Indah menahan nafas, "Kenapa kamu merusaknya?"
"Sudah Indah, ayo," Evrin dan Gina membawa Indah keluar.
"Ndah!" teriak Wahyu.
"Ada apa ini ribut-ribut?" tukas Leo.
"Aku benar-benar nggak nyangka ya sama kamu. Bisa-bisanya kamu suka sama cewek culun itu," desis Jeny. Ia menahan sesak yang memenuhi dada karena emosi.
"Eh, jangan bilang cewek aku culun ya," kata Leo.
"Emang culun kok," teriak Jeny.
"Eh udah, ayo keluar!" Teriak Vian membawa Leo keluar.
"Wahyu, ngapain kamu ngirimin surat cinta ke cewek gue ha?" Leo masih sempat berteriak sebelum teman-temannya berhasil membawanya keluar.
"Lu benar-benar!" teriak Jeny.
"Lu tuh kenapa. Ngapain marah, gue mau ngasih surat ke siapapun itu bukan urusan lu!"
"Iya, tapi kenapa harus Indah."
"Itu hak gue. Lu nggak berhak ngatur-ngatur."
Jeny merasakan matanya panas. "Tapi gue sayang sama lu Wahyu,"
Maria memegang pundak Jeny, berharap sahabatnya itu bisa tenang dan mau keluar.
"Gue kan udah pernah bilang sama lu. Gue nggak suka."
"Kamu pernah suka sama aku tapi sekarang malah suka sama Indah." Air mata Jeny tumpah.
"Lah kenapa?"
"Dia tuh culun. Apa kurangnya aku?"
"Nggak selamanya culun itu buruk ya. Dasar."
"Tapi kenapa kamu ngebelain dia?"
"Lah memang kenapa aku ngebela dia? Nggak masalah kan."
"Bukannya nggak masalah Wahyu. Tapi aku nggak suka."
"Lah, kenapa segala yang aku lakukan harus menunggu persetujuanmu. Bukankah itu nggak penting."
"Bukannya menunggu persetujuanku segala. Tapi, kamu aneh aja ngebelain Indah gitu."
Wahyu pergi, sebal dengan sikap Jeny.
Ia meninggalkan Jeny yang semakin menangis. Teman-temannya masih menenangkannya. Tapi, tangis Jeny semakin deras.
*****
Indah masih bingung. Bolak-balik ia mencuci muka. Kali ini mereka berada di toilet sekolah. Evrin masih memberi kesempatan pada teman barunya itu untuk berpikir. "Bagaimana, sudah tenang?"
Indah melihat wajahnya di cermin. Memang cupu sih. Beda jauh sama si Jeny yang cantik bak peserta di kontes-kontes kecantikan itu. Pikirnya dalam hati. Ia mengambil nafas panjang, mendengus kesal.
"Aku bingung Vrin. Kenapa mereka semua suka sama aku?"
Evrin dan Gina berpandangan.
"Jadi setiap hari aku selalu mendapatkan masalah bukan."
"Selama cowok yang suka sama kamu mbelain kamu sih nggak masalah," kata Gina.
"Pacar resmi aku tuh cuma Leo. Yang lainnya selingkuhan. Lagipula aku nggak pernah ngajak mereka selingkuh duluan. Tapi mereka maksa."
"Udah deh. Nggak apa-apa. Yang penting kamu nggak usah deket-deket Jeny, beres," tukas Evrin.
"Ngapain aku deket-deket dia. Dia tuh benci banget sama aku kan."
"Iya juga sih."
Indah mendengus kesal. Semenjak ada masalah begitu, ia jadi sering melamun. Entahlah, hal-hal yang ia sukai sejak dulu, jadi jarang ia lakukan. Membaca buku misalnya.
"Udah, kamu tenang aja nggak usah khawatir. Kita akan selalu jaga kamu. Ok," desis Gina. Ia tersenyum dan membuat Indah jadi sedikit lebih tenang.
"Makasih ya."
"Sama-sama."
"Cuma kalian teman aku." Entah kenapa, tiba-tiba saja Indah meringsek memeluk mereka. Ia benar-benar bersyukur bisa mendapatkan teman seperti ini.
"Iya Indah," kata Evrin.
"Selamanya kita akan menjadi teman," kata Gina.
"Iya, makasih banget kalian sudah mau menjadi teman aku. Kalian seperti malaikatku," ungkap Indah.
Sementara Evrin dan Gina saling berpandangan. Evrin mengernyit dan memegang hidung menahan nafas. Sementara Gina mengambil nafas panjang, sebelum tersenyum saat Indah melepaskan pelukannya.
Dan Indah menatap kedua temannya ini dengan tatapan yang tulus dan penuh kehangatan sahabat. Ia benar-benar bersyukur, bisa mendapatkan teman seperti dua gadis yang berdiri di depannya ini.
*****
"Sudahlah Jen," bisik Maria.
"Iya Jen. Sudah."
"Iya, jangan seperti ini dong. Kan kami jadi ikutan sedih juga."
"Nanti cantiknya hilang loh."
Sementara teman-temannya yang lain hanya bisa menunggui Jeny yang sedang menangis sambil menutupi wajahnya di meja. Kali ini, dengan terpaksa mereka tidak jajan dan hanya di kelas saja, untuk menghormati ketua geng mereka yang sedang bersedih. Dan Jeny benar-benar merasa hancur. Ia bingung, kenapa Wahyu bisa menyukai Indah. Dan kenapa harus Indah. Entahlah, ia sangat benci dengan gadis itu.
"Jen, sudah, jangan nangis terus. Nanti air matanya habis lo," canda Bela.
Jeny mengusap ingus. Dengan terpaksa menegakkan kepala untuk mengambil tisyu.
"Tuh kan Jen. Kamu jangan nangis terus. Mukamu jadi belepotan bedak gitu." Ujar Chlara disambut pandangan isyarat oleh teman-temannya, "Eh, maaf keceplosan."
Jeny membuang ingus di tisyu. Membuat teman-temannya bergidik. Ternyata dia jorok juga ya. Pikir Maria.
"Sudah, kita ke toilet yuk, cuci muka," ajak Maria.
"Sejak kapan Xinan juga suka sama Indah?" tanya Jeny.
Deg! "Eh kok tanya gitu sih. Aku males bahas begituan."
"Udahlah Maria. Aku tuh cuma heran aja. Kenapa tiba-tiba gebatan kita tuh suka sama Indah. Kan aneh."
"Iya juga sih," desis Chlara.
"Kalau dipikir secara akal sehat nih ya. Laki-laki itu, otomatis suka sama cewek cantik. Bukannya sama cewek jelek dan culun itu. Coba deh kalian pikir," tukas Jeny.
"Iya sih. Kok bisa ya."
"Jangan-jangan si Indah punya pelet kali. Dia kan nggak punya temen. Eh, lihat aja tuh si Evrin dan Gina, tiba-tiba juga mau jadi temennya."
Jeny menggeleng, "Nggak. Indah nggak boleh punya temen. Kalian harus melakukan sesuatu supaya Gina dan Evrin nggak temenan lagi sama Indah."
"Kamu yakin?"
Jeny mengangguk.
Abel, Clara, Dina, dan Maria saling berpandangan. Mereka mulai memikirkan cara untuk memisahkan Indah dengan teman-temannya. Dan ide bagus, langsung mereka dapat.
*****
"Aku pikir kau tak jadi datang. Aku sudah menunggumu lama sekali." Kata Wahyu saat melihat Indah tiba di gudang.
"Kenapa minta ketemuan segala sih. Aku pusing."
"Em. Pusing. Kenapa. Soal tadi?"
"Soal apalagi Wahyu. Udah deh, aku nyerah. Kita nggak usah ketemuan-ketemuan lagi ya. Jeny nanti malah marah besar loh."
"Nggak usah peduliin siapapun. Apalagi si Jeny. Dia itu gadis nggak jelas yang sukanya ngebentak orang. Udah ah."
Indah mendengus kesal.
"Eh, sini deh." Wahyu menarik Indah, membuatnya terkejut.
"Ada apa?"
"Sudah. Kau tenang saja."
"Aku tidak bisa tenang kalau kamu gak bilang Yu."
"Kenapa harus bilang segala? Sudah kamu nggak usah berpikiran yang tidak-tidak."
"Bukannya memikirkan yang tidak-tidak. Aku hanya memastikan, bahwa kamu nggak akan melakukan yang aneh-aneh," lanjut Indah.
"Aneh-aneh gimana? Nggak kok," kata Wahyu, tersenyum.
Indah mendengus kesal, "Sudahlah Yu. Ada apa kita harus ketemuan di tempat ini."
"Kenapa kamu jadi murung begitu? Apa aku ada yang salah?"
Indah menggeleng, "Nggak kok. Aku kan cuma tanya, ada apa kita ketemuan segala?"
"Baik, sini, mendekatlah." Wahyu menarik Indah, membuat mereka semakin dekat.
Deg!