Chereads / Liebe Wand / Chapter 22 - SI BURUK RUPA

Chapter 22 - SI BURUK RUPA

"Ada apa?"

"Nggak ada apa-apa."

Wahyu mendaratkan ciuman di pipi. Sontak Indah terkejut. Ia mendorong Wahyu hingga membuatnya mundur satu langkah. Indah menatap Wahyu sinis.

"Apa-apaan?"

"Ayolah ...," Wahyu tersenyum.

Entah kenapa kali ini Indah merasa terhina. Sudah cukup keanehan-keanehan yang telah terjadi selama ini.

Wahyu hanya menatap Indah dengan heran.

Indah mendengus kesal, lalu pergi. Sementara Wahyu merasa, ada yang berubah pada gadis itu.

*****

Tidak seperti kemarin, hari ini langit tampak cerah ceria. Mentari baru bangun menggantikan posisi rembulan. Ia berikan semburat kuning yang buat langit tampak mempesona. Burung-burung berkicau, berterbangan dengan ceria menyambut pagi. Awan selembut kapas pun, ikut menambah keindahan langit di atas sana.

Indah masih ke kamar mandi. Kali ini ia menghindari Evrin dan Gina. Entahlah, perubahan yang tiba-tiba membuat ia jadi merasa sedikit aneh. Ia mengambil cermin besarnya. Dilihatnya wajah itu. Bentuknya yang bulat, disertai kulit sawo matang yang sangat matang, lebih tepatnya busuk. Ya, mungkin warna kulitnya memang sawo busuk. Hidung pesek dengan lubangnya yang besar, alis melengkung yang biasa saja, serta bibir tebal yang selalu terlihat habis dipukuli orang. Entahlah, dengan wajah yang seperti ini kenapa ia disukai banyak orang. Kalau hal itu terjadi sejak kecil tak masalah. Kalau ini terjadi begitu sangat tiba-tiba. Bukankah itu sangat aneh.

Ia mendengus kesal. Entahlah, keanehan-keanehan itu membuatnya tak habis pikir. Maka sekarang kehidupannya tak lagi setenang dulu. Ia juga tak tahu harus menyelesaikan masalah ini dengan cara apa.

Dan pagi yang cerah ini, tidak seindah suasana hatinya. Ia bahkan sangat malas menjalani hari. Tapi tetap diam di sini juga bukan pilihan yang bagus. Maka, tak ada pilihan lain selain harus keluar.

Dengan malas Indah keluar, pelan, dengan gontai ke tempat loker baju, mulai mengambil seragam rompinya untuk hari ini. Entahlah, hari ini, ia benar-benar malas menjalani hari.

"Hey Ndah, kamu dari mana saja. Aku cariin dari tadi tidak ada. Ternyata di sini." Evrin girang menemukan Indah di ruang loker.

Memang jika temenan harus selalu bersama-sama selama dua puluh empat jam gitu ya. Pikir Indah dalam hati.

Indah tersenyum, memyambut baik temannya itu, "Iya. Sebenarnya aku tadi dari kamar mandi. Maklum, perut sakit nggak selesai-selesai."

"Oh sakit perut, terus gimana, udah baikan?"

"Alhamdulillah, sudah kok." Emang begini ya kalau punya teman. Ada yang perhatian. Pikir Indah dalam hati. Ia senang.

Tak lama, ia menemukan baju seragamnya. Di sekolah ini, meski anak sudah remaja-remaja dan rata-rata bisa mencuci baju serta setrika sendiri, tapi, sudah ada loundry room yang bertugas mengurusi baju anak-anak. Itulah kenapa, Indah yang biasanya membantu Ibunya mencuci dan menyetrika baju-baju tetangga semenjak bersekolah di sini, tidak pernah mencuci baju lagi. Dan kalau ingat di sini ia hanya main-main saja, maka, sungguh hal itu sangat membuatnya tidak nyaman.

"Mungkin kita bisa meminta obat di UKS."

"Nggak usah Vrin, aku udah baikan kok. Cuma tinggal lemesnya aja."

"Iya sih, kelihatannya kamu memang masih males banget. Atau lebih baik, kamu ijin aja hari ini, istirahat."

Indah menggeleng, "Nggak, aku nggak apa-apa kok."

Indah mengambil nafas panjang. Lihatlah itu si Evrin. Mukanya cantik. Wajah bulat dengan mata sipit serta hidung dan mulut yang proposional. Rambut terawat yang indah. Ya, Evrin pandai merawat rambutnya. Perlahan, Indah mendapat ide.

"Rambut kamu bagus Vrin. Pakai sampo apa?"

Evrin tersenyum, "Ah, cuma satu minggu sekali aku ke salon."

Indah terbelalak. Ke salon sekolah sama saja membuang uang untuk biaya hidupnya di sini selama satu bulan. Tidak. Ia tidak mungkin bisa ke sana. Lagipula uangnya buat dikirim ke Ibu kan.

*****

Indah, Evrin dan Gina sedang sarapan saat Maria ikut duduk di bangku mereka.

"Boleh duduk di sini kan. Boleh ya, kan masih kosong."

Mereka terbelalak, karena seumur-umur baru kali ini satu meja dengan salah satu anggota geng cantik di sekolah ini.

"Oh, i iya, tentu saja." Kata Evrin senang, bangga bisa satu tempat duduk dengan Maria.

Dan Indah mengamati wajah Maria. Tentu saja sangat cantik dan beda jauh dengan Evrin. Wajah bulat dengan kulit yang sangat putih, dipadu bibir tebal tapi sangat seksi. Belum lagi mata indah itu. Indah saja yang seorang wanita sangat menyukai mata itu. Begitu indah dan bulat. Sorot mata yang dipadu dengan bulu matanya yang lentik selalu menyiratkan tatapan tajam serta tegas, membuat siapapun yang dipandang senang. Indah menelan ludah, menyadari tak ada kelebihan apapun dari wajahnya.

"Eh, masakannya enak nggak sih?" seru Maria.

"Enak kok. Enak ya. Ini sayur sawi kesukaan aku. Apalagi dipadu saus jamur tiram dan telur seperti ini," Evrin tersenyum.

Gina juga turut tersenyum. Ia senang bisa satu meja dengan Maria yang telah menjadi impiannya selama ini.

"Indah kamu kenapa, sakit?"

Deg! Sebenarnya, Indah masih kesal soal surat kemarin. Tapi, lebih kesal saat Maria ikut duduk di sini. Belum lagi, saat ia menyadari bahwa dirinya sangat buruk rupa.

"Iya, aku sedikit sakit perut."

"Oh. Kenapa nggak istirahat aja."

"Ntar juga sembuh sendiri." Jangan bilang, kalau Maria juga mau jadi temanku. Ini benar-benar aneh. Pikir Indah dalam hati.

"Jeny dan yang lainnya kemana?" Indah memberanikan diri untuk bertanya.

"Itu mereka."

Indah dan yang lainnya menoleh ke arah yang ditunjuk Maria. Benar saja. Anggota geng cantik dan paling populer di sekolah ini seperti biasa makan satu meja. Tetapi kenapa Maria ada di sini? Pertanyaan yang sama juga diutarakan Evrin dan Gina di kepala masing-masing.

Maria tersenyum melihat ekspresi mereka. "Aku memang lagi pengen suasana baru aja. Ekspresi kalian jangan aneh begitu ah."

"Eh, i iya juga sih. Ekspresi kita aneh ya." Evrin tertawa, mencairkan suasana.

Indah menghela nafas. Tidak. Kalau untuk berteman dengan Maria, sungguh ia sangat tidak mau. Tapi, lihatlah anak-anak anggota Jeny geng cantik itu. Mereka selain sudah memiliki wajah yang sangat cantik dari sononya, juga pandai merawat diri. Sekaligus satu minggu sekali pasti ke salon sekolah. Indah menghela nafas, menerima keadaan yang sangat buruk seperti ini.

"Oh ya, sudah mengerjakan tugas dari Bu Popi kemarin belum?" Tanya Maria sambil memasukkan makanannya ke mulut.

"Sudah dong. Kenapa? Mau nyontek?" Tanya Evrin sambi tertawa. Entahlah, ia merasa begitu bahagia bisa dekat dengan Maria seperti ini.

"Nggak lah. Aku udah selesai. Justru aku mau nawarin ke kalian jika belum mengerjakan."

"Iya. Aku belum. Bisa nyontek nggak," cetus Indah.

Deg!