang tadi lari nyelonong aja gak lihat-lihat jalan dulu," kata Dino polos.
"Iya-iya. Kita sama-sama salah ya, kita saling maafin ya," Pak Mario mengelus rambut Dino sambil tersenyum. Bu Popi menatapnya. Suaminya itu memang sangat menyukai anak kecil.
"Ya udah ayo, keburu sore," kata Bu Popi.
Pak Mario bergegas membantu Dino.
*****
"Jadi dari tadi Dino belum pulang?"
"Lah itu Kak. Kita juga nunggu kan," tukas Bela sambil menyuapi Lucky.
"Aduh, kemana ya sebenarnya anak itu. Aku pikir sudah pulang."
"Iya, kita tadi juga sudah nyari di sekitar taman. Terus juga udah nunggu lama tapi juga belum datang ya Kak," kata Dini cemas.
"Aneh, nggak pernah Dino seperti ini," gumam Bela.
Indah jadi sangat cemas. Ia takut kalau Dino kenapa-napa. Apalagi jika Dino diculik. Bukankah itu tambah bahaya, "Ok, kalian di sini aja. Kakak nyari Dino lagi ya."
"Ok Kak. Hati-hati."
"Kak Indah. Aku temenin?"
Indah menggeleng, "Udah nggak usah kamu di sini aja ya."
"Ok. Hati-hati Kak."
Indahpun bergegas.
*****
Tak terasa sudah sekitar satu jam Indah mengitari kawasan taman kota. Ia bingung dan tak tahu harus bagaimana. Di tengah kebingungannya itu ponselnya bergetar.
"Halo."
"Kak. Dino sudah pulang, dia ketabrak mobil tapi udah baikan kok. Dan sekarang sudah diantar pulang sama orang yang nabrak. Kakak pulang gih."
"Apa. O .... Ok deh, Kakak akan segera pulang."
Indah mengambil nafas lega. Ia bingung sekaligus khawatir. Tapi tak masalah deh, yang penting Dino sudah ketemu.
*****
"Dino. Syukurlah kamu baik-baik saja," kata Indah sambil memeluk adiknya itu.
"Kak, kita dibawakan banyak kue. Lihat ini," seru Lucky sambil ribut membawa begitu banyak jajanannya.
"Wah, banyak sekali. Siapa yang membelikan?"
"Yang nabrak aku Kak. Orangnya sangat sabar dan ramah. Katanya kapan-kapan mau kesini lagi untuk njenguk aku," kata Dino sambil memenuhi mulutnya dengan makanan.
"Iya Alhamdulillah. Kamu kok bisa ketabrak sih?"
"Ah, Dinonya aja yang nggak lihat-lihat jalan," seru Bela sambil mengunyah makanannya.
"Ok deh, lain kali hati-hati. Untung nggak apa-apa. Dengar, besok kalau kamu sembuh Kakak akan ajak kamu ke mall untuk membeli perlengkapan sekolahmu ya."
"Ha .... Beneran Kak. Serius? Yeeee ...."
Mereka tertawa dan bergembira bersama. Indah sangat bahagia melebihi kebahagiaan yang dirasakan adik-adiknya. Ia benar-benar bersyukur bisa menikmati kenikmatan seperti ini. Terimakasih Ya Rabb. Ujarnya dalam hati.
Indah segera membuka ponselnya yang bergetar. Sebuah pesan masuk.
"Hai datang ya, ke pesta ulang tahun aku, hari Minggu nanti jam delapan. Vian."
Deg! Indah berbinar.