"Maksud kamu?" Indah terkejut. Tak menyangka ia jadian sama Leo hanya tiga hari.
"Ya udah kita putus. Aku tahu, si Vian itu sangat kaya. Dia pasti bisa memberikan apapun yang kamu mau. Lah kalau aku, aku jelek, miskin, bodoh, nggak ada kelebihannya sedikit pun dibandingin Vian. Ya jelas lah, kalau kamu lebih milih Vian daripada aku. Makanya lebih baik kita putus kan."
Deg!
"Jangan gitu dong Le."
"Jangan gitu gimana?"
"Ya pokoknya jangan gitu. Jangan putus dulu."
"Udah gak apa-apa. Kita putus aja."
"Kamu kenapa sih Le. Udah nggak usah aneh-aneh ah."
"Udah, pokoknya kita putus aja."
Indah menelan ludah. Sebenarnya, sungguh ia sangat kasihan sama Leo. Bukannya ia adalah lelaki pertama yang mengutarakan hatinya.
Lagipula, ia tulus kok menyayangi Leo. Ya meskipun Wahyu dan Xinan juga ia sayangi. Tapi, melepaskan Leo begitu saja malah lebih sayang lagi. Kasihan dia. Bukankah ia selalu mengejar-ngejar cinta dan gak dapat. Kalau yang lainnya mah, sudah pasti bisa dengan mudah mendapatkan cewek lain bukan. Lah, kalau Leo ini, bukannya ia sulit mendapatkan cewek. Makanya, terbesit di hati Indah untuk kasihan padanya. Sepertinya, Leo memang tidak seberuntung teman-temannya. Ya, wajah tampan dan cantik memanb membawa keberuntungan.
"Nggak Leo, kita nggak boleh putus. Iya sebenarnya tadi Vian nembak aku tapi aku tolak. Aku tahu lah dia sudah punya pacar."
"Apa, jadi beneran Vian nembak kamu?"
Indah mengangguk takut, "Tapi kamu janji ya jangan marah sama dia."
Leo mengusap muka. Ia memasang tampang gelisah, "Terus kamu bilang apa?"
"Ya aku udah nolak dia. Tapi, dia ...."
"Dia apa?"
"Em, dia terima kok."
Indah tak mau menambah masalah. Lebih baik ia berbohong saja.
"Aku nggak mau kehilangan kamu Le."
Karena kamu adalah lelaki pertama yang menyatakan cinta padaku. Dan itu adalah hal yang sangat istimewa. Jadi, aku nggak mau kehilangan kamu begitu saja. Pikir Indah dalam hati.
Leo tersenyum, "Syukurlah kalau kamu masih mau sama aku. Kamu tahu nggak aku langsung insecure begitu aku tahu kamu dideketin Vian."
"Udahlah Le, kamu tenang aja. Pokoknya aku akan selalu setia sama kamu," Indah tersenyum meyakinkan.
"Makasih ya. Oh ya, aku juga minta maaf karena tadi udah marah sama kamu."
"Nggak apa-apa kok Le. Itu berarti tandanya kamu sayang sama aku. Dan perhatian, ya kan."
"Ya dong masak nggak. Tapi ya gitu, aku nggak bisa ngasih kamu apa-apa seperti Vian."
"Ih, apaan sih. Aku nggak minta apa-apa lagi sama kamu. Vian itu kan sahabat kamu. Nggak boleh dong saling bertengkar."
"Iya, aku akan minta maaf sama dia."
Indah mengangguk, "Ok."
"Ya udah kalau gitu, aku nyamperin Vian dulu ya."
Indah mengangguk, "Ok."
"Pokoknya, kamu jangan selingkuh dari aku ya."
"Nggak dong Le. Udah kamu tenang aja."
"Ntar aku kamu selingkuhin lagi. Kan nggak lucu."
"Makanya, aku mencoba setia sama kamu. Tenang aja."
"Beneran?"
"Iya lah."
Leo pun berlalu. Indah mengambil nafas panjang. Dalam hati, ia benar-benar tidak menyangka bisa mendapatkan masalah seperti ini. Yah, meskipun sebenarnya ia sangat merasa aneh. Bagaimana tidak, ia sudah mulai memikirkan cowok. Padahal dulu, sama sekali tak pernah melakukan ini.
Perlahan, sebuah pikiran melintas. Bukankah Leo itu teman baiknya Vian, eh, tapi sama Xinan juga. Dan Wahyu juga. Deg! Kenapa semua jadi serba kebetulan seperti ini. Bukankah mereka satu geng? Dan kalau ketahuan dekat sama aku, wah, gawat, bisa-bisa gengnya bubar gara-gara aku. Pikirnya. Indah menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pusing dengan keadaan seperti ini. Sebenarnya, ia sendiri juga bingung dengan masalah ini. Kenapa tiba-tiba banyak sekali yang menyukainya seperti ini. Bukankah ini sangat aneh. Ya, walaupun ia senang, tapi, sungguh hal seperti ini sangat membingungkan.
"Indah," seru Leo.
"Leo, kamu kembali. Kok cepet amat minta maafnya?"
"Ah, nggak apa-apa kok. Ada satu hal yang aku lupa sebenarnya."
"Apa?"
"Em, apa ya. Coba tebak kira-kira apa." Leo tersenyum, menggaruk pipinya.
"Ah kamu ini," kata Indah sewot.
Sepertinya ia akan memberiku sesuatu. Mungkin bunga, coklat, atau apa gitu. Pikir Indah dalam hati. Ia girang karena baru pertama kali mendapatkan momen spesial seperti ini. Dan ini sungguh membuatnya penasaran.
"Kamu beneran sayang nggak sih sama aku?"
"Kok kamu nanyanya gitu sih Le. Ya tentu aja aku sayang sama kamu."
"Dan semua itu butuh pembuktian kan."
"Emangnya kamu mau pembuktian apa?" "Lagian kamu kok nggak percaya banget sama aku."
"Nanti malam, kamu temui aku di gudang ya. Ingat, jangan sampai ketahuan siapapun bahkan Pak Galak." Desis Vian, membuat suaranya nyaris tak terdengar.
"Ke gudang, ngapain?"
"Aku perlu pembuktian darimu."
"Emangnya pembuktian apa sih?"
"Udah, ntar malem aja. Ok."
"Tapi Le, Le ....."
"Udahlah, ntar kami juga tahu sendiri."
Leo tersenyum, berjalan memasuki ruang perpustakaan sebelum ia melemparkan kerlingnya pada Indah.
Pembuktian apa lagi coba. Lagi-lagi hal ini membuatnya penasaran. Memang dasar aneh si Leo itu. Dia minta pembuktian segala. Pembuktian apa coba. Pikir Indah dalam hati.
*****
Maria hanya bisa mengaduk-aduk es cendolnya sementara pikirannya melayang membayangkan Xinan. Ia takut, jika Xinan benar-benar menyukai Indah.
"Kamu kenapa sih Mar?" Jeny menyuapkan sendoknya ke mulut.
"Nggak apa-apa," jawab Maria malas.
"Kalau ada masalah tuh cerita. Jangan dipendam sendiri, ntar cepat tua loh," desis Abel.
"Biarin aja tua, ntar lama-lama juga mati," gerutu Maria.
"Aduh udah deh Mar. Jangan bikin kita penasaran deh. Sekarang kamu cerita, ada apa, sebel nggak sih lihat teman kita akhir-akhir ini selalu murung sendiri. Yang ngeliat ini sumpek tahu nggak sih."
"Iya nih anak. Mana semuanya seenaknya sendiri lagi. Iya aku tahu kamu sedang ada masalah. Tapi, teman-teman kamu ini yang lihat pada males tahu nggak," ujar Jeny sok bijak.
Maria mendengus kesal. Sebenarnya, ia sangat malas membicarakan hal ini. Tapi berhubung orang-orang mendesak, ya sudahlah. Ia menarik nafas panjang, mulai bercerita.
"Aku takut, kalau kemarin yang kita makan itu ternyata pemberian Xinan."
"Apa. Xinan?" seru anak-anak.
"Shuuut ... jangan keras-keras. Nggak enak sama guru."
"Ah, nggak penting. Terus kenapa kamu mencurigai Xinan."
"Ya jelaslah Jen. Sebenarnya tuh ...."
"Sebenarnya apa?"
"Em ...," Maria menimbang-nimbang, apakah hal ini pantas diceritakan temannya atau tidak.
Deg! Kasih tahu nggak ya. Tapi kalau semuanya tahu jika Xinan dan Indah pernah begituan, kan malah heboh sekolah ini. Pikir Maria dalam hati. Maka iapun mencoba untuk tetap mengatakannya. Semoga semua baik-baik saja.
"Sebenarnya, Xinan tuh, pernah suka sama Indah."
Deg!
"Apa?"