Chereads / Liebe Wand / Chapter 23 - BEST FRIEND

Chapter 23 - BEST FRIEND

Maria terkejut. Ia tak menyangka Indah bisa berkata begitu padanya. "Oh ya, benarkah, kamu beneran belum selesai?"

"Lah. Bukannya kemarin kita mengerjakan bersama-sama. Kamu ngajari kita kan," kata Evrin.

"Oh yang kemarin itu. Oh kalau yang itu ya sudah," Indah tersenyum. Ia memang sengaja berkata begitu supaya terlibat juga dalam percakapan ini.

"Oh sudah. Iya dong sudah. Masak si Indah belum. Kan murid paling rajin di sekolah ini."

"Iya dong, aku kan rajin," sahut Indah.

Mereka pun tertawa. Sungguh sangat indah dan begitu hangat. Tapi bagi Indah sendiri, entahlah. Suasana seperti ini sangat mengganjal dan membuat hatinya tidak tenang.

Leo yang duduk di barisan anak cowok mengawasi Indah dan melihat gerak-gerik teman-temannya. Sungguh, semua terlihat sangat aneh. Tapi, sejauh tidak menimbulkan masalah, maka ia akan tetap diam saja. Dan tetap saja, sepertinya, ia akan selalu khawatir jik Indah didekati anggota geng cantik seperti Maria itu.

"Eh Vrin, Gin. Nanti kita ke perpus yuk. Itu ada majalah baru."

"Oj ya."

Deg! Tuh kan yang diajak cuma Evrin dan Gina doang. Indah mendengus dalam hati. Memang ya, aku nggak dianggap oleh mereka.

"Ngapain? Eh ngapain. Tapi tunggu, kamu nggak salah nih. Ngajak kita. Kan kamu sudah punya geng? Geng cantik lagi," seru Evrin. Sekarang ia bisa semakin akrab dan ceplas-ceplos.

"Kan aku sudah bilang, aku cuma mencari suasana baru. Bosen lagi, sama teman yang itu-itu aja."

"Oh iya sih. Tapi bukankah itu aneh?" tanya Gina.

"Bukankah berteman sama mereka itu lebih enak?" cetus Indah.

"Hah, iya dong."

Deg! Anak ini. Kenapa semakin berani. Sialan. Kata Maria dalam hati.

Sementara Indah menangkap tatapan tajam Maria dengan perasaan santai. Ia tahu, orang seperti Maria mana mungkin mau berteman tulus dengannya. Pasti ino ada sesuatu yang tak beres. Lagipula, tidak mungkin jika Maria mendekati teman-temannya ini hanya gara-gara bosan. Pasti ada hal lain. Pikir Indah dalam hati.

"Enak gimana sih Indah. Maksud kamu apa? Lagian aku cuma ngajak Evrin dan Gina kok gak ngajak kamu. Ya nggak."

"E, tapi Mar ...."

"Kenapa? Kalian tidak akan menolak ajakanku kan."

Deg!

Evrin dan Gina berpandangan. Bingung dengan apa yang harus dikatakan.

"Maaf Mar, kamu harus ngajak kita bertiga. Bukan cuma kita berdua," kata Evrin datar.

"Iya, betul," Gina mengangguk.

Deg!

Indah menelan ludah. Tak menyangka ternyata Evrin dan Gina membelanya. Mereka benar-benar teman sejati. Pikir Indah dalam hati.

"Oh gitu. Lagian ngapain sih, tiba-tiba kalian berdua mau berteman dengan Indah?" tanya Maria. Ia mulai emosi.

"Gimana ya. Masalahnya, Indah sekarang teman kita juga kan," kata Gina.

"Sudah-sudah nggak apa. Cuma gitu doang kan. Aku nggak usah ikut juga gak masalah."

"Eh, nggak gitu masalahnya Ndah."

"Nggak apa-apa kok." Indah tersenyum, menutupi kesedihannya.

"Iya, kita bisa pergi sama-sama kok," kata Gina.

"Nggak dong. Indah nggak usah." Kata Maria sinis, melipat tangan.

"Kenapa nggak boleh Mar, kita semua ini teman. Dan nggak boleh pilih-pilih teman," kata Evrin tegas.

"Oh, jadi kamu lebih ngebelain dia daripada aku, anggota geng cantik. Ingat Evrin, Indah ini cupu. Nggak ada kelebihannya sama sekali. Sampai detik ini aku masih heran loh kenapa tiba-tiba kalian berteman sama dia."

"Nggak gitu Mar ...."

"Sudah-sudah ...."

Indah mulai mempercepat makannya, gusar.

Maria mendengus kesal tawarannya ditolak mentah-mentah seperti ini. "Kalian belum jawab pertanyaan aku ya. Kenapa sih kalian mau temenan sama Indah?"

"Memangnya kenapa? Apa temenan sama dia tuh dosa, ngga kan," ujar Evrin santai.

"Ya tapi kenapa tiba-tiba aja gitu. Aneh nggak sih."

"Memang aku nggak pantas ya jadi teman siapapun gitu," ujar Indah.

"Bukan gitu Ndah. Ya menurut aku temenan boleh sama siapa aja kan," kata Gina.

"Iya sih. Tapi kan tergantung. Kita temenannya malu-maluin apa nggak."

"Aku udah selesai, aku duluan ya."

"Udah Indah, jangan buru-buru makannya," kata Evrin.

"Iya nanti keselek loh."

"Em, nggak apa-apa kok, aku udah selesai."

Indah yang sedari tadi mempercepat makannya segera berlalu sebelum melempar senyum, diikuti tatapan keheranan dari yang lainnya. Tuh kan Indah jadi pergi. Pikir Evrin dalam hati.

"Eh, kita juga duluan ya."

"Ok."Seru Evrin sambil memberi isyarat pada Gina.

Maria melongo. Belum pernah ia tak dipedulikan seperti ini.

Sementara Evrin dan Gina segera menyusul Indah. Mereka tidak akam membiarkan Indah sendirian lagi.

"Eh, apaan nih. Serius tadi mereka nggak peduli gitu?"

"Iya nih."

Jeny menghampiri Maria yang masih bengong. Benar-benar tak menyangka, Evrin dan Gina lebih memilih Indah daripada anggota geng cantik seperti Maria.

"Tapi emang beneran kan tadi aku dicuekin."

Maria menghela nafas, "Iya sih. Heran banget aku. Masak ternyata aku dicuekin gitu. Aneh."

"Dan lebih anehnya lagi, mereka memilih untuk temenan sama Indah loh daripada kita," ujar Abel.

"Iya."

"Benar-benar aneh nggak sih."

"Sepertinya, memang ada sesuatu yang tidak beres."

"Kenapa, akhir-akhir ini anak itu semakin mengundang banyak keanehan ya," kata Abel.

"Kita harus benar-benar menyelidikinya," ujar Jeny.

****

"Ndah, kok kamu buru-buru sih, kan belum masuk." Ujar Evrin, saat berhasil menyusul Indah.

"Ah, nggak apa-apa. Aku males aja."

"Nggak usah diambil hati deh perkataan Maria tadi."

Indah tersenyum, "Sudah biasa kok."

"Yang sabar ya."

"Mungkin mereka nggak mau kalau kalian temenan sama aku."

"Tapi kan kita udah janji, untuk selalu bersama. Ya kan."

"Dan kalian mau temenan sama aku. Alasannya apa sih?" tanya Indah penasaran.

"Udahlah Ndah. Nggak usah mikirin itu."

"Indah." Vian lari-lari kecil mendekati Indah.

"Eh Vian, ada apa?"

"Kamu mau masuk kelas sekarang?"

"Iya dong."

"Kan belum masuk. Masih ada waktu. Kita ngobrol sebentar ya."

"Oh, ada yang mau ngobrol berdua aja nih sama Indah. Ya udah kita pergi dulu ya," kata Evrin.

"Eh, jangan. Kalian di sini aja. Emang ada apa sih?"

"Nggak, aku cuma mau bilang kalau, kamu hati-hati ya. Dan kalau ada apa-apa jangan segan untuk minta tolong sama aku."

Deg!

Evrin dan Gina berpandangan. Sementara Indah semakin merasa aneh. Kenapa selalu saja seperti ini. "Iya kamu tenang aja. Makasih udah perhatian sama aku. Ya udah ya, kita duluan."

"Eh, tapi tunggu dulu Ndah."

"Ok, ok. Daripada ribut, mending kita duluan aja. Udah Indah, kamu di sini ngobrol dulu sama Vian ya. Bay ...." Kata Evrin seraya menarik Gina untuk berlalu.

"Ada apa lagi sih. Kamu mau menasihatiku soal kejelekan aku?"

Deg!

"Kamu kok ngomongnya gitu sih."

"Terus apa?"

"Aku rasa, supaya kamu nggak selalu dibully, nggak ada salahnya loh, merubah penampilan."

Indah mengangkat alis, "Maksudmu?"