Indah tersenyum getir membaca tulisannya sendiri. Ia senanh menulis curahan hatinya seperti ini. Paling tidak, bisa sedikit melupakan kenyataan hidupnya yang pahit.
"Zina itu tidak hanya melakukan hubungan badan di luar pernikahan. Tapi, memandang lawan jenis dengan nafsu adalah zina mata. Mendengar suara lawan jenis yang mendesah dan menimbulkan nafsu, juga zina. Menyentuh lawan jenis yang bukan mahram, juga zina."
"Wah, Pak. Berarti kita sering berzina dong," celutuk Andi.
"Iya, makanya kalian harus hati-hati. Kalian harus bertaubat dan berjanji tidak mengulanginya lagi."
Deg!
Indah tersentak. Betapa ia sangat terkejut dengan apa yang baru saja didengar. Menyentuh. Ternyata menyentuh saja tidak boleh. Indah menatap Leo dan deretan laki-laki yang menyukainya. Bukankah biasanya laki-laki memang suka menyentuh. Apalagi, akhir-akhir ini. Para lelaki itu, selalu punya jurus-jurus andalan untuk bisa menyentuhnya. Benar-benar menyebalkan. Pikir Indah dalam hati.
"Ada yang ditanyakan?" Tanya Pak Mario, mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas.
"Saya Pak." Dengan berani Indah mengangkat tangannya. Lebih tepatnya memberanikan diri.
"Iya Indah, tanya apa?"
"Begini Pak. Kalau ada laki-laki yang mendekati kita dan mereka mencoba untuk menyentuh kita bagaimana?"
Deg!
Semua mata memandang.
"Apakah kamu didekati banyak cowok di sekolah ini Ndah, dan semua pengen nyentuh kamu. Hello, ini kenyataan atau dunia khayal sih?" kata Jeny keras.
"Jeny, cukup. Bagaimanapun juga kamu harus menghargai pertanyaan temanmu. Iya Indah, tanya apa tadi?" Pak Mario mendekati tempat duduk Indah, membuat Jeny mendengus.
"Em ...," Indah jadi sedikit ragu untuk bertanya kembali.
"Iya. Bisa diulangi pertanyaannya?"
Dipadang guru yang tampan dengan sorot mata indah yang tajam begitu, tentu membuat hati gadis manapun jadi cenat-cenut. Tak terkecuali Indah.
"Em ... gi ... gini Pak, gimana kalau ada cowok yang mendekati kita dan dia mau nyentuh-nyentuh kita gitu Pak," Indah mendadak gugup.
"Huuuuu ...."
"Tenang-tenang. Tadi Bapak kan sudah bilang. Bagaimanapun juga kalian harus tetap menghargai pertanyaan teman kalian. Bukan begitu."
Indah melirik Leo yang sedang menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Baik anak-anak, sekarang Bapak akan menjawab pertanyaan dari Indah," Pak Mario kembali ke depan. Jeny melirik Indah sinis, "Sok suci," bisiknya.
"Jadi, jika kalian terutama yang perempuan ini diganggu sama teman kalian yang laki-laki, dirayu atau apa gitu. Kalian harus hati-hati. Lebih baik kalian menghindar. Ya mungkin memang awalnya hanya pertemanan biasa seperti ini. Lalu, yang laki-laki mulai merayu, atau banyak ngegombal gitu. Ya, kalian harus hati-hati. Lebih baik menghindar saja. Karena apa? Bisa jadi, itu semua hanyalah modus laki-laki itu."
"Tapi Pak, kalau kita digodain cowok tajir dan ganteng banget gitu, apa kita kuat?" tanya Maria sambil tertawa. Membuat seisi kelas heboh.
"Ya nggak kuat dong," celutuk Chlara.
"Iya, apalagi kalau cowoknya ganteng banget kayak aku gini, sayang dong Pak," seru Leo, sambil mengelus dagunya."
"Huuu ...."
"Kan kita kaum cowok nggak ada niat ngegoda Pak. Tapi gak jarang ceweknya yang suka menggoda," kata Wahyu.
"Iya tuh Pak, gimana dong kalau gitu?"
Pak Mario menggerakkan bibir, mengorek telinga yang tidak gatal, sambil bersandar di meja guru. Gaya santai itulah yang membuatnya terlihat semakin keren. Tentu membuat banyak cewek semakin terpesona. Jeny terkesiap. Nah, kalau memandang Pak Mario yang cakep itu saja nggak boleh kan, sama saja dengan zina. Berarti gak boleh mandangin dia dong. Sayang banget nih. Pikir Jeny dalam hati.
"Ya pokoknya kalian harus hati-hati. Mau laki-lakinya jelek atau cakep, penting bagi kalian untuk menghindari laki-laki yang suka merayu dan menggoda wanita."
"Kalau kita suka sama cowok itu, gimana Pak? Masak kita harus ngehindar juga. Kan sayang." Ujar Evrin yang mulai berani bicara di depan kelas. Menjadi anggota baru di geng cantik, membuat kepercayaan dirinya berlipat seribu kali.
"Huuuu ...," sorak anak-anak.
"Kalau pun kita suka sama cowok itu ya sebisa mungkin harus tetap dihindari."
"Yah, gak seru dong Pak."
Pak Mario tersenyum, memang harus sabar menghadapi anak didiknya yang seperti ini. "Iya, hidup ini memang kurang seru jika kita mematuhi perintah agama. Tapi mau bagaimana lagi. Ya, supaya kita bisa masuk surgaNya kan."
"Nah, bagi anak-anak cowok juga begitu, jangan pernah tergoda dengan cewek. Kalian juga harus kuat. Maka dari itu, jika kita saling menjaga untuk tidak saling menarik lawan jenis,maka, Bapak jamin deh, semuanya pasti akan selamat dan nggak akan pernah sampai terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak kita inginkan."
Deg!
Indah menelan ludah. Ia sadar bahwa ternyata selama ini ia sedang dipermainkan. Memang benar kata Bu Popi. Bahwa ia harus putus dari cowok-cowok itu dan gak boleh pacaran.
"Dan untuk kalian para laki-laki, jangan sekali-kali menggoda wanita. Ingat, Ibumu juga seorang wanita. Jadi, jangan pernah mempermainkan mereka."
******
"Jadi, masalahnya kamu mendengarkan ceramah Pak Mario tadi?" tanya Leo.
Indah mengangguk, "Sudah jelas kan. Jadi sekarang kita putus ya."
"Tapi Ndah. Masak hari ini kamu masih percaya dengan hal begituan?"
Deg!
"Hal begituan gimana?" tanya Indah heran.
"Ya hal begituan. Sekarang itu sudah jaman modern. Ngak usah lah terlalu percaya kayak Pak Mario itu."
"Terlalu percaya gimana sih maksud kamu?" Indah celingak-celinguk mengawasi sekitar takut kalau ada yang tiba-tiba masuk gudang.
"Ya maksudku sama aturan-aturan agama yang selalu dijelaskan Pak Mario itu. Nggak usah teralu dipikirkan ah."
Indah mengambi nafas panjang, bingung dengan apa yang harus dilakukannya, "Ok. Tapi yang jelas itu ya, kita putus."
"Apa? Jadi kamu masih minta putus?"
"Iya dong. Kan sudah jelas tadi penjelasannya Pak Mario kayak gimana."
"Tapi kan aku sudah bilang jangan terlalu digubris."
"Iya-iya, aku nggak peduli kok. Tapi tetep, kita putus."
"Ndah, aku tuh sayang sama kamu. Iya deh aku tahu, kamu pasti lebih milih anak-anak lain kan yang lebih ganteng dan kaya."
Deg!
"Nggak kayak gitu Leo. Aku tuh nggak milih-milih. Malah aku tuh lebih sayang sama kamu dari yang lainnya karena kamu tuh cinta pertama aku."
"Terus kenapa masih minta putus?"
"Ya itu Leo. Kita memang nggak boleh pacaran. Mendekati zina kata Pak Mario tadi. Ya kan."
"Terus dengan urusan saling sayang kita gimana?" Leo menatap Indah tajam.
Dan Indah, tak tahu dengan apa yang sedang dirasakannya. Ia tahu, Leo adalah cinta pertamanya dan itu tidak ada pernah bisa ia lupakan. Tapi, bagaimanapun juga ia harus mematuhi perkataan Bu Popi dan Pak Mario bukan.
"Ok gini. Nanti malam, kita ketemuan lagi di sini. Untuk merayakan hari putus kita," kata Leo.
"Putus kenapa mesti dirayakan?"
"Udah, pokoknya kalau kamu sayang sama aku, nanti malam harus datang ya."
"Kenapa nggak sekarang aja. Apa bedanya nanti sama sekarang?"
"Jadi kamu mau merayakannya sekarang?"
Indah mengangguk mantap.
"Ok." Leo menarik Indah, membuatnya berada di dekapan. Indah pias.